Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Otsus Papua Versi Jakarta Harus Ditolak

Sabtu, 18 Juli 2020, 20:18 WIB
Otsus Papua Versi Jakarta Harus Ditolak
Anggota DPR RI asal Papua, Willem Wandik/Net
DALAM Sidang Paripurna Penutupan Masa Sidang ke IV DPR RI, kami menyampaikan keprihatinan bahwa otonomi khusus (Otsus) Papua yang masuk ke dalam urutan ke 42 daftar Rancangan Undang Undang (RUU) Prioritas Prolegnas 2020, justru menjadi RUU inisiatif Pemerintah/Eksekutif.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Padahal di Parlemen Republik Indonesia ada 13 perwakilan DPR RI yang berasal Papua dan Papua Barat dan juga 8 perwakilan senator DPD RI yang juga dari Papua dan Papua Barat.

Kami secara pribadi telah menyuarakan subtansi perubahan Otsus Papua sejak dilantik pada periode 2014 yang lalu, dan menolak jika rumusan rancangan RUU Otsus ini tidak didasarkan pada perubahan yang mendasar tentang pengakuan negara atas sejarah Tanah Papua.

Kedaulatan politik orang-orang Papua dalam menentukan visi pembangunan, bukan sekadar menjalankan order penguasa dan titipan bisnis pembangunan/investasi. 

Selain itu, tuntutan hukum atas setiap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di atas Tanah Papua, kebebasan berorganisasi dan menyatakan pendapat yang tidak boleh di kriminalisasi.

Orang Papua juga juga harus mendapatkan kedaulatan penuh mengelola sumber daya alam di Tanah papua, bukan menjadi koloni eksploitasi SDA. Dan masih banyak lagi substansi-substansi yang lainnya..

Namun, aspirasi ini tertolak secara sistematis, karena tim perumus RUU Otsus Papua justru dikarantina menjauh dari perwakilan dan representasi politik Tanah Papua di Parlemen.

Saat ini rumusan RUU Otsus Papua tidak ubahnya seperti Rancangan Undang Undang "permainan petak umpet". Orang orang Papua yang memiliki hak kesulungan atas RUU ini, justru berperan hanya sebatas penonton, bukan sebagai pemain yang menentukan substansi apa yang akan di tuangkan kedalam Rancangan Undang Undang ini.. 

Mencermati perkembangan terkini situasi di Tanah Papua, kami sangat menyayangkan narasi Kapolda Papua yang memberikan perintah tidak boleh ada aksi kampanye menolak Otsus.

Tindakan itu merupakan cara otoriter mengendalikan demokrasi di Tanah Papua. Hal ini sekali lagi membuktikan bahwa pendekatan tangan besi selalu menjadi opsi organ pengamanan mereaksi terhadap tuntutan masyarakat di Tanah Papua.

Tidak ada hak bagi Kapolda untuk melarang setiap aktivitas demokratis masyarakat. Perintah Konstitusi tertinggi dalam UUD 1945 lebih kuat, dibandingkan perintah larangan Kapolda.

Kapolda dan semua unsur masyarakat harusnya hanya patuh terhadap norma hukum yang diatur dalam konstitusi tertulis di negara ini.

Kami menolak Otsus yang didesain berdasarkan kepentingan sepihak Jakarta, tanpa mendengarkan substansi perubahan pasal yang diinginkan oleh Masyarakat Papua.

Sikap politik ini  merupakan kewajiban konstitusional. Sedangkan larangan Kapolda merupakan bentuk pembangkangan terhadap perintah konstitusi, dimana rakyat berhak berpartisipasi dalam menentukan UU yang nantinya akan berdampak bagi keberlangsungan hidup mereka.

Rakyat berdaulat menentukan rancangan Otsus Papua, dan bukan didasarkan pada perintah Kapolda.rmol news logo article

Willem Wandik
Penulis adalah anggota DPR RI Asal Papua, Waketum Partai Demokrat dan Ketua Umum DPP GAMKI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA