Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Geliat Ekonomi Masyarakat NTB Pasca 2 Tahun Bencana Gempa

Rabu, 29 Juli 2020, 14:21 WIB
Geliat Ekonomi Masyarakat NTB Pasca 2 Tahun Bencana Gempa
Salah satu rumah yang rusak akibat Gempa di Lombok Utara dua tahun silam/Net
DUA tahun silam, tepatnya tanggal 29 Juli 2019 dan 5 Agustus 2018, wilayah Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat luluh lantak karena gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,0 Magnitudo dan gelombang tsunami.

Ratusan orang meninggal dunia dan ribuan rumah hancur lebur. Peristiwa ini menghilangkan nyawa sekitar 562 jiwa di 7 kabupaten/kota Provinsi NTB, dengan jumlah terbesar 469 jiwa di Kabupaten Lombok Utara.

Selain itu, tragedi ini juga menyebabkan 1.896 orang mengalami luka-luka dan 314.550 orang terpaksa harus mengungsi karena tidak memiliki tempat tinggal.

Saat itu, pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menaksir kerugian akibat gempa NTB sekitar Rp 5,88 Triliun dengan total kerusakan mencapai Rp 12,25 Triliun.

Dua tahun berlalu, bagaimana situasi pemulihan di NTB saat ini ?

Salah satu permasalahan pascabencana yang paling ditakutkan adalah dampak ekonominya. Ekonomi yang collapse akibat bencana akan berdampak pada lambannya pertumbuhan ekonomi sebuah daerah.

Hal tersebut terjadi karena pada dasarnya aktivitas ekonomi saling membutuhkan satu sama lain. Sektor konsumsi yang melemah, akan melumpuhkan sendi-sendi perekonomian lainnya.

Selain mental yang kuat serta persiapan secara finansial, masyarakat juga butuh akses perekonomian melalui infrastruktur yang memadai. Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam membangun perekonomian masyarakat pascabencana.

Pertama, menyediakan hunian masyarakat. Pemerintah wajib menyediakan kembali sarana tempat tinggal masyarakat yang hancur pascabencana agar masyarakat mampu memikirkan keberlangsungan hidupnya ke depan dengan lebih baik. Kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan prioritas bagi korban bencana.

Karena itu, pemerintah melalui BNPB menggelontorkan dana rekonstruksi pascabencana untuk membangun rumah penduduk dan fasilitas umum yang rusak di 7 kabupaten/kota di NTB mencapai Rp 5,795 Triliun dengan target pembangunan 226.204 rumah.

Hingga 20 Juli 2020 progres pembangunan rumah penduduk mencapai 94,48 persen atau 199.611 unit rumah dan 14.129 unit rumah masih dalam tahap proses pembangunan.

Kedua, pemberian bantuan permodalan. Warga atau masyarakat yang tidak memiliki cadangan finansial untuk menambal sejumlah aset yang rusak maupun hilang juga perlu mendapatkan bantuan kredit usaha lunak atau dana hibah untuk pengembangan kewirausahaan.

Dalam upaya ini, BNPB terlibat dalam melakukan pendampingan ekonomi terhadap masyarakat dengan menggandeng stakeholder setempat mulai dari kajian pengembangan komoditas lokal, pembentukan kelompok masyarakat, hingga pemberian dana stimulan untuk kelompok usaha.

Kegiatan pendampingan ekonomi ini menjadi penting karena pemerintah berkepentingan mengembalikan denyut nadi perekonomian masyarakat pascabencana.

Upaya yang dilakukan pada tahap ini mulai dari bantuan permodalan, kemudahan perizinan usaha, hingga pendampingan kelompok usaha bersama-sama stakeholder terkait lainnya.

Kelompok-kelompok usaha yang telah dilatih tersebut kemudian mulai didorong mengembangkan produk lokal untuk dipasarkan.

Hasilnya, beberapa produk telah dirintis masyarakat terdampak gempa NTB. Mulai dari produk olahan kopi, brown sugar, olahan mete, kerajian ketak dan tenun, madu, black garlic, hingga olahan coklat.

Produk-produk tersebut perlahan tapi pasti mulai mendapat tempat di pasaran hingga membuat omzet kelompok usaha semakin meningkat serta menggeliatkan ekonomi masyarakat NTB.

Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan III-2019 mencapai 6,26 persen dan menjadi yang tertinggi keempat dari 34 provinsi di Indonesia.

Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai kategori konstruksi sebesar 29,41 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar 10,64 persen.

Untuk pertumbuhan ekonomi NTB triwulan III-2019 dibanding tahun sebelumnya tumbuh sebesar 1,42 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh kategori industry pengolahan sebesar 56,31 persen. Dari sisi pengeluaran, komponen ekspor luar negeri mengalami pertumbuhan tertinggi sebear 16,34 persen.

Pandemik Covid-19

Belum selesai fase pemulihan pascabencana di NTB, awal tahun 2020 sebagian besar wilayah Indonesia dilanda wabah pandemik Covid-19. Wabah ini kemudian membuat sektor usaha dan produksi bergejolak.

Yang untung menjadi mujur, yang rugi jadi buntung.

Sektor usaha dan kemampuan adaptasi menjadi penentu untung rugi di masa pandemic ini. Mereka yang bergerak pada sektor industry jamu, alat kesehatan maupun farmasi menjadi primadona.

Selain itu, sektor jasa logistik, makanan dan minuman (pangan) juga menuai untung dalam pandemic ini.

Mereka yang telah bertransformasi dan terbiasa melakukan transaksi secara online baik melalui situs pribadi, marketplace, media sosial maupun aplikasi pesan antar lainnya mendapat berkah melimpah karena pelanggan sebagian besar mengurangi aktivitas untuk mendatangi lokasi toko atau usaha.

Sedangkan yang mengalami kerugian seperti masyarakat yang melakukan usaha pada sektor jasa, travel, toko kelontong, usaha rumahan, manufaktur, hingga perdagangan yang tidak dilakukan secara online.

Tak hanya itu, pandemik Covid-19 secara otomatis menurunkan omset UMKM-UMKM di NTB yang sedang dalam fase berkembang pascabencana.

Pada umumnya mereka mengalami kendala dalam hal akses pemasaran produk, sehingga mengakibatkan kemampuan produksi UMKM menurun, menurunnya omzet dan berimbas pada pengurangan karyawan serta kredit macet (kebangkrutan).

Namun, di masa pandemik geliat ekonomi rakyat tak sepenuhnya terhenti. Para pelaku usaha/UMKM mulai menemukan jalannya untuk bisa tetap hidup dan bertahan dengan berbagai cara.

Pertama, UMKM harus beradaptasi dan mengubah cara pemasaran produknya menggunakan sistem online atau digital dengan memanfaatkan teknologi informasi agar bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat.

Kedua, UMKM harus mulai berani melakukan inovasi-inovasi baru dengan menyesuaikan kebutuhan dan keinginan masyarakat.

Ketiga, menjalin kolaborasi seluas-luasnya. Tanpa bantuan pemerintah atau pihak lainnya, resiko gulung tikar pada UMKM semakin besar.

Saat ini berbagai platform e-Commerce telah menyediakan slot untuk UMKM dalam memasarkan produk-produknya dengan cakupan pelanggan yang lebih luas. Dengan begitu, potensi lakunya produk UMKM akan semakin besar.

Selain itu, yang tak kalah penting, intervensi pemerintah dan stakeholder terkait melalui insentif perpajakan bagi UMKM, relaksasi kredit, hingga stimulus pembiayaan bantuan modal akan sangat membantu UMKM untuk terus eksis.

Bencana dan pandemik memang meninggalkan banyak permasalahan, namun bangsa yang pintar akan selalu belajar dan mengambil hikmah atas peristiwa yang telah terjadi.rmol news logo article

Rifai
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana program Doktor Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya Malang

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA