Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Covid-19, Stamina Spiritual Dan Kuburan Massal

Kamis, 02 April 2020, 01:50 WIB
Covid-19, Stamina Spiritual Dan Kuburan Massal
Ilustrasi/Net
SETIAP kali saya melewati taman makam pahlawan (TMP) di Jakarta, rasa tenteram dihati menghampiri. Terlintas dibenak saya, beruntunglah mereka yang dikebumikan di sana.

Tampak ribuan batu nisan tersusun rapi, berjajar di tanah lapang. Pintu gerbangnya gagah, memberi kesan kemapanan tersendiri ketimbang makam yang lainnya. Terbaring mereka, ditempat yang indah itu sebagai tempat peristirahatan terakhir sekaligus simbol penghargaan negara terhadap warganya yang patut dan harus dihargai.

Berbeda halnya bagi mereka yang terbaring di tempat pemakaman umum (TPU), jauh dari kesan mapan, indah, tidak dibongkar saja sudah untung.

Dari sini terbesit pertanyaan, apa dan siapa yang menentukan boleh tidaknya seseorang ‘diistirahatkan’ di TMP? Apakah mereka harus maju perang, harus angkat senjata melawan Belanda? Atau mungkin sejak awal mula dibentuknya TMP memang begitu?.

Menilik secuil sejarah, sejak tahun 1990-an ternyata banyak juga tokoh sipil, bukan ABRI (sekarang TNI-red), polisi, atau mereka yang berpangkat, tapi mendapat bintang jasa hingga akhirnya mereka dibaringkan di sana.

Lantas, tentu menuai perdebatan bukan? "Kok ada orang sipil yang dikebumikan di TMP?". Apakah harus orang yang berpangkat letnan atau jenderal dan berperang di masa kolonial saja yang bisa dikebumikan di sana?.

Lantas, apakah mereka yang berjuang di garis depan melawan pandemi virus corona (Covid-19) boleh dibaringkan di sana?

Kita semua mungkin sudah tahu bahwa pemakaman jenazah terpapar virus corona tidak mendapatkan perlakuan layaknya pemakaman pada umumnya.

Sebut saja, prosesi pemakaman dr. Adi Misra, beberapa waktu lalu, menjadi potret memilukan sekaligus 'pecut' bagi kita semua.

Bagaimana tidak, sosok Adi Misra, adalah dokter yang berjuang di garis terdepan melawan pandemi Virus Corona ini. Namun, pengorbanannya seolah tidak dihargai dan dihormati kepulangannya menghadap Tuhan YME?.

Corona, virus mematikan asal Kota Wuhan, China itu memang sudah merampas martabat mereka yang gugur di Medan juang demi keselamatan manusia.

Sederet angka kematian mulai membuat kita semua seolah terbiasa.

Misalnya di negara Italia, tercatat 11.591 korban meninggal karena Corona. Kemudian, di Amerika Serikat mencapai 3.000-an lebih korban meninggal dunia.

Sementara itu, per 31 Maret 2020 kemarin, ada 1.528 kasus positif Corona di Indonesia. Sebanyak 136 orang dilaporkan meninggal dunia. Kabar baiknya, 81 orang dinyatakan sembuh dari virus corona. Dalam rentang waktu sebulan, pagebluk virus Corona ini telah menular sangat cepat.

Padahal awal Maret 2020, masih teringat saat pemerintah mengumumkan 2 orang warga Depok menjadi korban kasus positif corona. Kini, jumlah korban terpapar Covid-19 sudah mencapai ribuan warga negara kita terinfeksi virus sialan itu.

Jika hal ini dibiarkan, maka harus berapa banyak lagi jumlah korban yang akan berjatuhan hingga Ramadhan nanti?

Dalam situasi saat ini, kita harusnya menyadari kebijakan apapun yang akan diberlakukan pemerintah pasti akan memiliki resiko.

Menarik apa yang disampaikan oleh Buya Syafii Maarif, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.

Menurut beliau, bukankah akan lebih baik jika kita coba merenung untuk meningkatkan stamina spiritualitas kita. Hal itu guna menunjukkan bahwa sejatinya manusia seperti kita ini teramat memiliki seabrek keterbatasan. Manusia seperti kita ini kerap membutuhkan manusia lainnya untuk memecahkan masalah-masalah hidup secara bersama.

Inilah dunia tempat kita bermukim sementara, kita hatus pelihara bersama, namun perlu digarisbawahi bukan untuk ditaklukkan!. Bukan malah ‘gagah-gagahan’ antara pemerintah Pusat dan Daerah, bukan ‘sok-sok-an’ jadi pahlawan, “hero” atas pengambilan kewenangan dan kebijakannya dalam mengefektifkan penanganan wabah virus corona ini.

Pemerintah, telah berupaya yang diklaimnya dapat menekan penyebaran Covid-19 ini dengan mengeluarkan kebijakan darurat sipil. Namun lagi-lagi, jangan sampai kondisi gawat darurat sipil ini menjadi ajang tarik-menarik kepentingan.

Jika dikontekstualisasikan dengan pemakaman jenazah TMP atau TPU tadi, akan semakin sulit menentukan siapa yang layak dikebumikan di TMP, ataukah berujung di TPU?

Bagi orang biasa atau dokter sekalipun yang jelas memberikan pengabdiannya yang agung itu kerap dikesampingkan. Apakah mereka semua harus bersiap memasuki TPM (Tempat Pemakaman Massal)?

Singkatnya, semua jauh dari harapan. Namun yang pasti, kita tetap harus optimis karena terbukti masih ada pasien yang terinfeksi Covid-19 bisa sembuh.

Kembali lagi, tentu memerlukan siasat untuk mengatasi wabah ini, kalau tidak ingin entek ‘se-kabehane’. Seperti kata peribahasa arang habis besi binasa. rmol news logo article

Ari Aprian Harahap
Ketua Bidang Organisasi DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DKI Jakarta Periode 2020-2022

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA