Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Inovasi Eucalyptus Vs Keraguan Ilmiah

Rabu, 08 Juli 2020, 06:26 WIB
Inovasi Eucalyptus Vs Keraguan Ilmiah
Gurubesar FK Unair/Net
RIBUT, karena eucalyptus (tanaman kayu putih) digunakan mencegah dan mengurangi gejala-gejala Covid-19. Arang batok kelapa ditujukan untuk maksud yang sama pun ribut.

Terlebih ketika arang batok kelapa sengaja dibakar, uapnya diembunkan dan diolah sedemikian rupa, sehingga menjadi minuman yang bisa dikonsumsi. Kepala Staf Angkatan Darat Jendral Andika Perkasa diberitakan memesan 2.100 botol guna mengelola Covid-19 (Trans7).

Tak ada “satu pun” anggota dari beberapa group WhatsApp (WA) medis yang berani setuju. Bila ada satu yang mendukung, pasti siap digempur dan di-bully oleh seluruh anggota group. Mengenaskan!

Berbeda jika remdesivir diumumkan sebagai obat atasi Covid-19. Disahkan oleh Food Drug Administration (FDA), Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (AS). FDA memastikan remdesivir sebagai obat yang bisa digunakan untuk pasien SARS-CoV-2 (2 Mei 2020). Gilead sebagai produsen remdesivir telah mendapatkan ijin untuk memproduksinya secara luas.

Remdesivir memang pernah diujicobakan secara klinis untuk 1.063 penderita. Uji coba dilakukan oleh Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID). Namun Stuart Tangye, profesor yang pakar imunologi dari Garvan Institute of Medical Research New South Wales mengatakan, tidak adanya penurunan drastis tingkat kematian di AS menunjukkan obat ini tidak akan secara dramatis meningkatkan pengobatan Covid-19.

Data jumlah kasus total di AS sebanyak 2,983,142, Worldmeter 6 Juli 2020. Jumlah ini tetap menempati urutan teratas di seluruh dunia, paling tidak sejak obat itu diijinkan produksi secara luas.

"Jika obat ini benar-benar memiliki efek, seharusnya diterjemahkan ke dalam jumlah kematian yang lebih sedikit, menurunnya kasus yang parah. Itu semua tidak terlihat," lanjutnya.

Remdesivir adalah obat antivirus spektrum luas yang dirancang untuk menonaktifkan mekanisme virus dalam mereplikasi diri, termasuk virus corona.

"Secara perinsip remdesivir meniru materi genetika virus itu," jelas Sharon Lewin, pakar penyakit menular dan direktur Doherty Institute di Melbourne.

"Pada waktu virus mencoba mereplikasi diri, mereka justru menggunakan obat yang diberikan, bukan menggunakan bangunan genetikanya, sehingga proses replikasi bisa gagal," tegasnya.

Uji coba awal penggunaan remdesivir dikritik karena tidak melihat secara pasti apakah kesembuhan pasien disebabkan obat ini atau karena kondisi pasien memang membaik.

Remdesivir tidak menunjukkan waktu pemulihan pasien yang signifikan. Bukti ini ditunjukkan oleh hasil ujicoba di China. Para ilmuwan China mempublikasikan temuan mereka dalam jurnal medis The Lancet pada akhir April 2020.

Bagaimana Eucalyptus?


Eucalyptus mengandung senyawa aktif, di antaranya 1,8-cineole atau disebut eucalyptol yang mampu menghadang main protein (protein inti) virus. Ini membuat proses replikasi virus terhambat.

Beberapa penelitian ilmiah telah dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) di antaranya;

Pertama, melakukan penelitian eksplorasi senyawa aktif pada beberapa tanaman potensial di antaranya eucalyptus, serehwangi, jeruk, manggis, jahe, dan teh. Balitbangtan melakukan pengembangan teknologi ekstraksi dan distilasi senyawa aktif termasuk 1,8-cineole.

Kedua, pengujian kemampuan antivirus senyawa  aktif secara invitro, dan docking (ikatan) molekuler. Laboratorium yang digunakan sudah memiliki sertifikat Biosavety level 3 (BSL3). Senyawa aktif termasuk eucalyptol diujikan terhadap beberapa tipe virus corona seperti Avian Influenza/H5N1, Beta Corona, dan Gamma Corona.

SARSCov-2 penyebab Covid-19 termasuk dalam virus Beta Corona. Dari pengujian diperoleh hasil eucalyptol bisa membunuh virus 80 hingga 100 persen. Eucalyptol juga dapat berinteraksi dengan reseptor ion (transient receptor potential ion channel) yang dimiliki sel-sel saluran pernafasan.

Ketiga, melakukan pengembangan produk berbasis eucalyptus menggunakan teknologi nano. Pengembangan ini menghasilkan beberapa varian produk yaitu; inhaler, roll on, balsem, aroma terapi dan kalung eucalyptus.

Namun begitu eucalyptus belum bisa disebut obat, juga bukan vaksin Covid-19. Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) memasukkannya dalam kategori jamu. Ia digunakan sebagai upaya pencegahan Covid-19 dan untuk mengurangi gejala-gejalanya.

Agar eucalyptus bisa dikategorikan sebagai obat Covid-19, perlu beberapa tahapan pengujian seperti; uji praklinis, uji klinis. Untuk melakukan beberapa uji tersebut perlu melibatkan pakar medis (dokter) yang kompeten.

Dalam mengembangkan peran eucalyptus atasi Covid-19 Balitbangtan bekerja sama dengan Rusia (Aptar Pharma) dan Jepang (Kobayashi)

Apa itu Ilmiah?


Perjalanan scientific atau ilmiah, merangkai sekian tahapan panjang. Riwayat singkatnya dimulai sejak terjadi pertentangan antara agamawan (gereja Katolik Roma) dengan para ilmuwan. Pihak agamawan, sesuai informasi kitab suci mereka, menyebut bahwa matahari mengelilingi bumi (geocentric).

Sedangkan ilmuwan menemukan bukti, melalui fakta empiris dan perhitungan matematis matahari adalah pusat tata surya (heliocentric). Fakta yang bertentangan dengan pihak gereja ini dimulai sejak Nicolaus Copernicus, dilanjutkan Johannes Kepler dan dipopulerkan secara frontal oleh Galileo Galilei. Sayangnya ilmuwan Italia ini, Galileo Galilei harus menerima hukuman berat dari pihak agamawan gereja.

Atas dasar itu, seorang ahli hukum dan filusof Inggris terkenal Francis Bacon mencoba mencari solusi. Agamawan hendaknya mengurusi agama, sedangkan ilmuwan silakan bekerja sesuai dengan fakta empiris. Sejak saat itu agama (Katolik Roma) memiliki jalan terpisah dengan ilmu.

Fakta empiris sesuai yang dimaksud Bacon dibuatkan satu set metode oleh seorang tokoh; filusuf, ahli matematik dan ahli fisika Sir Isaac Newton. Metode Newton terkenal dengan nama scientific method (metode sains metode ilmiah).

Segala macam pengetahuan, fisika dan non fisika termasuk medis dan farmasi (kedokteran dan obat-obatan) harus menggunakan metode itu agar pengetahuan yang dipereoleh bisa disebut scientific knowledge, ilmu pengetahuan,  disingkat science/sains.

Metode sains telah dijadikan alat ukur ilmiah sejak abad 17. Menjelang abad 20, Einstein mengemukakan formula ‘ajaib’nya.
Ia menemukan rumus E = mC2 yang belum pernah sekali pun menggunakan uji laboratorium sebagaimana salah satu syarat umum metode ilmiah.

Walau tidak melalui metode ilmiah, rumus Einstein sangat terkenal berkat ujicoba Oppenheimer, ahli Fisika AS yang berhasil mengembangkan bom atom. Itu diujicobakan di Nagasaki dan Hiroshima Jepang pada perang dunia ke-2. Oppenheimer menggunakan rumus Einstein.  

Sayangnya meskipun tidak menggunakan metode ilmiah, formula Einstein menjadi rumus ‘ajaib’ yang belum pernah diungguli oleh ilmuwan dunia. Materi dasar virus ribonucleic acid (RNA) merupakan salah satu contoh aplikasi formula Einstein.

Eucalyptus dan Remdesivir


Dari sisi obyektif, perlakuan ilmiah kepada eucalyptus dan remdesivir sebenarnya sejalan. Bedanya remdesivir dilakukan ilmuwan luar negeri sedangkan eucalyptus diteliti oleh ilmuwan lokal. Selanjutnya, alasan ilmiah bukan satu-satunya jalan untuk memastikan hasil temuan pasti bernilai tinggi, remdesivir tidak mampu membuktikan.

Sedangkan formula Einstein meskipun ditemukan tidak melalui metode ilmiah (ia dibuat melalui jalur fisika teori, hasil perhitungan, corat-coret di papan tulis) menempati urutan teratas ilmu, sampai detik ini.

Belajar dari keraguan ilmiah eucalyptus semoga kita berkenan menghormati ilmuwan lokal, sambil bersabar menahan tuduhan bukan ilmiah padahal sudah dilakukan sesuai metode sains! rmol news logo article

Abdurachman

Gurubesar FK Unair, Past President of Indonesia Anatomists Association (IAA), Past President APICA-6, Executive Board Member of APICA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA