Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rekomendasi Gibran, Moral Vs Akal

Kamis, 27 Februari 2020, 15:31 WIB
Rekomendasi Gibran, Moral Vs Akal
Gibran Rakabuming Raka/Net
NAMA Gibran Rakabuming Raka tidak banyak yang tahu, sekitar enam tahun silam. Meski dia putra Joko Widodo yang tak lain sekarang ini adalah Presiden Republik ketujuh, namun Gibran tak begitu mempublik.

Kiprahnya lebih banyak di belakang layar. Meski putra sulung mantan Walikota Solo tersebut dilekati predikat pengusaha kuliner yang eksis juga. Usaha kateringanya Chilli Pari tergolong sukses, begitu juga dengan martabak yang diberi nama Markobar perkembangannya cukup pesat.

Dari dua unit bisnisnya itulah nama Gibran ikut terdongkrak. Artinya dia dikenal bukan sebagai anak Presiden Joko Widodo, namun karena ushanya atau bisnisnya itu.

Terlebih secara brand, nama yang dipilih cukup ikonik juga. Chillie Pari dan juga Markobar gampang dikenal, dengan namanya yang khas. Dua kiat itu boleh jadi sebagai jurus pemasaran atau sebagai strategi market cukup berhasil. Jadilah Chilli Pari dan Markobar ibarat keping yang lain dari Gibran.

Ibarat mata uang belahan kiri adalah Gibran, belahan berikut adalah Chilli Pari dan Markobar. Publik pun mengaprsesisasi dengan capaian prestasi itu. Pujian silih berganti sebagai putra seorang presiden aktivitasnya tak lantas berkecipung di bisnis yang dekat dengan kekuasan, atau kemudian bermain-main di wilayah politik.

Anak Polah, Bopo Kepradah

Ya anak polah, bopo kepradah! Gibran dulu, lain dengan Gibran sekarang. Perubahan itu terindikasi langkah politik yang tiba-tiba dilakoni. Bagai petir di siang bolong, tidak ada hujan, tidak ada angin bos Chili Pari dan Markobar memutuskan maju sebagai salah satu kandidat Walikota Surakarta alias Solo.

Keputusan itu bagai turbulensi, mengagetkan, banyak pihak menyayangkan, tetapi sebaliknya tak luput ada juga yang mengapresiasi. Kesempatan tidak akan datang dua kali, beginilah namanya momentum, seperti anak panah yang dilepas dari busur, dia tidak akan pernah melesat jika tidak diberi kesempatan memburu sasaran.

Persis sebuah dialektika, ada suka, ada tidak suka, karena wajar saja muncul cuatan nyinyir, menyebut aji mumpung, podo wae alias sami mawon dan lain sebagainya.

Nah, kini mendalami beberapa sisi secara anatomis, menarik untuk dijadikan kajian di sini. Pertama, langkah Gibran bagaimana pun menimbulkan tsunami politik dalam konteks lokal di Kota Solo. Indikator yang cukup konkret meski disampaikan secara simbolik adalah reaksi dari Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo.

Orang nomor satu di jajaran pemerintah Kota Solo, sekaligus Ketua DPC PDI Perjuangan sesungguhnya telah mengirimkan pesan kultural yang cukup dalam. Ketidakhadirannnya pada Raker PDI Perjuangan di Kantor DPP boleh jadi adalah bahasa FX Rudy sebagai manifestasi atas konsistensi sikap politiknya. Untuk diketahui FX Hadi Rudyatmo merupakan tokoh PDI Perjuangan yang konsisten dengan sikap politiknya. Dalam mengartikulasikan pandangan Rudy juga vokal tanpa tedeng aling-aling.

Karena meneguhi sikapnya Rudy pernah memilih mundur dari jabatan Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Solo. Terang pengunduran diri itu dilakukan, bahkan di depan publik keputusan itu disampaikan. Titah Megawati Soekartnoputri lah yang kemudian membuat Rudy luluh, dan bersedia kembali menahkodai PDI Perjuangan Kota Solo sampai sekarang.

Terkait dengan langkah politik Gibran, posisi Rudy berada di simpang jalan. Membaca sikap politiknya bagi publik tidak terlalu sulit. Karena hasil keputusan rapat DPC PDI Perjuangan Kota Solo jelas-jelas telah memberikan rekomendasi kepada Achmad Purnomo dan Teguh Prakosa untuk maju sebagai Walikota dan Wakil Walikota Solo.

Karenanya ketika Gibran maju sebagai calon walikota jelas Rudy dihadapkan pada pilihan pelik. Tetapi sekali lagi inilah bukti konsistensi seorang Hady Rudyatmo. Dia tak lantas mengambil sikap ambigu, DPC PDI Perjuangan Solo tetap tertutup untuk Gibran. Bahwa ada pintu lain melalui DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah, atau bahkan melalui DPP PDI Perjuangan Pusat adalah di luar kuasa seorang Rudy.

Namun pada ranah yang menjadi kewenangan, dan otoritas sesuai dengan mandat yang diemban Rudy telah memberikan contoh bagi sebuah proses politik yang fair dan bermartabat.

Bukan rahasia lagi, bagaimana hubungan Rudy dengan Jokowi. Maaf, tanpa bermaksud memutar balik jarum jam pertemalian hubungan Jokowi dan Rudy melebihi kedekatan duet Walikota dan Wakil Walikota Solo ketika itu. Sebab antara keduanya telah memateri dalam konteks yang lebih dari sekadar hubungan kerja dan politik.

Duet Jokowi Rudy adalah sinergi sejadi yang layak menjadi teladan. Karenanya menngkontekstualisasikan dinamika yang terjadi sekarang, ketika Jokowi telah menjadi orang nomor satu di negeri ini, yang kemudian putra mahkotanya hendak berkompetisi pada kontestasi Pilwakot mendatang bagi Rudy bukanlah hal yang mudah untuk mengambil keputusan.

Sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan titah Rudy sangat menentukan bagi perjalanan seorang Gibran. Meski bisa saja bahwa rekomendasi adalah keputusan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputeri, namun akan menjadi cacat ketika keputusan itu menafikkan begitu saja andil dari seorang FX Hady Rudyatmo.

Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan telah mengambil strategi yang cukup elok dengan belum mempublikasikan kepada siapakah rekomendasi untuk Solo Satu (baca-Kandidat Walikota Solo) diberikan. Tak mudah membedah kalkulasi untuk sebuah keputusan moral ini. Ya keputusan moral menjadi istilah yang tepat, karena untuk menyelamatkan harkat dan martabat PDI Perjuangan di sinilah ukurannya.

Apalagi PDI Perjuangan adalah partainya wong cilk. Gibran bagaimana pun adalah putra mahkota dari orang nomor satu di negeri ini, yakni Presiden Joko Widodo. Secara politis pastilah segala kalkulasi publik akan menilai rekomendasi pasti jatuh ke tangan Gibran Rakabuning Raka. Artinya Ahmad Purnomo, yang notabene telah mendapatkan restu Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Solo jangan berharap dapat memperoleh rekomendasi.

Nah sekali lagi, di sinilah ujian bagi seorang Megawati  Soekarnoputri. Apakah Mega sebutan kharismatis Ketua Umum PDI Perjuangan ini akan memutus dengan pertimbangan akal sehat, dengan memihak pada putra sang Presiden, ataukah berdasar kalkulasi yang lain, hati nurani misalnya. Keputusan itu apa pun yang terjadi akan sangat mempengaruhi kebesaran PDI Peerjuangan, dan juga kharisma Megawati sendiri.

Artinya bagi Gibran keputusan untuk maju dalam kontestasi politik menjadi calon Walikota Solo adalah langkah yang benar. Sebab sesungguhnya itulah investasi nyata untuk ikut membesarkan PDI Perjuangan yang telah menghantarkan sang Patron, notabene bapaknya sendiri, yakni Joko Widodo menjadi Presiden RI ketujuh.

Namun sekali lagi, Gibran jangan terlalu berharap apalagi harus mendapat rekomendasi sebagai harga mati. Sebab investasi tidak harus dipetik untuk hari ini juga. Bagi PDI Perjuangan sendiri keputusan kepada siapa rekomendasi diberikan, khusus untuk calon Solo satu mesti mempertimbangan banyak aspek, baik itu moral, politis, dan kultural. Pesan simbolik seorang Hady Rudyatmo, atau yang akrab dipanggil FX Rudy layak menjadi cermin, dan sandaran ke mana muara keputusan itu harus berlabuh. rmol news logo article

Jayanto Arus Adi
Pimpinan Umum RMOL Jateng, Pokja Hukum Dewan Pers, Dewan Pertimbangan Unnes Semarang.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA