Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Presiden Perintahkan Extraordinary, Menteri Wajib Kesampingkan Undang-Undang?

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/hendra-j-kede-5'>HENDRA J. KEDE</a>
OLEH: HENDRA J. KEDE
  • Kamis, 16 Juli 2020, 10:13 WIB
Presiden Perintahkan <i>Extraordinary</i>, Menteri Wajib Kesampingkan Undang-Undang?
Presiden Joko Widodo saat memimpin sidang kabinet paripurna perdana Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta pada 24 Oktober 2019/Net
BANDUNG lautan api. Semua yang ada dibakar, apapun, tanpa kecuali. Rakyat mengungsi meninggalkan harta benda yang sudah dilahap si jago merah, berkorban demi kepentingan yang lebih besar, kemerdekaan, demi kemenangan dari musuh yang datang menyerang.

Itulah Jiwa patriotik generasi awal negara besar Indonesia yang melahirkan lagu wajib, "Halo Halo Bandung". Apapun dikorbankan demi mempertahankan bangsa dan negara yang merdeka dari serangan musuh. Nanti direbut dan dibangun kembali, setelah musuh berhasil dilumpuhkan.

*

Virus Corona menyerang negeri, kemerdekaan warga negara terenggut, ekonomi diambang resesi, generasi muda tidak optimal mendapat pendidikan.

Pengorbanan seperti apa yang layak kita diberikan sebagai anak negeri untuk menaklukan musuh bernama Virus Corona ini?

Bisakah generasi kita mewarisi jiwa patriotik generasi Halo Halo Bandung yang mengorbankan segala sesuatu demi menaklukan musuh yang datang menyerang Kota Periangan, agar setelah kemenangan diraih, kita bisa kembali membangun Indonesia yang lebih besar, sebagai warisan terbaik untuk anak cucu?

Semisal, berkorban data pribadinya dibuka demi melindungi masyarakat dari serangan Virus Corona dan mengendalikan dampak serangan Virus Corona pada sektor strategis lainnya?

*

Presiden Jokowi telah mengeluarkan pernyataan resmi terbaru di hadapan sidang kabinet pertengahan Juni 2020 kemaren untuk dipedomani dan ditindaklanjuti oleh Menteri dan seluruh pembantu Presiden sebagai upaya memenangkan pertempuran melawan serangan Virus Corona.

Arahan dan pernyataan Presiden tersebut dapat dipandang sebagai perintah Top Order yang sekaligus menunjukan level keseriusan dan kegawatan serangan Virus Corona dan besarnya dampak serangan tersebut pada berbagai sektor lain. Level serangan yang sangat mempengaruhi kehidupan rakyat, bangsa, dan negara secara signifikan.

Presiden Jokowi bahkan secara jelas dan tegas memerintahkan untuk mengubah chanel dari chanel ordinary ke chanel extraordinary, baik dalam berfikir, merumuskan rancangan kebijakan, maupun dalam bertindak.

Presiden Jokowi bahkan menyatakan akan menggunakan segala kewenangan konstitusional yang dimilikinya untuk menjalankan chanel extraordinary ini, termasuk mengubah Undang-Undang melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu), jika itu memang diperlukan.

*

Penulis memaknai pernyataan dan arahan Presiden tersebut bahwa mulai saat itu, Menteri dan Pemimpin Lembaga lain haruslah hanya fokus pada Hukum Tertinggi dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.

Menteri dan seluruh pembantu Presiden yang lain diijinkan untuk berfikir dan merencanakan tindakan diluar ketentuan Undang Undang dan hukum positif yang berlaku saat ini.

Menteri dan seluruh pembantu Presiden tidak boleh lagi berfikir dan mengatakan bahwa bahwa sebuah rencana kebijakan tidak bisa dirumuskan karena berpotensi melanggar Undang Undang ini dan Undang Undang itu, tidak boleh lagi seperti itu, atau itu akan dipandang sebagai pembangkangan terhadap Presiden.

Menteri dan seluruh pembantu Presiden yang lain hanya boleh fokus pada dua hal, yaitu:

Pertama, Hukum Tertinggi yang berbunyi Salus populi suprema lex esto, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.

Bahkan azaz hukum ini bermakna bahwa melindungi keselamatan rakyat itu hukumnya lebih tinggi dari Konstitusi sekali pun, dengan kata lain sepanjang itu terkait perlindungan terhadap keselamatan rakyat, maka segala norma hukum positif yang ada dapat dikesampingkan.

Kedua, UUD NRI 1945. Menteri dan pembantu Presiden hanya boleh berpedoman pada ketentuan-ketentuan dalam UUD NRI 1945.

Hal ini tidak lepas dari fakta hukum bahwa Presiden memiliki kewenangan konstitusional untuk membatalkan dan membuat aturan hukum apapun sepanjang aturan hukum tersebut berada dibawah UUD NRI 1945, semisal melalui menerbitkan Perpu.

*

Lantas bagaimana pola berpikir dan pola bekerja Menteri dan pembantu presiden lainnya pasca arahan Presiden untuk pindah ke chanel extraordinary tersebut?

Penulis memahami arahan Presiden Jokowi tersebut bahwa Menteri dan seluruh pembantu Presiden harus fokus untuk merumuskan rancangan langkah kebijakan yang dipandang akan memiliki dampak luas pada perlindungan masyarakat, bangsa, dan negara dari serangan Virus Corona dan segala dampaknya pada berbagai sektor, tanpa terbebani oleh aturan-aturan perundang undangan dan hukum positif yang ada yang sedang berlaku saat ini.

Fokus untuk merumuskan langkah kebijakan yang memiliki peluang terbesar untuk mengendalikan penyebaran serangan Virus Corona tanpa dibebani untuk mempertimbangkan norma-norma hukum positif yang ada sepanjang norma hukum tersebut masih dibawah konstitusi.

Fokus merumuskan langkah kebijakan yang memiliki peluang terbesar untuk mengendalikan dampak serangan Virus Corona ini terhadap sektor-sektor sangat strategis dan sektor strategis, baik di bidang pokitik, ekonomi, sosial, budaya tanpa dibebani untuk mempertimbangkan norma-norma hukum positif yang ada sepanjang norma hukum tersebut masih dibawah konstitusi.

Setelah rumusan langkah kebijakan tersebut dirumuskan, baru lah para Menteri dan pembantu Presiden lainnya menyisir norma hukum positif mana saja yang sesuai dan tidak sesuai dengan rumusan langkah yang akan diambil tersebut.

Norma hukum yang tidak sesuai dapat diubah sesuai dengan langkah yang akan diambil.

Untuk mengubah norma hukum positif yang bertentangan dengan langkah yang akan diambil, bahkan Presiden berkenan mengeluarkan Perpu sekali pun.

*

Pejabat pertama, sepanjang pengetahuan penulis, yang sudah diketahui publik menjalankan pola sesuai arahan Presiden tersebut adalah Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letjen Doni Monardo.

Penulis kutipkan pernyataan Ketua Gugus Tugas tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VIII DPR RI pada 13 Juli 2020 lalu yang dimuat beberapa media:

"Terkait dengan data pasien, ini UU tidak izinkan data pasien dipublikasikan. Tetapi apabila data tentang siapa yang tertular Covid-19 bisa diketahui lingkungan sekitarnya akan sangat membantu sehingga masyarakat bisa menghindar."

"Bukan mau menstigma negatif. Sekarang ini tidak ada rasanya yang anggap orang kena Covid-19 itu aib karena semua bisa kena. Terakhir pimpinan negara besar juga kena Covid."

Melalui pernyataan tersebut, penulis memahami, setidaknya Ketua Gugus Tugas sudah memindahkan penanganan Covid-19 ke chanel extraordinary sebagaimana diamanahkan Presiden, fokus pada Hukum Tertinggi dan Konstitusi.

Akan sangat bagus sekali jika Ketua Gugus Tugas segera menyampaikan rumusan rencana tersebut secara lengkap kepada publik dan Presiden, sekaligus mengusulkan dan menyampaikan kepada Presiden Rancangan Perpu untuk memayungi dan mendukung langkah yang akan diambil tersebut.

Hal ini perlu karena arahan Presiden, sepanjang pemahaman penulis, hanya meminta Menteri dan Pembantu Presiden laiinya untuk mengesampingkan norma hukum positif sepanjang pada tahap perumusan rencana kebijakan.

Namun pada tahap pelaksanaan tetap harus sesuai hukum positif, walaupun hukum positif tersebut dilahirkan melalui mekanisme Perpu, dan disesuaikan dengan kebijakan yang akan diambil.

*

Ada yang bertanya, bagaimana pandangan penulis dengan arahan Presiden untuk pindah ke chanel extraordinary dan pernyataan Ketua Gugus Tugas diatas?

Penulis sepenuhnya sependapat dengan Presiden. Dan penulis sudah membuat puluhan tulisan yang mirip dengan pandangan Ketua Gugus Tugas diatas.

Namun tentu perlu pengaturan lebih detail terkait usulan Ketua Gugus Tugas yang masih bersifat umum tersebut. Perlu juga melakukan langkah-langkah strategis untuk mempersiapkan masyarakat.

Misal, perlu dilakukan usaha mengubah persepsi masyarakat secara masif, bahwa kalau anggota masyarakat menjaga jarak dan menjaga interaksi dengan pasien positif Corona dan keluarganya, itu bukanlah tindakan mengucilkan, tetapi tindakan mematuhi protokol kesehatan. Toh tidak ada persoalan moralitas yang merupakan aib yang menyertai Virus Corona sebagaimanab Virus HIV?

Misal, perlu diatur lebih mendetail, data pasien yang dibuka itu apakah dipublikasi melalui media? Apa perlunya orang Aceh mengetahu data pasien positif Corona yang di Papua? Apakah tidak sebaiknya data itu dibuka hanya kepada lingkungan yang potensial interaksinya dengan pasien tinggi?

Misal, perlu dikeluarkan Surat Keputusan Ketua Gugue Tugas mengkonsolidasikan Pejabat Pengelola Informasi (PPID) seluruh Kementerian dan Lembaga, termasuk Pemda, sepanjang terkait informasi penanganan Virus Corona, berada dalam satu jalur komando dan koordinasi, yaitu komando dan koordinasi Gugus Tugas (penulis sudah menuliskan ini dan dipublikasikan beberapa media juga).

*

Menurut hemat penulis, kemampuan Menteri dan Para Pembantu Presiden layak dinilai oleh Presiden dari sisi ini, kemampuan mengubah cara berfikir dan bekerja di chanel extraordinary.

Semoga bangsa dan negara kita tercinta, Indonesia, segera kembali pulih seperti sedua kala, dan menatap masa depan menuju negara bangsa terdepan di dunia, amiin. rmol news logo article

Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA