Jauh sebelum pecahnya krisis Covid-19, ekonomi kita sudah memasuki resesi yang tidak bisa dihindarkan sebagai bagian dari Gelombang Pasang Surutnya Ekonomi atau
Business Cycle. Namun resesi ini adalah resesi yang terjadi sebagai hukum alam yang tidak bisa dihindarkan, karena sistem ekonomi kita yang menganut sistem kapitalisme yang didasarkan pada mekanisme pasar, dengan peraturan dan pengaturan oleh pemerintah seperlunya untuk menjaga persaingan yang sehat, guna memperoleh kesejahteraan dalam keadilan.
Walaupun tidak bisa dihindarkan, campur tangan pemerintah melalui kebijakan yang tepat mutlak diperlukan. Kebijakan yang tepat harus didasarkan atas diagnosa yang tepat tentang struktur perekonomian dalam aspek perbandingan antara jumlah modal seluruh bangsa dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja seluruh bangsa.
Ada bangsa-bangsa yang secara relatif kelebihan modal dibandingkan dengan jumlah seluruh angkatan kerja. Struktur yang demikian dikenal dengan istilah
Relative Capital Abundance atau
Relative Labour Scarcity. Yang sebaliknya adalah jumlah seluruh angkatan kerja lebih besar dibandingkan dengan seluruh modal. Struktur yang demikian disebut
Relative Capital Scarcity.
Kemungkinan kebijakan oleh pemerintah berbeda kalau strukturnya berbeda. Dalam hal
Relative Labour Scarcity atau kekurangan angkatan kerja, pemerintah bisa berbuat banyak seperti prime pumping, memperbesar pengeluaran pemerintah atau memperbesar G dalam Rumus Y = G + I + C + (EXP-IP). Pemerintah mempunyai banyak uang yang ada di tangannya.
Dalam hal struktur yang sebaliknya, yaitu
Relative Capital Scarcity tidak banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah, kecuali menantinya dengan penderitaan sampai gelombang ekonominya mencapai titik terendah atau
the lowest turning point, dan dari situ mulai bangkit. Kebangkitannya dengan semua unsur kebangkitan yang saling memicu, yang dinamakan
mutiplier effect.
Struktur ekonomi Indonesia adalah
Relative Capital Scarcity. Maka yang bisa dilakukan oleh pemerintah ialah berbenah ke dalam seperti pemberantasan korupsi, perampingan birokrasi dengan maksud membuat birokrasi lebih efisien dan lebih efektif. Memangkas berbagai peraturan yang tidak diperlukan dan sejenisnya.
Kalau pemerintah menjadi gugup, mengeluarkan berbagai paket-paket kebijakan, yang sering saling bertentangan, krisisnya akan menjadi semakin parah. Pemerintah perlu sekali memahami berbagai variabel ekonomi makro dan hubungannya antar mereka, baik hubungan yang causal maupun yang interdependent.
Sementara saya membatasi hanya membahas hubungan antara struktur dan
business cycle seperti yang dijelaskan di atas.
Saya tutup dengan mengutip pembukaan dari bab tentang
business cycle oleh Gregory Mankiw dalam bukunya “
Macro Economics†sebagai berikut.
Robinson Crusoe terdampar kapalnya pada sebuah pulau. Dia hidup di daratan yang langsung berhubungan dengan laut. Andaikan pulau itu satu negara dengan rakyat yang rakyatnya hanya terdiri dari satu orang, yaitu Robinson Crusoe. Dia mulai membangun gubuk, membuat jala untuk menangkap ikan. Ikan yang ditangkapnya itu adalah PDB dari “negaraâ€-nya Crusoe. Pada suatu hari datanglah badai. Dia tidak bisa menghindari dan juga tidak bisa menentangnya. Yang dia bisa lakukan hanya menyelematkan diri. Dia tidak bisa menangkap ikan atau tidak bisa menambah PDB-nya.
Kondisi Robinson Crusoe ibarat satu negara yang sedang mengalami titik tertinggi dari gelombang pasang surutnya ekonomi. Struktur negaranya jelas
Relative Capital Scarcity. Dalam kondisi seperti ini, kalau dia gugup, pentalitan tetap melaut melawan badai, tidak mungkin bisa menangkap ikan.
Kepanikannya akan membuatnya terseret oleh badai dan mati.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri RI
Tulisan di atas sebelumnya telah dipublikasi di akun Facebook pribadi penulis
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.