Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengayuh Becak Tua, Merdeka Saat Bisa Makan Siang Nasi Telor

Senin, 17 Agustus 2020, 20:18 WIB
Pengayuh Becak Tua, Merdeka Saat Bisa Makan Siang Nasi Telor
Obet (kaos biru) dan Ani/RMOLLampung
OBET, saat perayaan HUT ke-75 RI, tetap setia menunggu penumpang becaknya rute Kampungsawah di Pasar Tanjungkarang, Kota Bandarlampung, Senin (17/8).

Ubaidillah (60), nama lengkapnya, melayani penumpang sejak remaja, 40 tahun lebih dengan rute yang sama: Pasar Bawah-Kampungsawah, Kecamatan Tanjungkarang Pusat.

Bagi bapak tujuh anak berdarah Timur Tengah ini, dia mengatakan baru merasa merdeka jika banyak yang memanfaatkan jasanya mengantarkan para penumpangnya.

Dari pagi hingga hampir pukul dua siang, belum ada satu pun penumpang yang memanfaatkan jasanya. “Sepi, apalagi musim corona ini,” kata kakek berjenggot putih itu lirih.

Bingung, tak keluar tak dapat uang, keluar hingga siang tak ada penumpang. Dia tambah bingung jika tak bawa uang pulang jelang sore. Malu dengan istri, ujarnya.

Tidak seperti dulu, katanya, penumpang ramai sehingga bisa membesarkan anak-anaknya yang kini sudah mandiri walau kehidupannya pun pas-pasan.

Lihat, katanya, sambil menunjuk sederet sepeda motor ojek dan bentor (becak motor) yang juga sepi penumpang di samping Pasar Swalayan Ramayana.

Obet yang setia dengan becaknya harus bersaing dengan kendaraan bermesin yang lebih cepat dengan harga yang hampir sama dengan jasa becaknya.

Dia tak makan siang jika tak ada penumpang yang memakai jasanya yang sekali kayuh Rp 10 ribu sampai Rp 20 ribu, tergantung keikhlasan penumpangnya.

Biasanya, dia makan siang pakai nasi telor Rp 10 ribu di Kios Rumah Makan Padang depan biasa tempat mangkalnya di pertigaan yang biasanya dijadikan tempat ngetem mobil mikrolet arah Telukbetung dan Pahoman.

Hingga pukul 02.00 WIB, Obet dan rekannya yang juga sama-sama mangkal, Ani (50), belum makan nasi telor atau nasi tempe.

Hebatnya, mereka tak mengeluh dan sabar. Keduanya tak menyalahkan banyaknya tukang ojek atau siapa pun. Mereka memilih bersabar ketimbang mengemis.

Betapa berartinya jika ada yang berbagi menggunakan jasanya. Mungkin, naik becak tak praktis lagi, tapi ada Obet dan Ani merajut kehidupannya di situ.

Bagi Obet dan Ani, dapat penumpang, merupakan sesuatu, anugerah setidaknya bisa makan siang dan membawa recehan ke rumah sore hari.

Setiap pagi, Obet dan Ani setia menunggu penumpangnya. Jika Obet selalu di pertigaan tempat ngetem mikrolet, Ani pagi di Pasar Tugu. Siang, dia baru ke Pasar Bawah.

Obet tinggal bersama istrinya menumpang di rumah sewaan sempit bersama salah seorang anaknya di Jalan Sam Ratulangi, Gang Satria 3, Penengahan.

Istrinya bersuku Jawa, Winarti namanya. Mereka menikah pada tahun 1989 dan dikaruniai tujuh anak (1 putra dan 6 putra). Mereka sudah mandiri walau pas-pasan.

Dia masih harus menanggung istrinya serta membantu listrik rumah yang disewa anaknya. Anak-anaknya yang lain rata-rata buruh.

Soal kesehatan, dia bersyukur soal ada fasilitas kesehatan dari pemerintah. “Selama corona ini, saya dapat batuan dua kali beras 10 kg dari pemerintah kota,” katanya.

Biasanya, jika normal, Obet bisa membawa pulang Rp 40 ribu sampai Rp 50 ribu.

Sama dengan Obet, Ani yang tinggal di Jalan Hayam Wuruk, Kampungsawah, juga memeroleh pendapatan sekitar itu.

Obet dan Ani entah sampai kapan bertahan dengan kendaraan tenaga nasi telor yang semakin lama semakin berkurang. Tetapi, mereka harus tetap mengayuh becaknya agar roda kehidupan bisa terus berputar.

Saya ajak mereka agar sedikit bisa tersenyum merasakan nikmatnya Hari Kemerdekaan RI dengan sebungkus nasi telor. Terima kasihnya berkali-kali dan saya cuma bisa tersenyum dari balik masker.

Dirgahayu ke-75 RI. Merdeka! rmol news logo article

Herman Batin Mangku
Pemimpin Redaksi Kantor Berita RMOLLampung

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA