Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Paman Birin Akan Lawan Kotak Kosong?

Rabu, 15 Januari 2020, 18:41 WIB
Paman Birin Akan Lawan Kotak Kosong?
Gubernur Kalimantan Selatan, H. Sahbirin Noor/Net
PERKEMBANGAN politik di Kalimantan Selatan, khususnya berkaitan dengan perhelatan pilkada untuk meraih siapa gubernur dan wakil gubernurnya mendatang makin menarik.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Menarik di sini tidak berkaitan dengan maraknya kehadiran kandidat calon gubernur yang maju untuk melawan Gubernur Kalimantan Selatan, H. Sahbirin Noor sebagai petahana, tetapi justru minimnya calon yang ada. Bahkan mulai muncul isu Paman Birin akan lawan kotak kosong.

Memang faktanya, saat ini yang terlihat muncul di permukaan untuk berhadapan dengan H. Sahbirin yang dikenal dengan sebutan paman Birin baru muncul dua tokoh saja, yaitu Ir. H. Pangeran Khairul Saleh yang juga seorang Sultan Banjar dan Prof. Denny Indrayana.

Prof Denny terlihat mulai terjun di masyarakat, walau masih dalam skala terbatas untuk tahap sosialisasi dan membangun jaringan. Sementara Ir. H. Pangeran Khairul Saleh nampak terlihat tenang. Sosialisasi di masyarakat masih dilakukannya secara tertutup.

Bagi seorang Denny Indrayana sosialisasi wajib dijalani di awal karena ketokohannya masih belum dikenali sebagian besar masyarakat Banjar, walaupun dalam cakupan politik nasional nama beliau cukup dikenal. Pernah sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM di era SBY.

Sementara Ir. H Pangeran Khairul Saleh adalah sosok kuat di masyarakat, karena beliau dikenal sebagai Bupati Kabupaten Banjar yang sukses menjabat dua periode. Apalagi beliau sebagai Sultan Banjar, di mana kiprahnya dikenal di masyarakat mewarisi kesetiaan atas nilai-nilai Islam dan tradisi Banjar dengan sering menyelenggarakan acara Kesultanan Banjar di tengah-tengah masyarakat.

Dalam dunia politik kemasyarakatan dengan pengalaman di birokrasi lebih dari 25 tahun, kemudian menjabat Bupati Kabupaten Banjar sampai 2 periode, telah menempatkan dirinya sebagai tokoh yang matang dalam berpolitik.

Nah, pertanyaannya sekarang, menyoal realita di atas, mengapa sampai saat ini baru 2 (dua) kandidat calon gubernur saja yang muncul untuk menghadapi petahana Paman Birin? Benarkah akan terjadi pilkada kotak kosong? Padahal di Pilkada Gubernur Kalimantan Selatan tahun 2015 muncul 3 pasangan kandidat calon?

Menurut pengamatan saya, satu sebab utamanya adalah egoisme elite politik. Ini terlihat, misalnya beberapa tokoh partai politik selain Golkar asal kubu petahana, petinggi PDIP, seperti H. Rosehan dan H. Muhidin justru mengincar posisi politik untuk mendampingi H. Sahbirin Noor sebagai wakil gubernurnya nanti. Karena itu, amat sulit bagi PDIP dan PAN untuk tidak mendukung lagi Paman Birin yang merupakan wakil Golkar.

Sebab kedua adalah penyakit pragmatisme politik dari elite partai politik di Kalimantan Selatan masih kuat tersandera politik oligarki. Pertarungan Pilkada Kalimantan Selatan tahun 2015 faktanya hampir semua partai politik mendukung H. Sahbirin berpasangan dengan Rudi Resnawan waktu itu, Golkar, PDIP, Gerindra, PAN, PKS, PPP dan Hanura melawan calon independen H. Muhidin berpasangan dengan H. Gusti Farid Hasan, dan kandidat ketiga pasangan H. Zairullah berpasangan dengan Muhammad Syafei yang diusung PKB, Nasdem dan Demokrat. Pemenangnya waktu itu gubernur sekarang ini dengan selisih suara tipis 1 persen terhadap pasangan independen H. Muhidin dan H. Gusti Farid Hasan.

Menilai Pilkada 2015, di mana Gubernur Sahbirin bisa menang hanya dengan selisih suara tipis 1 persen dan munculnya banyak kritik di masyarakat setelah 5 tahun beliau memimpin, faktanya memang membuat posisi politik lemah. Apalagi jika penantangnya kali ini adalah sosok kuat.

Menjadi pertanyaan lagi, adakah partai politik yang berani calonkan kandidat kuat untuk menantang Paman Birin? Bisakah demokrasi di Kalimantan Selatan mencegah isu bahwa Paman Birin akan melawan kotak kosong?

Jawaban atas dua pertanyaan itu kembali merujuk pada sikap partai politik itu sendiri. Apakah ada keberanian partai politik menghilangkan egoisme dan pragmatisme elite di tengah kuatnya pengaruh oligarki di Kalimantan Selatan?

Saya melihat suasana politik tahun Pilkada kali amat berbeda dengan 5 tahun sebelumnya. Tahun ini masih kuat nuansa perhelatan politik pilpres di masyarakat Banjar. Isu ketimpangan kesejahteraan dan pembangunan ekonomi masyarakat Banjar makin kuat saat ini, sehingga tidak salah, kalau akhirnya menjadi daya dorong masyarakat mengharapkan kandidat kuat untuk perubahan kepemimpinan politik.

Harapan masyarakat Banjar untuk tidak terjadinya demokrasi kotak kosong di Kalimantan Selatan, prediksi saya masih ada. Karena saya tidak bayangkan partai politik seperti Gerindra, PKS dan Demokrat berani bertaruh untuk hilangkan ceruk politik konstituennya yang dikenal fanatik dan rasional.

Konstituen rasional ini terlihat masih kuat. Eksistensinya terletak pada 30an lebih elemen organisasi masyarakat eks 02 yang memenangkan suara Prabowo di Kalimantan Selatan tahun 2014 dan 2019. Kekuatan riil ini agak susah ditinggal partai politik seperti Gerindra, PKS dan Demokrat saat ini.

Tinggal pilihan atas kalkulasi politiknya saja yang wajib dimulai untuk menemukan komitmen bersama mengusung calon terkuat. Dan dalam hal ini saya menilai realitas politik Ir. H. Pangeran Khairul Saleh lebih kuat untuk menjadi pilihan strategis ke depannya. rmol news logo article

A Uwais Alatas

Pemerhati politik, yang juga aktivis Silaturahmi Anak Bangsa (Silabna)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA