Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Skandal Jiwasraya Bikin Kader Demokrat Sesat Pikir

Kamis, 23 Januari 2020, 10:19 WIB
Skandal Jiwasraya Bikin Kader Demokrat Sesat Pikir
Syaroni (tengah)/Nel
JIWASRAYA sudah menjadi isu panas. Tak terkecuali bagi Partai Demokrat. Pasalnya, nama SBY dibawa-bawa.

Sejatinya, skandal Jiwasraya mencuat pada tahun 2018. Tepatnya, saat terjadi gagal bayar. Namun ada upaya menggiring skandal tersebut ke tahun 2006. Yakni saat SBY masih berkuasa.

Pergulatan pun merambah ke polemik apakah DPR lebih tepat membentuk Panja atau Pansus.

Akhirnya tanpa babibu, tiga Komisi di DPR membentuk Panja, yakni Komisi III, Komisi VI dan Komisi XI. Semuanya aklamasi. Tidak ada voting-votinganan.

Namun ternyata masih ada "keributan" kecil di luar arena. Partai Demokrat masih menginginkan Pansus.

Seorang kader Partai Demokrat - tidak perlu disebut namanya karena tidak terlalu penting - mempermasalahkan sikap politik Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Partai Gerindra Desmond J. Mahesa.

Kader Demokrat tersebut memborbardir Desmond J. Mahesa dengan tudingan-tudingan negatif. Bahasanya tidak mencerminkan sebagai politisi dari Partai Demokrat. Jauh dari sosok ketua umumnya yang santun dan rapi tata bahasanya.

Bila ada yang penasaran siapa kader tersebut, bisa cari sendiri di Google. Ketik kata kunci "Pansos Jiwasraya Demokrat". Mudah-mudahan ketemu.

Kembali ke polemik Panja atau Pansus. Tiga Komisi di DPR sudah sepakat membentuk Panja. Bila Partai Demokrat menginginkan Pansus maka harus berjuang meyakinkan parpol-parpol lainnya.

Partai Demokrat pernah 10 tahun berkuasa pasti paham mekanisme tersebut. Kerja politik melobi parpol-parpol lainya lebih penting dibanding hanya gaduh di medsos.

Dalam hal ini, Demokrat perlu belajar ke PDIP. Saat Pak SBY berkuasa, PDIP paling kencang kritiknya. PDIP sebagai oposisi bisa meyakinkan parpol-parpol pendukung pemerintah untuk membuat Pansus. Misalnya Pansus Century.

Tidak hanya di panggung DPR. Di luar parlemen pun sayap partai PDIP, Repdem, juga bergerak intensif menggalang demonstrasi bersama dengan kelompok pergerakan/aktivis. Jadi, PDIP menggempur dari dalam dan luar DPR.

Sejarah itu yang harus dibaca kembali. Tidak bisa bikin Pansus hanya bermodal "tulisan" gaduh di medsos. Harus ada lobi politik.

Apalagi setelah membaca tulisannya. Tidak ada data baru tentang Jiwasraya. Hanya bombastis tendensius. Tuduhan yang diarahkan ke Desmond pun sejatinya lebih menggambarkan kondisi kader Demokrat itu sendiri.

Pertama, soal analogi Pansos "panjat sosial" yang menyoal perimbangan lawan politik. Bila mengikuti cara berpikirnya, dengan logika "Pansos" maka tidak boleh lagi ada yang kritik kepada Presiden Jokowi. Siapa yang kritik Jokowi bisa kena tuduhan Pansos. Siapa yang kritik Jokowi bisa dituduh cari panggung. Inilah yang disebut dengan sesat pikir.

Kader Demokrat tersebut lupa dengan menuduh Desmond melakukan "Pansos", sejatinya dia sendiri yang lakukan "Pansos". Desmond adalah Wakil Ketua Komisi III DPR. Sedang dirinya hanya pengurus partai. Desmon tiga kali lolos DPR. Sedang dirinya hanya caleg gagal.

Kedua, soal "cleaning service" dan "komedian". Jelas sekali tuduhan tersebut juga lebih mengarah ke diri Kader Demokrat tersebut. Cleaning service, gelap mata membela SBY. Namun untuk yang satu ini patut diacungi jempol. Kader partai memang harus membela ketua umumnya.

Namun jangan jadi komedian di medsos. Usunglah gagasan yang bermutu. Dalam soal Jiwasraya, beberkan urgensi Pansus. Beberkan temuan-temuan Demokrat. Tunjukkan data-data baru. Terutama dalam kurun waktu 2006 hingga 2014, saat Pak SBY berkuasa.

Ketiga, soal mencuri panggung. Ini yang paling lucu. Desmond adalah Wakil Ketua Komisi III. Tiga periode menjabat DPR. Desmond sudah punya panggung. Konstitusi memberinya hak sebagai wakil rakyat. Jadi tidak perlu mencuri panggung siapa pun.

Sebagai politisi DPR tiga periode, Desmond sudah paham dinamika politik. Realistis menghadapi pertarungan politik. Kritiknya terhadap Pak SBY adalah sebagai realitas politik.

Kalau Pak SBY ingin Pansus maka harus bisa meyakinkan parpol-parpol di DPR. Selama ini Pak SBY belum melakukan gerilya politik. Tanpa lobi politik sulit membentuk Pansus. Dalam hal ini SBY perlu marah ke kader-kadernya karena tidak ada yang ambil inisiatif.

Dengan kondisi tersebut, maka wajar bila Desmond menganjurkan SBY untuk menggugat Jokowi. Itu lebih realistis dibanding berharap Pansus tapi tidak ada manuver dan lobi politik.

Nah, cukup ini saja. Saya dan kader Demokrat tersebut memiliki kesamaan. Sama-sama berstatus sebagai Caleg belum lolos DPR. Mudah-mudahan tidak dituduh "Pansos" atau mencuri panggung. He he. rmol news logo article

Syaroni
Caleg DPR RI 2019-2024 dari Partai Gerindra.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA