Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mengerjakan Skripsi Di Masa Pandemik, Mungkinkah?

Rabu, 22 April 2020, 09:58 WIB
Mengerjakan Skripsi Di Masa Pandemik, Mungkinkah?
Pemerhati isu sosial dan pendidikan, yang juga peneliti muda di International Centre for Islam and Pluralism (ICIP) Fahmi Syahirul Alim/Net
KATA skripsi kadang menjadi sesuatu yang tabu jika bukan malah sebuah kata yang bisa membuat beberapa mahasiswa akhir tidak bisa tidur nyenyak ketika tugas akhir tersebut tak kunjung selesai karena berbagai dinamika yang selalu hadir menghantui di tengah waktu yang terus bergulir. Sebagai contoh, selalu ada saja urusan adminitrasi yang harus dilalui dan memerlukan waktu yang tidak sebentar karena rumitnya dunia birokrasi kita.

Antara lain, harus mengurus surat keterangan penelitian dari kampus untuk mendapatkan izin riset atau wawancara kepada target narasumber. Dan terkadang kita harus sabar menunggu jadwal wawancara jika yang menjadi sumber data primer adalah pejabat tinggi negara dengan mobilitas tinggi.

Tak jarang ketika mahasiswa tersebut ingin konfirmasi untuk yang kesekian kalinya, yang merespon lagi-lagi hanya sekretaris pribadi dan berkata dengan nada seperti layanan customer service, “mohon maaf Bapak/Ibu masih  dinas di luar negeri, nanti konfirmasi aja lagi ya.”.

Selain tantangan administrasi di atas, ada juga hal-hal non teknis yang kadang menghinggapi mahasiswa akhir, yaitu, pertama, komunikasi yang tidak lancar dengan dosen pembimbing sehingga tak jarang baik dosen pembimbing maupun mahasiswa akhir tersebut terserang virus baper dan bertahan pada ego, pandangan dan pendirian masing-masing.

Walapupun sebetulnya pada kondisi tersebut, mau tidak mau, suka tidak suka, yang harus mengalah adalah mahasiswa itu sendiri karena kata sang dospem “lho yang butuh siapa?”. Kadang memang terlihat tidak adil, tapi itulah realitas dunia nyata yang harus kita hadapi.

Kedua, dosen pembimbing sangat susah ditemui karena memiliki kesibukan di luar kampus. Harus kita pahami bahwa penghasilan dosen baik yang berstatus ASN maupun dosen swasta seringkali tidak berimbang dengan kontribusi besar yang mereka berikan untuk mencerdaskan bangsa ini. Tak jarang mereka harus mencari alternatif lain dalam menambah pemasukan mereka.

Tidak ada yang salah dengan hal tersebut, karena mereka juga memerlukan aktualisasi diri di luar kampus agar kapasitas dan jiwa intelektualitas mereka tidak hanya menjadi menara gading. Oleh karena itu, sangat perlu para dosen sesekali melihat realitas dan problematika di masyarakat sehingga dosen tersebut menjadi problem solver yang nyata.

Ketiga, uang saku yang semakin menipis, karena kondisi ini, beberapa mahasiswa akhir menghadapi dilema. Di sisi lain dia perlu segera menyelesaikan tugas akhir, namun kebutuhan perut dan jalan-jalan dengan pacar juga harus tetap terpenuhi. Terlebih bagi mereka yang merantau, tentu sungkan jika masih meminta transferan atau wesel dari orang tua. Dan tentu skripsi juga perlu biaya bagi mereka yang serius, yang tidak hanya menjadikan skripsi asal jadi.

Mundar mandir ke beberapa perpustakaan, wawancara narasumber, meng-copy bahan-bahan adalah kegiatan-kegiatan yang memerlukan dana yang tidak sedikit. Pada akhirnya, konsentrasi mereka terpecah antara memikirkan skripsi dan mencari penghasilan tambahan.

Harus dicatat, poin ketiga adalah ujian yang sesungguhnya bagi mahasiswa tingkat akhir. Karena ketika sudah merasa nyaman dengan dunia pekerjaaan dan merasa sudah mapan dengan penghasilan yang ada, tugas akhirpun perlahan dia tinggalkan. Harapan orang tua yang ingin melihat anaknya bertoga, berfoto bersama sambil memegang bunga dari seorang yang dicinta di hari wisuda, luntur seketika.

Pro Kontra Skripsi


Cerita di atas adalah hal-hal sederhana yang sering kita jumpai pada mahasiswa akhir yang sedang mengerjakan skripsi di tengah deadline masa studi yang tak kenal ampun mengejar bagi  mereka yang terlena dengan waktu. Walaupun sebetulnya, akhir-akhir ini di tengah munculnya euforia revolusi industri 4.0, banyak pihak yang ingin merubah tugas akhir perkuliahan ini dengan tugas lain yang lebih berdampak luas dan nyata dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat. Tentu dengan memanfaatkan kecanggihan era digital yang disesuaikan dengan minat, bakat dan kemampuan mahasiswa.

Namun di pihak lain, ada juga yang tetap mendukung adanya skripsi. Skripsi dianggap bagian penting dari proses pembelajaran kepada mahasiswa sebelum dinyatakan lulus. Selain itu, skripsi adalah sebuah proses akademik yang berbeda dengan perkuliahan tatap muka.

Skripsi menurut Guru Besar IAIN Walisongo, Abdul Jamil, di sisi lain dapat  membekali kemampuan mahasiswa untuk melakukan penelitian ilmiah dari fase menemukan masalah hingga menyimpulkan. ”Melalui skripsi, mahasiswa setelah lulus memiliki daya kritis melihat persoalan, biasa bicara atas dasar data yang dapat dipertanggungjawabkan, memecahkan masalah dan mengambil langkah ke depan secara bijak (Abdul Jamil, 2017).

Alternatif Tugas Akhir Di Masa Pandemik

Di tengah pro kontra di atas dan adanya musibah pandemi virus corona yang melanda di berbagai negara hingga ke Indonesia. Ada secercah harapan bagi para “sesepuh mahasiswa” yang sedang mengerjakan tugas akhir, yaitu adanya surat edaran No 302/E.E2/KR/2020 tentang “Masa Belajar Penyelenggaraan Program Pendidikan” yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud.

Salah satu isi surat tersebut yaitu mengimbau agar kampus memudahkan atau tidak mempersulit tugas akhir dan skripsi mahasiswa selama darurat Covid-19.

Sebagai contoh, untuk karya tulis akhir tidak harus berupa pengumpulan data primer di lapangan/laboratorium. Metode dan waktunya bisa beragam dan fleksibel sesuai bimbingan dari dosen pembimbing. Tidak hanya itu, salah satu poin lain yang membuat sedikit lega para mahasiwa akhir adalah adanya dispensasi masa belajar, yaitu bagi mahasiswa yang seharusnya masa studinya berakhir pada semester genap 2019/2020, dapat diperpanjang 1 semester, dan pengaturannya diserahkan kepada Pimpinan Perguruan Tinggi sesuai dengan kondisi dan situasi setempat.

Dengan adanya rukhsoh (keringanan) dan kepekaan dari pemerintah kepada para mahasiswa selama musibah pandemik Covid 19 ini, sejatinya harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir. Terutama bagi para mahasiswa yang sebentar lagi habis masa studinya. Baik yang kampusnya mengganti dengan tugas lain maupun yang tetap mewajibkan mengerjakan skripsi dengan keringanan dan fleksibiltas waktu yang diberikan di masa pandemik ini.

Ketika sekarang kita semua wajib di rumah aja maka kita harus bisa mengambil sisi positifnya, yaitu memiliki waktu luang yang panjang sehingga bisa lebih fokus untuk menyelesaikan tugas akhir. Terlebih di era digital ini, akses untuk memperoleh data begitu mudah sehigga dapat dimanfaatkan untuk mencari referensi sebanyak-banyaknya.

Setelah itu, mulailah beranikan diri untuk mulai menulis skripsi dan munculkan rasa optimis bahwa setelah pandemik ini berakhir maka tugas skripsi pun berakhir. Dan yakinlah apa yang kita tulis dalam skripsi sampai kapanpun pasti akan sangat bermanfaat. Karena dengan menulis maka kita bekerja untuk keabadian. “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” (Pramoedya Ananta Toer, 1925-2006). rmol news logo article

Fahmi Syahirul Alim

Pemerhati isu sosial dan pendidikan, yang juga peneliti muda di International Centre for Islam and Pluralism (ICIP)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA