Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menjadi Pengawas Partisipatif

Minggu, 19 April 2020, 23:22 WIB
Menjadi Pengawas Partisipatif
Nur Elya Anggraini/Ist
DPR telah menyetujui usulan pemerintah untuk melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada 9 Desember 2020, mundur sekitar 3 bulan dari jadwal semula. Dengan penerapan social distancing, physical distancing dan berbagai protokol pencegahan Covid-19 lainnya oleh pemerintah, tantangan pelaksanaan Pilkada semakin kompleks.

Siapkah masyarakat untuk berpartisipasi di tengah derasnya sosialisasi tentang pencegahan Covid-19?

Secara teoritis, kita mengenal demokrasi adalah untuk semua. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Masalahnya, tidak semua dari kita mau berpartisipasi. Baik sebagai pemilih, maupun untuk terlibat mengawasi. Rendahnya partisipasi menjadi kerawanan tersendiri dalam Pilkada.

Kita patut curiga, ada penumpang gelap yang akan berpotensi untuk memanfaatkan situasi. Berkontestasi curang dan menghalalkan segala cara. Saling berebut pengaruh dengan politik uang, jualan isu SARA dan potensi pelanggaran administrasi serta pidana yang menyertainya.

Namanya juga kontestasi politik, maka kepentingan untuk menang akan dilakukan. Masalahnya apakah kekuatan civil society mampu mengawal?. Tentu ini tanya yang dilematis. Sebab hingga kini kita sering mendengar gerakan massa rakyat justru muncul ada kebijakan-kebijakan politik. Suara kritis dari kelompok aktivis banyak nyaring saat muncul kebijakan baru dari pemerintah.

Padahal semestinya proses pemilihan untuk menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin dan perwakilan kita di parlemen juga menjadi bagian dari advokasi. Jalan Indonesia maju harus dimulai dari Pemilu yang berkeadilan. Untuk itulah, jalan menuju Pemilu yang adil adalah keniscayaan yang harus dilakukan.

Sepanjang jalan ikhtiar untuk mewujudkan keadilan, maka tanggung jawab sebenarnya ada pada semua rakyat. Salah satu kekuatan yang dimiliki oleh kita sebagai bangsa besar adalah kelompok anak muda yang idealis, kritis, dan tidak ada kepentingan politik praktis. Inilah sebenarnya yang hendak dimaksimalkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Bawaslu melihat dan mengamati tidak semua pemuda memiliki kesadaran, skill dan pengetahuan yang komprehensif secara teoritis dan praktis dalam mengawasi jalannya setiap proses pemilu. Untuk itulah, Bawaslu mengadakan Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP) Daring. Suatu proses pelatihan yang dilakukan secara online untuk melahirkan kader-kader pengawas partisipatif dengan peserta dari anak muda. 

Ruang Baru SKPP Daring

Bawaslu akan mengadakan SKPP Daring pada bulan Mei 2020. Proses pendaftaran sudah dilakukan. Secara nasional, pendaftarnya mencapai 22.000 lebih peserta. Di Jawa Timur saja, yang mendaftar sebanyak 2.071 orang yang tersebar di 38 kabupaten/kota. Kabar baiknya, 65 persen pendaftar adalah anak muda dalam rentang usia antara 20-24 tahun.

Generasi milenial ini akan mengikuti 3 tahap penting selama SKPP Daring berlangsung, yakni e-learning, webkusi dan ujian online. Untuk kepentingan ini Bawaslu menyedikan kuota gratis bagi peserta yang  lolos tahap seleksi administrasi.

Terdapat sekitar 60 video yang dapat diakses bebas oleh seluruh peserta. Video-video tersebut berisi materi antara lain tentang kerawanan Pemilu dan Pilkada, mekanisme penanganan pelanggaran, mekanisme pengawasan, mekanisme penyelesaian sengketa, pemantauan pemilu, pengawasan partisipatif, regulasi pemilu dan pilkada, strategi kehumasan kader, serta materi tentang tahapan pemilu dan pilkada.

Usai lolos ujian e-learning sebagai tolok ukur pemahaman terhadap materi video, peserta akan diajak dalam wadah webkusi. Diskusi dua arah yang berlangsung secara online antara peserta dan pemateri. Di sini, para peserta dapat memperdalam ilmu yang telah mereka peroleh melalui e-learning (video tutorial).

Tahap terakhir yang harus diikuti oleh peserta adalah ujian akhir online. Bawaslu akan membubuhkan nilai kepada setiap peserta. Sertifikat kelulusan dapat dikeluarkan bila peserta memenuhi standar kualifikasi kader yang dipersyaratkan.

Serangkaian proses yang diikuti peserta SKPP Daring memungkinkan terjadinya seleksi alam dalam setiap tahap. Bawaslu memberlakukan control cukup ketat agar SKPP Daring tidak berjalan “asal ikut asal lulus”.

Pemuda Sebagai Kata Kerja

Sebagai alternatif gagasan di tengah pandemik, anak-anak muda yang telah mendaftar di SKPP menjadi jalan terang untuk masa depan demokrasi yang ada di Indonesia. Habis gelap karena pandemik, terbitlah terang untuk masa depan demokrasi.

Kita selalu menaruh optimisme terhadap anak muda. Alumni dari SKPP ini diharapkan akan menjadi lokomotif yang menarik gerbong besar masyarakat untuk terlibat mengawasi. Kita awasi prosesnya dan rasakan manfaatnya. Bukan sebaliknya dengan memanfaatkan setiap proses demokrasi demi keuntungan sesaat.

Bawaslu meletakkan pemuda sebagai kata kerja. Kerja sebagai pengawas partisipatif tidak hanya dalam momentum Pemilu dan Pilkada saja, namun lebih jauh adalah turut andil dalam mengubah mindset umum peserta dan pemilih. 

Sebagai kata kerja, sudah saatnya pemuda ikut membangun kesadaran dan merebut perubahan. Pemuda dapat mendorong mereka yang mencalonkan diri (berkontestasi) memberikan pendidikan politik yang cerdas.

Kalaupun harus bertarung untuk bisa terpilih, maka bertarunglah dalam arena gagasan dan program dengan menjadikan rakyat sebagai wasit untuk menentukan siapa yang berhak menang dan kalah.

Sementara untuk para pemilih, peran pemuda adalah memutus mentalitas cari keuntungan sesaat dalam demokrasi dengan cara menunggu serangan fajar. Karena bagaimanapun, jual beli suara dalam bilik-bilik suara tak sebanding dengan hari-hari ke depan sebagai warga negara.

Sudah saatnya pemuda menjadi penggerak demokrasi. Mereka anak-anak muda yang barangkali sebelumnya menggunakan media sosial hanya untuk mengisi waktu luang, kini sudah saatnya menggunakan media sosial untuk menyumbangkan kampanye pentingnya terlibat mengawasi.

Anak muda harus punya kepekaan. Sebagaimana kata Pramodya Ananta Toer, sejarah dunia adalah sejarah anak muda. Bila pemuda mati rasa, maka matilah semua bangsa. Lewat anak-anak muda yang menjadi alumni dari SKPP, mari kita jahit benang ke-Indonesiaan kita lebih rapi.rmol news logo article

Nur Elya Anggraini
Penulis adalah Anggota Bawaslu Jawa Timur

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA