Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kematian Egon Scotland Satu-satunya Kasus Kejahatan Perang Yugoslavia Terhadap Jurnalis Yang Berhasil Terungkap

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 27 Juli 2020, 06:17 WIB
Kematian Egon Scotland Satu-satunya Kasus Kejahatan Perang Yugoslavia Terhadap Jurnalis Yang Berhasil Terungkap
Jurnalis Jerman Egon Scotland /Net
rmol news logo Jurnalis asal Jerman ini tewas saat meliput Perang Balkan pada 26 Juli 1991. Ia ditembak oleh paramiliter Serbia di Kroasia, menjadikannya jurnalis yang terbunuh saat mencoba menceritakan bagaimana konflik mengubah hidup semua orang. Dan menjadi kasus kematian jurnalis satu-satunya pada Perang Yugoslavia yang dibawa ke pengadilan dan menghasilkan seorang terdakwa.

Ada banyak jurnalis yang juga terbunuh oleh paramiliter dalam Perang Yugoslavia. Namun, kasus mereka tidak pernah dibuka.

Di bulan-bulan awal perang, Egon Scotland bersama koleganya, Peter Wuest, seorang reporter radio, pergi dengan mobil ke kota Glina di Kroasia tengah. Mereka mencari beberapa wartawan, di antaranya dua dari Austria dan satu dari Jerman, yang diterjunkan ke lapangan tetapi tidak pernah terdengar lagi kabarnya.

Ketika mereka tiba di Desa Jukinac, mereka mendapat ancaman dari paramiliter Serbia. Padahal jelas, mobil yang mereka kendarai telah diberi lebel ‘Pers’.

Ancaman itu berubah menjadi serangan. Mereka menjadi sasaran pasukan yang dipimpin oleh komandan paramiliter Serbia Dragan Vasiljković (atau  Kapten Dragan).

Scotland ditembak di perut. Dia meninggal karena kehabisan darah di sebuah rumah sakit di Sisak.  Selain Scotland, warga sipil lainnya terbunuh dalam serangan yang sama.  

Scotland berada di Kroasia dalam serangkaian tugasnya melaporkan perang untuk surat kabar Jerman Sueddeutsche Zeitung dua minggu sebelum dia terbunuh. Sekitar 150 jurnalis dan pekerja media lainnya terbunuh selama dan sesaat setelah perang di negara bekas Yugoslavia.

Kematian Scotland menjadi bagian dari salah satu dakwaan kejahatan perang di mana akhirnya Kapten Dragan dinyatakan bersalah oleh pengadilan Kroasia.

Meski investigasi dan jalannya pengadilan begitu panjang, memakan waktu hingga belasan tahun, bahkan harus menghadirkan enam puluh saksi yang diinterogasi serta 40.000 halaman file arsip, akhirnya kasus Scotland bisa mengungkapkan kebenarannya dengan menghadirkan seorang terdakwa.

Pada 2017, Pengadilan Kroasia telah menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara bagi mantan komandan paramiliter Serbia, Dragan Vasiljkovic. Membutuhkan waktu hingga lebih dari 25 tahun untuk mendakwa Kapten Dragan itu.

Dragan dinyatakan bersalah atas dua tuduhan termasuk menyiksa dan memukuli tahanan. Ia juga memiliki kewarganegaraan ganda Serbia-Australia setelah pindah ke Australia pada usia 15 tahun.

Panel pengadilan tiga hakim Kroasia menyatakan Vasiljkovic bersalah atas dua dari tiga dakwaan, yang termasuk menyiksa dan memukuli polisi Kroasia dan pasukan militer yang dipenjara dan memerintahkan unit pasukan khusus yang terlibat dalam penghancuran desa-desa Kroasia.

Christiane Schloetzer, isteri almarhum Scotlandia mengatakan kepada kantor berita BIRN bahwa ia tidak peduli harus menempuh perjalanan panjang yang berliku selama belasan tahun untuk mengungkapkan kasus kematian suaminya.

"Jadi bagi saya, penting bahwa ada pengadilan. Bahkan setelah bertahun-tahun. Dan saya pikir harus meminta pertanggungjawaban penjahat perang, tidak peduli berapa tahun yang dibutuhkan. Ini penting untuk semua kasus kejahatan perang. Juga penting untuk kasus perang Yugoslavia," katanya.

Schloetzer mengaku telah cukup merasa lega, setidaknya keadilan harus ditegakkan. Ia mengatakan, sebelum konflik Yugoslavia dimulai, mereka semua tidak pernah mengira akan ada perang di Eropa.

"Kami adalah generasi yang lahir setelah Perang Dunia Kedua. Egon lahir pada tahun 1948, saya lahir pada tahun 1954. Kita tidak dapat membayangkan akan muncul sebuah perang di Eropa," kata Schloetzer.

Ia selalu mengenang tentang Yogoslavia sebagai tempatnya berlibur di masa kecil. Ia juga tidak akan pernah mengira, tempat indah liburannya itu justru menjadi sejarah kematian suaminya.

"Yugoslavia adalah negara tetangga, di mana saya sering menghabiskan liburan di sana,” ujarnya lirih.

Kantor berita BIRN menerbitkan seri Last Despatches yang mendokumentasikan beberapa reporter dan pekerja media lainnya yang terbunuh selama dan setelah perang 1990-an di Balkan.

Beberapa di antara mereka adalah warga asing yang datang ke wilayah itu untuk meliput konflik, tetapi sebagian besar dari mereka adalah reporter yang berasal dari negara yang bertikai.

Mereka ditembak saat sedang meliput dari garis depan, sementara yang lain ditembak di jalan-jalan menuju kota asalnya, atau dibunuh di kantor mereka sendiri. Di tengah histeria kerusuhan nasionalis, wartawan dipandang oleh beberapa pihak sebagai musuh yang melaporkan kebenaran yang tidak nyaman.

Sejauh ini, hanya satu orang yang dihukum karena bertanggung jawab atas semua pembunuhan ini, yaitu bos paramiliter Serbia, Dragan Vasiljkovic, alias atau orang mengenalnya sebagai Kapten Dragan.

Kurangnya keyakinan lain menunjukkan bahwa impunitas untuk kekerasan terhadap wartawan dan pekerja media lainnya telah berlangsung selama beberapa dekade setelah perang Balkan berakhir.

Seri Last Despatches juga menceritakan kisah-kisah dari beberapa wartawan yang tewas, dan menyoroti bagaimana upaya keadilan atas kematian mereka yang hingga kini masih terus diperjuangkan.

Investigasi banyak mengalami kebuntuan terutama karena adanya kelalaian, atau dipandang sebagai kasus yang tidak cukup bukti, dan ada juga yang terbentur karena memiliki koneksi ke tingkat tertinggi. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA