Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jalan Tengah Pembukaan Sekolah Di Era New Normal

Senin, 15 Juni 2020, 09:12 WIB
Jalan Tengah Pembukaan Sekolah Di Era New Normal
Siswa SD mengenakan masker saat bersekolah/Net
MEMASUKI bulan Juni ini, pro kontra tentang pembukaan sekolah di masa transisi menuju new normal semakin mengemuka. Tentu dua kelompok yang pro dan kontra ini memiliki argumentasi masing-masing.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Kelompok yang pro dengan pembukaan sekolah salah satu alasannya yaitu karena sekolah membutuhkan pemasukan untuk menggaji para guru dengan kondisi kas mereka yang semakin menipis, terutama kalangan sekolah swasta.

Sedangkan yang menolak, mayoritas datang dari orang tua/wali siswa. Mereka khawatir karena walaupun sudah masuk pada transisi tatanan baru (new normal), kasus Covid-19 belum sepenuhnya mereda. Malah jika melihat grafik kasus positif, angkanya semakin meningkat karena dilakukannya test dan tracing yang agresif oleh pemerintah.

Baru-baru ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memberikan saran melalui Ketua Umum PP IDAI, Aman Bhakti Pulungan yaitu agar kegiatan pembelajaran jarak jauh dilanjutkan pada tahun ajaran baru mendatang karena jumlah kasus belum menurun. Menurutnya, pembukaan kembali sekolah-sekolah dapat dipertimbangkan bila Covid-19 telah menurun dan faktanya menurut pimpinan IDAI tersebut, angka positif belum menurun (Kompas, 11/6).

Dan jika kita melihat angket yang dibagikan oleh Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) beberapa waktu yang lalu pada publik secara daring, menunjukkan dari 196.546 responden orang tua tidak setuju (menolak) sekolah dibuka pada Juli 2020 mencapai 66 persen (129.937). Sedang yang setuju sekolah dibuka pada tahun ajaran baru sebanyak 34 persen (66.609).

Data sebaliknya dari orang tua terjadi pada hasil polling anak. Dari 9.643 responden siswa sebanyak 63,7 persen setuju sekolah di buka pada Juli 2020, sedangkan 36,3 persen tidak setuju atau menolak sekolah dibuka pada tahun ajaran baru 2020 (Kumparan, 3/6).

Pandangan IDAI dan hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh KPAI di atas menunjukan pada kita ada kekhawatiran akan keamanan dan perlindungan anak dari Covid-19 dari sudut padang orang tua siswa, namun yang menarik juga kita melihat bawah mayoritas anak-anak ingin segera kembali ke sekolah.

Tentu ini mudah dipahami karena anak-anak secara psikologis membutuhkan ruang bermain dan berinteraksi dengan teman-temanya di sekolah. Mereka tentu merasa jenuh dan bosan karena sudah hampir tiga bulan hanya belajar di rumah dan berinteraksi dengan keluarga inti.

Mengambil Jalan Tengah


Lalu bagaimana dengan pemerintah selaku pemegang kebijakan? Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim menyatakan bahwa keputusan Kemendikbud terkait format pelaksanaan tahun ajaran baru akan merujuk pada kajian Gugus Tugas Covid-19, termasuk kapan sekolah harus dibuka dan dinyatakan aman di masa transisi new normal ini.

Walapun menurut Nadiem, Kemendikbud tidak akan mengubah kalender akademik pendidikan pada masa pandemik Covid-19 ini, Tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pertengahan Juli 2020 (Kompas, 20/5).

Apa yang disampaikan Nadiem di atas sebetulnya senada dengan arahan Presiden Joko Widodo, yaitu pembukaan sekolah harus dilakukan dengan cermat dan kehati-hatian. Salah satunya harus melalui tahapan-tahapan yang ketat dengan memperhatikan angka-angka kurva dari angka reproduksi (R0) maupun angka reproduksi efektif (RT) covid-19 dan tetap berlandaskan pada data-data keilmuan yang ketat (Medcom, 2/06).

Di sini kita melihat pemerintah, baik Mendikbud maupun presiden sangat hati-hati dan penuh pertimbangan dengan berdasarkan pada data-data dan masukan dari Tim Gugus Tugas Covid-19 dalam mengambil kebijakan pembukaan sekolah.

Kehati-hatian pemerintah dalam memutuskan pembukaan sekolah di masa pandemi yang belum sepenuhnya berakhir ini sangat dimaklumi dan tentu layak untuk diapresiasi karena menyangkut dengan keberlangsungan masa depan jutaan generasi penerus bangsa yang harus senantiasa dijaga kesehatan dan keamananya dari semua ancaman, terutama Covid-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia.

Di samping proses pengambilan keputusan yang penuh pertimbangan dan kehati-hatian di atas, pemerintah nampaknya  mengambil jalan tengah yaitu dengan tetap menyiapkan skenario-skenario yang bisa diambil dalam menyambut tahun ajaran baru ini ditengah pro dan kontra masyarakat terkait pembukaan sekolah di masa transisi new normal  ini.

Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD Dikdasmen Kemdikbud Hamid Muhammad, skenario pertama Jika pada pertengahan Juli kasus Covid-19 masih tinggi dan pembatasan sosial berskala besar masih diberlakukan, pembelajaran jarak jauh (daring) untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (PAUD Dikdasmen) akan tetap dilanjutkan.

Skenario kedua, sekolah dibuka kembali paling cepat pertengahan Juli 2020, tetapi harus dilihat kondisi grafik kasus pandemi Covid-19. Dengan syarat dan prosedur yang ketat dan selalu berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 dan Kementerian Kesehatan.

Skenario Ketiga, pembukaan sekolah dilakukan secara parsial sesuai kondisi tiap-tiap daerah. Jika suatu daerah sudah dinyatakan aman dari Covid-19, sekolah bisa dibuka meski di daerah lain belum aman.

Selain itu, Menurut Hamid jika PSBB terus diperpanjang, maka perlu ada strategi khusus agar pembelajaran jarak jauh dapat berlangsung lebih efektif, terutama bagi siswa baru. Yaitu untuk siswa baru, harus ada pertemuan awal untuk memudahkan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, mengingat siswa dan guru belum saling kenal.

Tentu menurutnya, pertemuan awal ini tidak harus satu kelas bersama-sama, tetapi bisa bergantian dengan tetap mengacu protokol kesehatan (Kompas, 20/5).

Proses pengambilan kebijakan jalan tengah yang diambil oleh pemerintah di tengah pandemi ini menunjukan pemerintah sangat peduli dengan keselamatan masyarakat namun tetap berusaha menyiapkan adaptasi-adaptasi baru agar aktivitas produktif tetap berjalan terutama terkait proses kegiatan belajar mengajar dalam menyambut tahun ajaran baru 2020/2021 ini.

Terkait ini, maka betul apa yang dikatakan oleh Sheri L Dew, penulis kenamaan dunia yang mengatakan bahwa “True leaders understand that leadership is not about them but about those they serve. It is not about exalting themselves but about lifting others up. (Para pemimpin sejati memahami bahwa kepemimpinan bukanlah tentang mereka, tetapi tentang mereka yang dilayani. Ini bukan tentang meninggikan diri mereka sendiri tetapi tentang mengangkat orang lain). rmol news logo article
Fahmi Syahirul Alim Program Manager International Centre for Islam and Pluralism

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA