Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Politik Hukum Haluan Ideologi Pancasila Perspektif Negara Hukum

Minggu, 12 Juli 2020, 21:04 WIB
Politik Hukum Haluan Ideologi Pancasila Perspektif Negara Hukum
Ilustrasi/Net
INDONESIA adalah nama suatu negara yang terdiri dari kumpulan berbagai etnik suku, ras, dan agama demi kesatuan dan persatuannya membentuk satu sistem kesatuannya yang beraneka ragam, meniadakan perbedaannya dengan Iieologi Pancasila sebagai manusia yang berketuhanan, manusia berkemanusiaan, manusia yang mempersatukan manusia akan cita-cita kemanusaiaannya, manusia yang bercakap dan dengar dengan manusia lainnya, cerminan diri dan manusia yang berkeadilan akan sesamanya. Pancasila itulah yang mengikatnya menjadi manusia seutuhnya (Filsafat Hukum Refleksi kritis terhadap hukum dan Hukum Indonesia hal 392).

Landasan dari suatu negara dapat mewujutkan cita-cita bangsanya, yaitu melalui perangkat hukumnya dan dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam menjalankan roda pemerintahannya, negara hukum berpedoman segala kekuasaan di dalam negara dijalankan berdasarkan hukum yang berlaku.

Pancasila sebagai dasar pembentukan dan pengembangan hukum (staats fundamental norm), terdapat fungsi kualitatif dan fungsi regulative, fungsi kualitatif merupakan pemahaman yang mendalam berdasarkan pada filsafat positif serta fungsi regulative sebagai dasar pembentukkan dari undang-undang yang implikasinya adalah semua materi yang termuat dalam segala peraturan perundang-undangan  berdasarkan pada nilai yang terkandung di dalam Pancasila.

Norma hukum disebut yang terbentuk di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan norma dasar, sebagai norma tertinggi Pancasila menjadi dasar pembentukan segala norma hukum di bawahnya mencakup konstitusi sebagai norma hukum di bawah norma dasar yang dalam ilmu hukum disebut grand norm dijabarkan secara konsisten dan koheren di dalam konstitusi negara terperinci di dalam pasal-pasal UUD 1945 (Lembaga Ketahanan Republik Indonesia, Nilai-nilai Kebangsaan yang bersumber dari UUD NRI 1945, Jakarta: Kedeputian Bidang Pemantapan Nila-Nilai Kebangsaan Lemhanas RI, 2015, hlm 47).

UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara dalam pembukaannya mengandung cita-cita, suasana kebatinan (geistlichen hintergrund), dan hukum dasar (droit constitutionnel) bangsa Indonesia dan mengandung nilai luhur bangsa yang bersumber dari dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

Fenomena yang muncul belakangan ini menjadikan Pancasila menjadi Trisila yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan yang berkebudayaan, diperas lagi menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong, pertanyaannya adalah apakah Ketuhanan yang maha Esa bisa sirna begitu saja?

Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan dan Tuhan adalah satu-satunya yang Pencipta (Khaliq) baik di bumi maupun di langit sebagaimana tercantum dalam QS An Nissa (4): 78 yang menyebutkan “katakanlah segala sesuatu itu dari Allah”. Hanya dua ada keberadaan di alam ini, keberadaan Tuhan sebagai Pencipta dan keberadaan manusia sebagai ciptaannya.

Cara manusia mengetahui keberadaan dirinya bisa dilakukan dengan dua cara, yakni dengan melihat yang satu dalam yang banyak dan melihat yang banyak dalam yang satu, artinya manusia berfikir dengan cara melihat manusia sebagai bagian dari alam semesta, melihat yang banyak dalam yang satu cara manusia berfikir dengan cara melihat ke dalam dirinya, bahwasanya segala sesuatu yang ada di alam semesta itu ada dalam diri manusia (Adelbert Snijders, Antropologi filsafat: Manusia, Paradoks dan seruan).

Manusia tidak bisa dipisahkan dari nilai Ketuhanan manusia selalu mencari kebenaran, bangsa Indonesia adalah bangsa yang religi yang menganut 5 Agama yang diakui oleh negara yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha, nilai Ketuhanan tidak akan sirna dalam jiwa bangsa Indonesia.

Kegaduhan yang terjadi saat ini munculnya polemik baru menyoroti ada konsep Trisila dan Ekasila dalam salah satu pasal pada RUU HIP kedua konsep tersebut termaktub dalam bab II. 1. Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip Ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/ demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan. 2. Ciri pokok Pancasila berupa Trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta Ketuhanan yang berkebudayaan. 3. Trisila sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong (Kompas.com Senin 15 juni 2020).

Mengubah atau memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila merupakan pengkhinatan terhadap Ideologi Negara, Pancasila sebagai dasar fundamental harus dilihat dalam satu kesatuan utuh yang tidak boleh terpisahkan.

Ciri dari suatu negara hukum adalah asas legalitas setiap tindakkan atau perbuatan penguasa harus berdasarkan hukum yang berlaku, RUU HIP yang gaduh di publik adalah atas inisiatif DPR RI produk hukum lebih banyak diwarnai oleh kepentingan politik pemegang kekuasaan dominan, hukum tidak steril dari subsistem kemasyarakatan lainnya.

Politik kerap kali melakukan intervensi atas pembuatan dan pelaksanaan hukum sehingga muncul pertanyaan tentang subsistem mana antara hukum dan politik yang dalam kenyataannya lebih suprematif.

Situasi dan kondisi Indonesia saat ini dengan menggunakan asumsi bahwa hukum merupakan produk politik yang pada awalnya Pendirian BPIP (Badan Pembina Ideologi Pancasila) berdasarkan Perpres 7/2018 Lembaga yang berada di bawah Presiden, yang memiliki tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan Ideologi Pancasila, melaksanakan kordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan penyusunan standarisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, organisasi sosial politik, komponen masyarakat lainnya.

BPIP merupakan revitalisasi dari Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Pelaksanaan pendidikan Pancasila dihidupkan kembali pada sekolah SMP, SMA, perguruan tinggi sepertihalnya yang pernah dilaksanakan oleh BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila). Alasannya saat ini banyak anak sekolah mulai SD sampai perguruan tinggi tidak mengenal Pancasila bahkan sila-sila dalam Pancasila tidak hapal.

Kesimpulan

1. Pendidikan Pancasila diaktifkan kembali sehingga Pancasila tidak sekadar lip service, benar-benar dihayati dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila.

2. RUU HIP sebaiknya dibatalkan, BPIP dibentuk tetap berdasarkan Perpres, jika dibentuk berdasarkan undang-undang, maka akan sulit dibatalkan jika pergantian rezim tidak berkenan dengan BPIP, seperti halnya dengan BP7 dengan pergantian rezim sudah tidak diberlakukan lagi. rmol news logo article

Prihatin Kusdini
Pascasarjana Doktor Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA