Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menggugat Etika Di Era Digital

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/yudhi-hertanto-5'>YUDHI HERTANTO</a>
OLEH: YUDHI HERTANTO
  • Jumat, 10 April 2020, 05:51 WIB
Menggugat Etika Di Era Digital
Yudhi Hertanto/Net
KEGELISAHAN. Disrupsi teknologi yang selaras dunia modern menghadirkan ruang penuh keresahan. Perubahan teknokratik terjadi, memudarkan pondasi dasar bagi etika kehidupan sosial kita.

Potret kegusaran itu terlihat, melalui buku Vivid F Argarini, Manner Matter No Matter What: Seni Berkomunikasi untuk Naik Kelas, 2020. Disrupsi mengubah bentuk dari semua sendi kehidupan.

Termasuk di dalamnya, terjadi perubahan perilaku dan nilai-nilai sebagai kelaziman baru. Dengan perlahan, Vivid memberikan catatan pada konstruksi manner, yang dipadankan dengan etika sebagai hal pokok.

Proyek literasi buku ini, disampaikan dengan bahasa populer, sebagai bahan perenungan semua kalangan, mulai dari segmen muda milenial hingga dewasa profesional. Tuturan sebagai penghantarnya ringkas.

Secara keseluruhan, Vivid hendak menyampaikan keberadaan aspek fundamental dari sebuah relasi sosial, yakni bingkai etika. Di mana keberadaan etika bersifat universal dan abadi serta tidak tergantikan.

Etika sebagai keutamaan dalam kehidupan manusia, terimplementasi dalam praktik keseharian dan pada lingkungan sosial sekitar. Pendek kata, tiada kecerdasan akal budi yang sempurna tanpa kehadiran etika.

Alam Pengasuhan

Proses pengenalan etika yang berulang kali ditekankan Vivid, tidak lepas dan bermula bahkan sejak lingkup mikro, melalui pengasuhan keluarga. Tetapi asupan etika terus mengalami pertumbuhan serta perkembangan.

Interaksi sosial pada lingkup makro, menambah tautan etika bagi individu. Basis utama etika tidak hanya pada kebiasaan, nilai, norma tetapi juga atas keyakinan, yang keseluruhannya bermuara pada akar kebaikan.

Keguncangan itu terjadi bersamaan dengan transformasi digital. Sosial media adalah medium baru yang menandai modernitas berbeda. Keberadaan pertemuan fisik diperantarai teknologi.

Simbol representasi atas kehadiran, kemudian menghilang. Bahkan dunia maya mengakseptasi sifat anonymous, false identity hingga fake account. Menghidupkan identitas berganda.

Ruang digital memberi kesempatan, untuk bersalin rupa menjadi pribadi berbeda. Keluh kesah, caci maki hingga menjadi predator, bisa terjadi. Hal ini sulit ditampilkan dalam realitas fisik, karena manusia memperhatikan aspek verbal dan nonverbal, termasuk gesture.

Di titik tersebut, Vivid merujuk kembali manner sebagai pembeda. Keberadaan manner, menjadi pemandu yang tidak tergantikan, sekaligus memosisikan derajat kemanusiaan yang tidak hilang karena sentuhan teknologi digital. Gugatan etika dilayangkan.

Refleksi Bersama

Kegundahan Vivid mampu dipahami, dengan melihat berbagai kejadian terbaru, mulai dari film Joker, kasus pelajar Indonesia di Inggris, hingga soal wabah Covid-19, menjadi studi kasus yang masih hangat.

Melalui buku tersebut, Vivid hendak menyampaikan imbauan moral kepada semua pihak, untuk mampu menjaga, memperbaiki serta meneruskan etika. Melalui manner, maka keberadaban membentuk peradaban umat manusia.

Formulasinya sederhana, hal-hal baik diinternalisasi dari lingkup terkecil, hingga kemudian menjadi sebuah kebiasaan baik menuju lingkup yang lebih luas. Terjadi perubahan dalam kuantitas dan kualitas.

Meski Vivid mencoba menghindar untuk tidak keluar dari jalur pendidikan, yang menjadi bidang cermatan dalam buku tersebut, tetapi poin-poin yang diajukan bisa diterapkan pada aspek kehidupan bersama, di setiap tingkat, termasuk berbangsa dan bernegara.

Kehilangan etika, membuat kita kehilangan sosok-sosok panutan yang dapat dipercaya. Padahal efektivitas dari proses internalisasi tersebut, membutuhkan role model yang bertindak sebagai figur yang ditiru.

Layaknya rumusan Albert Bandura, Social Learning Theory, ada fase mengamati dan mengimitasi. Kita memiliki kontribusi dan bertanggung jawab pada generasi masa depan, bukan sekadar persoalan sekarang dan hari ini yang bersifat temporer, tetapi untuk kehidupan selanjutnya.

Selayaknya, disrupsi teknologi tidak menghilangkan nilai kemanusiaan, di mana etika bertindak sebagai jangkar. Perubahan adalah keniscayaan, terjadi adaptasi nilai-nilai baru, berbaur dengan nilai-nilai pokok etika.

Kita diajak untuk menafsir kembali eksistensi dan kontribusi bagi penerusan etika. Terlebih dalam situasi wabah dan kedukaan akibat pandemik. Karena dalam kesedihan, kita justru kerapkali mampu melihat jauh ke dalam diri, untuk menguatkan etika kemanusiaan. rmol news logo article

Penulis sedang menempuh Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA