Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menelaah Kebijakan Kedaulatan Pangan Di Indonesia

Jumat, 03 April 2020, 23:06 WIB
Menelaah Kebijakan Kedaulatan Pangan Di Indonesia
Sumail Abdullah/Ist
SETIAP bergantinya pemerintahan, kedaulatan pangan adalah kebijakan yang terus dikampanyekan. Sayang terus berlaku seperti kata Caumo “campaign in poet, govern in prose”. Polemik impor bawang yang mengemuka menjadi tolak ukur.

Kebijakan impor bawang sejatinya tidak perlu diambil apabila pemerintah sejak dari awal serius untuk membenahi tata kelola dan pertanian terutama bawang. Komoditas bawang merupakan komoditas strategis bagi masyarakat.

Keseriusan pemerintah merupakan kunci bagi kita untuk memastikan kedaulatan pangan bukan lagi angan. Memang butuh kerja luar biasa, tidak lagi business as usual. Keseriusan menata ulang sektor pertanian harusnya menjadi kebijakan arus utama dalam pemerintahan karena pertanian merupakan pondasi ekonomi kerakyatan.

Maka ketika kebijakan impor pangan tidak bisa dihindari dalam waktu dekat, harusnya pemerintah konsisten juga dalam perumusan kebijakan impor yang setidaknya tidak merugikan petani. Orientasi kebijakan impor-nya harus yang membangkitkan pertanian nasional.

Langkah baik sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah terutama Kementerian Pertanian dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 38/2017 tentang rekomendasi impor produk holtikultura. Surat ini yang menekankan pemberlakuan karantina produk dan pemberlakuan syarat bagi importir untuk menanam paling sedikit 5 persen dari besaran jumlah komoditas yang di impor

Akan tetapi dengan adanya polemik perbedaan kebijakan antara Kementan dengan Kementerian perdagangan (Kemendag) yang mengeluarkan peraturan menteri perdagangan (Permendag) 27/2020 telah menghapus syarat importir bawang putih dan bawang bombai untuk mengurus Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) dan Surat Perizinann Impor (SPI) sedangkan Kemendag tetap memberlakukan RIPH untuk dua komoditas tersebut.

Tujuannya kebijakannya baik dimana diberlakukannya karantina memungkinkan kita untuk melakukan pengecekan terhadap stardart mutu dan keamanan produk yang penting bagi kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi. Setidaknya sudah sesuai dengan prinsip keselamatan rakyat itu adalah hukum tertinggi (Salus Populi Suprema Lex Esta).

Kebijakan Permentan 38/2017 juga pengejewantahan dari UU 13/2010 tentang Holtikultura terutama Pasal 88 ayat 1 yang mengatur bahwa impor produk holtikultura harus didasarkan pada keamanan produk, ketersediaan produk dalam negeri, standar mutu, keamanan bagi kesehatan manusia, dan lain sebagainya.

Apalagi dalam situasi dimana dunia menghadapi pandemik global Covid-19, keamanan dan kualitas produk yang di impor harus terjamin agar tidak menjadi sumber masalah baru terutama bagi Indonesia sebagai negara yang terdampak Covid-19 cukup parah bahkan terbesar di Asia Tenggara.

Memang kebijakan karantina juga harus memperhatikan ketersediaan barang dan kebutuhan masyarakat agar kebijakan karantina kontraproduktif yang menyebabkan tingginya inflasi.  

Selain itu, salah satu nafas kebijakan dari Permentan 38/2017 adalah adanya syarat bagi importir untuk menanam minimal 5 persen dari jumlah komoditas yang di impor. Syarat 5 persen setidaknya bagian dari ikhtiar untuk memperbaiki dan menghidupkan pertanian domestik. Pembanguanan pertanian domestik merupakan pondasi penting mewujudkan kedaulatan pangan

Kebijakan pemerintah terutama pertanian harusnya berporos pada pengarustuamaan kedaulatan pangan. Maka ketika ada kebijakan pemerintah yang kontraproduktif terhadap cita-cita mewujudkan kedaulatan pangan harus dievaluasi seperti keluarnya kebijakan Permendag 27/2020 yang menghapus syarat importir bawang putih dan bawang bombai untuk mengurus RIPH dan SPI.

Kebijakan liberalisasi pangan dalam Permendag 27/2020 hanya berorientasi pada argumentasi permintaan dan penawaran (supply and demand side) padahal apabila kita terus menggunakan argumentasi supply and demand maka Indonesia akan menjadi sisifus yang terus mengulangi kebijakan impor setiap tahun.

Harusnya mulai dari sekarang penataan tata kelola pertanian Indonesia harus dibangun secara serius dan terencana agar Indonesia mampu menjadi negara yang dapat melakukan swasembada pangan terutama komoditas bawang merah dan bawang bombai.

Polemik kebijakan Kementan dan Kemendag harusnya menjadi pelajaran Indonesia untuk mulai menyelesaikan permasalahan sektor pertanian yang paling mendasar yaitu tata kelola pertanian agar Indonesia tidak terus menerus melakukan impor pangan.

Mewujudkan kedualatan pangan membutuhkan strategi dorongan besar pemerintah (big push government) dimana Indonesia memiliki keberkahan geografis yang berada di wilayah tropis dengan tanah yang subur harusnya menjadi keunggulan kompetitif untuk mewujudkan industri pertanian (agro industri) yang berorientasi pada kedaulatan pangan.

Selain itu big push government hanya dapat dilakukan dengan dukungan anggaran yang besar untuk sektor pertanian. Keterbatasan APBN dapat disiasati dengan efisiensi dengan menekan kebocoran anggaran. Nothing Imposible, dan harus kita mulai dari sekarang agar kedaulatan pangan bukan lagi sekadar angan. rmol news logo article

Sumail Abdullah

Penulis adalah Anggota DPR Komisi IV Fraksi Gerindra

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA