Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

ANALISIS INTELIJEN

Dukungan Kolombia Dan Brazil Atas Intervensi AS Terhadap Venezuela Dan Dampaknya Bagi Indonesia

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/adipati-karnawijaya-5'>ADIPATI KARNAWIJAYA</a>
OLEH: ADIPATI KARNAWIJAYA
  • Senin, 15 Juni 2020, 20:37 WIB
Dukungan Kolombia Dan Brazil Atas Intervensi AS Terhadap Venezuela Dan Dampaknya Bagi Indonesia
Presiden Nicolas Maduro dilantik sebagai Presiden Venezuela tak lama setelah kembali memenangkan Pilpres 2018/Net
KETEGANGAN politik dalam negeri Venezuela mengalami peningkatan saat Juan Guaido, pemimpin oposisi Pemerintahan Presiden Nicolas Maduro menyatakan sebagai Presiden Interim Venezuela yang sah pada Januari 2019.

Langkah tersebut didasari atas tuduhan kecurangan yang dilakukan oleh Presiden Maduro pada Pilpres Venezuela tahun 2018.

Kecurigaan tersebut tidak terlepas dari pembentukan Majelis Konstituen pada Agustus 2017, dimana Kewenangan majelis tersebut dapat menggantikan parlemen di bawah Majelis Nasional yang saat itu dikuasai oposisi Pemerintah Venezuela serta pelaksanaan Pilpres yang dipercepat dari jadwal yang awalnya direncanakan akan digelar pada Desember 2018, dipercepat menjadi 22 April hingga 22 Mei 2018.

Selain itu, Dewan Pemilihan Nasional Venezuela (CNE), yang bertugas mengawasi pemilihan di Venezuela juga di klaim tidak bertugas dengan semestinya karena dikendalikan oleh simpatisan Maduro.

Berbagai kejanggalan tersebut sempat mendapat kritikan dari Negara-negara seperti AS, Australia, hingga organisasi internasional mulai dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa, hingga Organisasi Negara Amerika terkait keraguan atas keabsahan Pilpres tersebut, namun Presiden Maduro tetap disumpah kembali untuk kembali menjadi Presiden Venezuela pada 10 Januari 2019, sehingga memicu berbagai aksi protes di seluruh wilayah Venezuela yang disertai jatuhnya banyak korban dari masa anti-Pemerintahan Presiden Maduro.

Perebutan kekuasaan tersebut disinyalir sebagai salah satu faktor pendorong bagi AS untuk melakukan intervensi terhadap politik dalam negeri Venezuela. hal ini ditandai dengan adanya pernyataan sikap AS pada 24 Januari 2019, dimana Pemerintahan Presiden Donald Trump mendesak negara-negara lain supaya mengikuti jejak AS untuk mendukung Juan Guaido sebagai Presiden Interim Venezuela yang sah, serta menjanjikan akan menggunakan seluruh kekuatan ekonomi dan diplomatik AS untuk memulihkan demokrasi di Venezuela.

Pemerintahan Presiden Trump juga dinilai semakin aktif dalam memberikan tekanan terhadap Pemerintahan Presiden Moduro, setelah Juan Guaido memplokamirkan diri sebagai Presiden Interim Venezuela yang sah.

Situasi tersebut terlihat dari berbagai sanksi ekonomi maupun politik AS terhadap Venezuela yang diuraikan sebagai berikut.

1. Pada 28 Januari 2019, 5 hari setelah proklamasi diri Juan Guaido sebagai Presiden Interim Venezuela dan pengakuan langsung oleh Presiden Donald Trump, AS mengeluarkan perintah eksekutif No. 13850 yang berfokus pada PDVSA dan Bank Sentral Venezuela, dimana semua aset PDVSA yang berada dibawah yurisdiksi AS diblokir dan, secara umum, orang-orang di AS dilarang bertransaksi dengan kedua perusahaan tersebut.

2. Pada 5 Agustus 2019, AS mengeluarkan perintah eksekutif No. 13884 untuk menyita semua aset Venezuela di AS, termasuk CITGO, Perusahaan yang mengelola kilang minyak Venezuela yang berafiliasi dengan perusahaan minyak di Amerika Serikat.

3. Pada 4 Desember 2019, 15 dari 19 negara anggota Perjanjian Timbal Balik Antar-Amerika (Tratado Interamericano Reciproca/ TIAR) yaitu AS, Argentina, Brazil, Chili, El Salvador, Guatemala, Haiti, Honduras, Kolombia, Kosta Rika, Paraguay, Peru, Republik Dominika dan perwakilan oposisi Pemerintah Venezuela menyepakati pencekalan berupa larangan masuk dan transit terhadap 29 Pejabat Tinggi Venezuela, antara lain Nicolas Maduro, (Presiden Venezuela), Delcy Rodiguez (Wakil Presiden Venezuela), Jorge Arreaza (Menlu Venezuela), Vladimir Padrino (Menhan Venezuela) dan Diosdado Cabello (Ketua Majelis Konstituante dan petinggi Partai Sosialis Venezuela).

Selain itu, AS juga menjatuhkan sanksi terhadap 6 kapal tanker milik perusahaan Migas Venezuela, Petróleos de Venezuela SA (PDVSA) yang terlibat dalam perdagangan minyak mentah Venezuela ke Kuba.

4. Pada 22 Januari 2020, AS memberikan sanksi berupa larangan penerbangan ke wilayah AS terhadap 15 pesawat milik perusahaan PDVSA melalui perintah eksekutif No. 13884, dimana semua pesawat tersebut dinilai telah mengganggu penerbangan pesawat militer AS di laut Karibia utara.

5. Pada 18 Februari 2020, AS memasukkan perusahaan Rosneft asal Rusia kedalam daftar hitam AS dengan membekukan aset Rosneft trading yang dimiliki AS, karena perusahaan tersebut dinilai telah menyelamatkan keuangan Presiden Maduro dengan menopang sektor minyak Venezuela.

6. Pada 5 Maret 2020, Presiden Trump memperpanjang Dekrit Presiden melalui perintah eksekutif No. 13692 yang diberlakukan pertama kali pada tahun 2015 oleh Mantan Presiden Barack Obama (periode 2009 s.d. 2017) terkait penindasan dan ancaman luar biasa bagi AS.

Berbagai sanksi yang diberikan AS tersebut merupakan langkah AS dalam memberikan tekanan terhadap Pemerintahan Presiden Maduro yang dinilai telah melakukan pelanggaran HAM dan demokrasi secara masif dan sistematis.

Melalui penerapan berbagai sanksi tersebut, AS berupaya untuk mengisolasi Venezuela dari kerja sama internasional yang berimbas pada jatuhnya perekonomian Pemerintahan Presiden maduro sehingga terjadi transfer kekuasaan dari Presiden Maduro kepada Juan Guaido yang diakui AS beserta lebih dari 50 negara lainnya sebagai pemimpin Venezuela yang sah sejak pendeklarasian dirinya sebagai Presiden Interim Venezuela pada Januari 2019, namun, banyaknya sanksi yang sudah diterapkan AS kepada Venezuela belum mampu melengserkan Maduro dari posisinya sebagai Presiden Venezuela.

Selain penerapan berbagai sanksi politik dan ekonomi terhadap Venezuela, AS juga memberikan tekanan terhadap Pemerintah Venezuela melalui blokade militer terhadap Venezuela di wilayah Karibia dalam kerangka Operasi Militer Orion V (International Naval Campaign Orion V).

Pada 1 April 2020, AS merencanakan untuk mengerahkan kapal perang dan pesawat tempur lebih banyak ke wilayah Karibia, khususnya ke wilayah Venezuela untuk mencegah penyelundupan narkotika oleh kartel narkotika maupun Presiden Maduro ke wilayah AS.

Dalam konteks ini, AS kerap menuduh Pemerintahan Presiden Maduro menjalankan “narco-state”, dimana pada Mei 2015, Departemen Kehakiman AS mengungkapkan bahwa berdasarkan keterangan dari para pembelot Pemerintah Venezuela, Pemerintah dan Militer Venezuela dinilai terlibat dalam melakukan perdagangan narkoba.

Pemerintah Venezuela juga dianggap menggunakan hasil produksi obat-obatan terlarang yang didapat dari kartel narkotika asal Kolombia untuk diselundupkan ke wilayah AS, sebagai bentuk perlawanan atas sanksi AS terhadap Venezuela yang menyebabkan penurunan pendapatan negara Venezuela secara signifikan.

Di sisi lain, Langkah AS dalam menempatkan militernya di wilayah perairan Karibia disambut baik oleh Kolombia yang ditandai dengan bergabungnya Kolombia ke dalam operasi tersebut. Langkah ini tidak terlepas dari tuduhan Pemerintahan Presiden Ivan Duque (Kolombia) terhadap Venezuela yang dianggap memberikan dukungan terhadap pergerakan pemberontak sayap kiri seperti Tentara Pembebasan Nasional Kolombia (Ejército de Liberación Nacional/ ELN) yang memicu instabilitas Polkam di wilayah Kolombia.

Secara implisit dengan bergabungnya Kolombia di dalam kegiatan Operasi Militer Orion V di wilayah Karibia akan semakin menegaskan dukungan Kolombia terhadap kebijakan luar negeri AS yang tidak hanya terfokus pada pemberantasan perdagangan narkotika di kawasan, namun juga dapat memberikan tekanan kepeda Pemerintahan Presiden Maduro.

Sementara itu, pada Februari 2020, Kolombia dan AS diketahui telah menyelenggarakan militer bersama di wilayah utara negara bagian Cartagena, Kolombia. Latihan bersama tersebut diduga sebagai salah satu persiapan dalam membantu AS apabila AS mengambil opsi militer terhadap Venezuela, meskipun AS terlihat belum akan memulai konfrontasi militer secara langsung sebelum memperoleh bukti yang kuat terkait keterlibatan Pemerintahan Presiden Maduro dalam perdagangan narkotika.

Hal ini tercermin dari pengumuman yang dilakukan oleh AS pada 26 Maret 2020 berupa penawaran hadiah sebesar USD 15 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapan Presiden Maduro dan USD 10 juta untuk informasi serupa terhadap para Pejabat Pemerintah Venezuela atas keterlibatannya dalam perdagangan narkoba, korupsi dan kasus kriminal.

Dalam hal ini, AS disinyalir masih berupaya untuk melakukan intervensi terhadap Venezuela secara tidak langsung dengan memanfaatkan pihak oposisi Pemerintah Venezuela, sebelum AS memiliki bukti yang kuat sebagai langkah pembenaran bagi AS untuk mengambil opsi militer di Venezuela guna meminimalisir eskalasi konflik di kawasan Amerika Selatan.

Dugaan tersebut didasari dari adanya beberapa upaya penyerangan terhadap Venezuela yang berhasil digagalkan oleh Pemerintahan Presiden Maduro, diuraikan sebagai berikut.

1. Pada 14 Desember 2019, Pemerintah Venezuela berhasil menggagalkan rencana serangan teror terhadap Markas Besar Grand Mariscal dan Komando Zona 53 Garda Nasional di Negara Bagian Sucre yang dipimpin oleh Sixco Salamanca dan Jose Miguel Yequez.

Di sisi lain, Pemerintah Venezuela juga menemukan bukti pertemuan rahasia antara Fernando Orozco dengan kedua orang tersebut, dimana Orozco merupakan anggota Parlemen Venezuela dari Partai Voluntad Popular yang juga merupakan partai dari Juan Guaido (periode 2009-2020).

2. Pada 22 Desember 2019, kamp militer Venezuela telah diserang oleh kelompok ekstremis dan sejumlah senjata di gudang amunisi hilang. Menurut Menlu Arreaza penyerangan tersebut ditujukan untuk membuat instabilitas Polkam di Venezuela untuk menggulingkan Presiden Maduro.

3. Pada 9 Februari 2020, telah terjadi serangan terhadap gudang Perusahaan Telekomunikasi Nasional Venezuela (Compañía Anónima Nacional de Telefonos de Venezuela/ CANTV) dan Perusahaan Movilnetdi di sektor Flor Amarillo di Valencia, negara bagian Carabobo yang melumpuhkan seluruh layanan telekomunikasi di Venezuela.

4. Pada 14 Februari 2020, telah dilakukan penangkapan terhadap Juan Gerardo Guaido Marquez (paman Juan Guaido, pemimpin oposisi Pemerintah Venezuela) akibat melakukan pelanggaran norma-norma aeronautika sipil dengan membawa bahan kimia alami yang mudah meledak, diidentifikasi sebagai C-4, serta mengenakan rompi anti peluru di dalam pesawat.

Selain itu, juga ditemukan remote control dengan pendrive tersembunyi yang berisi dokumen tentang operasi untuk melawan Pemerintahan Presiden Maduro.

5. Pada 3 Mei 2020, Pemerintah Venezuela berhasil menggagalkan upaya infiltrasi dari para tentara bayaran yang datang dari Kolombia dengan temuan berbagai bukti dan keterangan yang merujuk pada keterlibatan pihak oposisi, AS dan Kolombia guna melakukan penculikan atau pembunuhan terhadap Presiden Maduro.

Selain berbagai intervensi di atas, AS juga terus berupaya untuk mengisolasi Venezuela dari kerja sama internasional dengan tujuan untuk melemahkan Venezuela melalui sektor perekonomian, sehingga mendorong negara Brazil sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Amerika Selatan menutup Kedutaan Besarnya di Venezuela pada 17 April 2020 dengan menarik 38 orang staf diplomatik dan keluarganya untuk kembali ke Brazil. Langkah tersebut dinilai sebagai upaya Pemerintah Brazil untuk meningkatkan hubungan diplomatik dengan AS guna pemulihan perekonomian Brazil pasca krisis 2015-2016, dimana kebijakan proteksionisme AS terhadap komoditas Brazil dan wabah Covid-19 telah mendorong Brazil untuk memangkas target pertumbuhan ekonomi dari 2,32 persen menjadi nol persen pada 21 Maret 2020.

Dalam permasalahan ini, Berbagai manuver AS untuk memberikan tekanan terhadap Venezuela semakin memperjelas bahwa AS menginginkan pergantian rezim di Venezuela, dimana Pemerintahan Presiden Maduro merupakan penerus dari rezim Mantan Presiden Hugo Chaves (periode 1999-2013) yang merupakan pemerintahan sayap kiri dan sama-sama memiliki paham yang berseberangan dengan AS.

Kondisi tersebut didasari dari adanya kebijakan Mantan Presiden Hugo Chavez yang menasionalisasi berbagai perusahaan asing di Venezuela dengan sebagian besar merupakan perusahaan AS, sehingga dinilai dapat mengganggu kepentingan luar negeri AS di Venezuela maupun di kawasan Amerika Selatan.

Sebelumnya, pada tahun 2007, AS sempat mengimpor minyak dari Venezuela dengan nilai pembelian sebesar USD 40 miliar.

Semakin meningkatnya intensitas pergerakan AS di Venezuela berpotensi akan mendorong Rusia, RRT, Kuba dan Iran yang merupakan sekutu dari Pemerintahan Presiden Maduro untuk semakin aktif dalam memberikan dukungan kepada Venezuela.

Hal ini terlihat dari pernyataan Sergey Mélik-Bagdasárov (Dubes Rusia untuk Venezuela) pada 22 Mei 2020, terkait dukungannya untuk menghadapi berbagai sanksi AS serta upaya pengiriman 5 kapal tanker Iran pada Mei 2020 untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Venezuela. Kondisi tersebut dinilai dapat memicu instabilitas di kawasan Amerika Selatan dan juga berdampak pada kepentingan Indonesia, mengingat Venezuela sempat menjadi pangsa ekspor Indonesia untuk produk tekstil, kapas, karet alam, serat, produk kayu, peralatan elektronik, sepatu, dan peralatan olahraga dengan neraca perdagangan yang menguntungkan bagi Indonesia dengan selisih USD 79,19 juta pada 2009.

Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI perlu mendorong komunitas internasional untuk mendukung proses rekonsiliasi dan perdamaian di Venezuela serta menolak berbagai aksi intervensi yang dilakukan terhadap negara lain. rmol news logo article

Penulis adalah analis luar negeri Badan Intelijen Negara (BIN)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA