Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Perekonomian Nasional Bangkrut, Sri Mulyani Melarikan Diri Lewat “Pintu Darurat”

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/arief-gunawan-5'>ARIEF GUNAWAN</a>
OLEH: ARIEF GUNAWAN
  • Rabu, 25 Maret 2020, 14:57 WIB
Perekonomian Nasional Bangkrut, Sri Mulyani Melarikan Diri Lewat “Pintu Darurat”
Menteri Keuangan Sri Mulyani/Net
KELOMPOK pertama yang mengecam  penjajahan Belanda di Indonesia adalah orang Belanda sendiri.

Yaitu golongan liberal, plus kelompok Multatuli dan para pendorong Politik Etis.

Elit bumiputeranya yang penjilat memilih berkomplot. Menikmati status quo demi kedudukan sosial-ekonomi tinggi yang dikasih sama Belanda.

Waktu wabah pes melanda Hindia Belanda, 1911, elit bumiputeranya tiada berdaya. Proyek infrastruktur besar yang disebut Kerja Rodi menempatkan mereka jadi mandor dan agen tenaga kerja yang menyalurkan rakyat jadi kuli.

Keringat, darah, dan nyawa rakyat berceceran tapi elitnya lari dari tanggung jawab. Because their devote is to the king. Para bupati misalnya selalu ngaku anak angkat Raja Wilem, dan kepada Gubernur Jenderal mereka menyapa dengan sebutan Eyang Romo ...

Elit kekuasaan hari ini mungkin juga merasa anak angkatnya XI Jinping dan utang budi sama Mao Zedong, sebab masih saja mencla-mencle bela ratusan juta rakyat yang terancam mati akibat Corona dari Negeri Komunis itu.

Perekonomian nasional bangkrut, kehidupan rakyat makin sulit, tapi histeria dan kondisi gagap karena tak siap menumpas Corona ini malah jadi pintu darurat bagi Sri Mulyani untuk lari dari tanggungjawab.

Menteri Keuangan Terbalik yang dipuji-puji asing-aseng ini ibarat lempar anduk mempersalahkan Corona yang bisa sebabkan ekonomi 0 %.

Padahal sebelum Corona perekonomian nasional sudah  rongsokan di bawah asuhan ekonom neoliberal yang dikenal SPG-nya IMF & World Bank, dan yang oleh  Anwar Nasution disebut Menteri Batok Kelapa itu.

Kalau Anda ingin mengetahui kebesaran sebuah bangsa kenalilah  pemimpinnya di masa krisis.

Bagaimana pemimpinnya begitulah juga bangsanya. Dan bangsa ini, kata Pramoedya Ananta Toer, terlalu banyak melahirkan pembesar, ketimbang pemimpin.

Hari-hari belakangan ini kebanyakan kita melihat para pembesar itu kian ngawur, irasional gunakan buzzers sebagai armada untuk menolak kenyataan. Manipulatif, ruthless. Bangsa ini kian didekatkan kepada kehancuran  & kebinasaan.

Teringat saya pada syair Freddy Mercury  dalam Bohemian Rhapsody :  

No escape from reality. Open your eyes, look up to the skies and see ...

Jangan melarikan diri dari kenyataan. Kalian sudah terkepung oleh kesalahan kalian sendiri. rmol news logo article

Penulis adalah wartawan senior.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA