Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Trump, Tagar #WWIII Dan Perang Opini

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/yudhi-hertanto-5'>YUDHI HERTANTO</a>
OLEH: YUDHI HERTANTO
  • Selasa, 07 Januari 2020, 02:53 WIB
Trump, Tagar #WWIII Dan Perang Opini
Ilustrasi Donald Trump/Net
TIMUR TENGAH merupakan titik panas yang tidak pernah berhenti. Dinamika geopolitik di jazirah padang pasir itu selalu bergelora. Amerika era Trump memainkan peran vitalnya sebagai polisi dunia, kini tengah melempar dadu.

Serangan kepada petinggi militer Iran, bukanlah sebuah tindakan main-main. Lalu di jagat maya, trending topic proyeksi world war III, hashtag #WWIII berkumandang. Kengerian dan suramnya nuansa perang dunia mengusik ingatan.

Apa maksud dari langkah Trump kali ini? Kita bisa berspekulasi, tapi tidak dengan Presiden Trump, sebagai pemimpin negara adidaya, supremasi Amerika sejalan dengan tagline kampanye Make America Great Again secara konsisten dijalankan.

Lihat serangkaian tindakan Paman Sam pada perkongsian dengan Israel. Provokasinya terkait hulu ledak nuklir Korea Selatan. Memicu perang dagang dengan China. Tidak pelak berbagai langkah kontroversial tersebut kembali mendudukan posisi superioritas Amerika.

Meski badan intelijen Amerika --CIA, kerap ditengarai menjadi pemulus jalan bagi pergantian tampuk kekuasaan di banyak negara di dunia, toh situasi konstelasi mengalami perubahan. Keterpilihan Trump pada pemilu di Amerika disebut-sebut hasil dari kontribusi negara seteru, Rusia. Ironi.

Istilah era post truth mengemuka, propaganda ala Rusia melalui metode Firehose of Falsehood dirumuskan. Meski berhadapan dengan kandidat kuat yang dijagokan Partai Demokrat Hillary Clinton dan memenangkan berbagai polling survei, hasil akhirnya tetap Trump yang terpilih.

Setting Agenda

Pertanyaan mengemuka, akankah hadir perang dunia secara terbuka? Mengapa Amerika dalam kuasa Trump berani mencetuskan hal yang sangat berpotensi menghadirkan serangan bagi dirinya?

Kompleksitas hubungan antarnegara di dunia sudah sulit terbendung. Globalisasi menghadirkan realitas baru. Pergeseran magnitude ekonomi dunia. Negara baru semisal China menggeser posisi juara bertahan Amerika sebagai kekuatan ekonomi dunia.

Keunggulan Amerika di berbagai bidang termasuk teknologi internet mulai tersaingi. Salah satu yang belum terkejar adalah soal penguasaan teknologi perang. Amerika tetap kampiun untuk hal itu. Sejalan dengan itu, kubu Partai Republik sebagai pendukung Trump, memang memiliki kedekatan dengan produsen teknologi dan peralatan perang.

Amerika secara tidak langsung mengadopsi welfare is warfare, kedamaian serta kesejahteraan hanya bisa diperoleh melalui kesiapsediaan untuk berperang. Melalui titik api perang, kapasitas produksi industri persenjataan di negeri Paman Sam tetap dapat mengepul.

Kontraksi ekonomi serta politik domestik Amerika justru mampu terkonsolidasi untuk isu soal perang. Kepentingan politik tersisih dalam situasi perang. Meski mungkin tidak padu pada keputusan berperang, tetapi sentimen nasionalisme berfungsi merekatkan kekuatan sosial politik Amerika.

Trump perlu ruang relaksasi, setelah tekanan pemakzulan --impeachment di tingkat kongres diluncurkan. Perlu ada tindakan besar yang dilakukan Trump untuk meneguhkan para pemilihnya, menjelang proses pemilu Amerika 2020, di akhir tahun ini. Sekaligus, mewujudkan janjinya guna membangkitkan kejayaan Amerika.

Problem domestik tersebut, mengharuskan Trump bermain di level berbeda. Arena bermain --playing field dari proksi pertarungan politik Trump, dibawa kepada pentas gelanggang politik dunia. Maknanya combo strike, menuntaskan problem domestik sekaligus memantapkan kembali posisinya di percaturan dunia.

Perang Fisik Terbuka?

Kemarahan Iran, mungkin saja akan sejalan dengan kegeraman China, Korea Utara bersama negara seteru Amerika yakni Rusia. Tapi membayangkan perang terbuka secara fisik agaknya terlalu ekstrem.

Peta persaingan negara-negara dunia berubah. Iran sudah bertahun lamanya mendapatkan blokade ekonomi, menyetujui perang terbuka sekaligus membuka front untuk perang dunia ketiga nampaknya membutuhkan kalkulasi yang sangat matang.

Potensi yang mungkin terjadi adalah serangan ke berbagai titik proyek vital Amerika di berbagai negara, utamanya di kawasan Timur Tengah. Bisa jadi, pancingan Amerika itu direspon membabi buta oleh Iran, demi dan atas nama perdamaian serta ketertiban dunia pula, negeri Paman Sam berpeluang untuk mengambil langkah perang terbuka.

Kekuatan perang Amerika yang disebar ke berbagai penjuru di Timur Tengah, sudah sejak lama dinyatakan sebagai bentuk pemborosan anggaran pertahanan dan keamanan di Amerika. Kali ini mendapatkan momentum kembali untuk diperhitungkan.

Orientasi efisiensi anggaran militer Amerika akan ditempatkan, bukan pada soal nilai nominal yang dihemat, tetapi seberapa besar alokasi anggaran termanfaatkan sesuai tujuan. Dan muara kepentingan tersebut adalah untuk kembali menguatkan peran penting Amerika, pada geopolitik Timur Tengah proksi wajah dunia.

Melihat kembali beberapa peta dan pola konflik baru, salah satu bentuk yang nyata terlihat adalah dominasi teknologi perang dengan melibatkan pesawat nirawak -drone bersenjata. Pemboman kilang minyak Arab Saudi, hingga kematian Jenderal Perang Iran adalah manifestasi bentuk nyatanya.

Dengan situasi sedemikian, upaya untuk menstimulasi perang terbuka secara fisik adalah berada dalam posibilitas yang rendah. Glorifikasi penjungkalan Amerika di medan perang Vietnam, sulit dibayangkan terjadi pada kondisi sekarang. Meski Iran memang dinyatakan memiliki hulu ledak nuklir, tetapi perang juga soal stamina dan logistik. Semangat saja tidaklah cukup.

Relasi politik dunia akan memanas, tetapi ruang wilayah perang akan terkonsentrasi pada pembentukan opini. Sun Tzu --ahli strategi militer Tiongkok klasik, menyatakan bahwa sebelum berperang perlu mengenal empat hal. Di antaranya, kenali lawan, kenali kawan, kenali medan dan kenali diri sendiri.

Bagaimana Posisi Kita?

Mencermati pergerakan di Timur Tengah, posisi politik Indonesia sebagaimana matra ikut berperan serta aktif dalam perdamaian dunia, harus dapat memainkan peran tersebut. Mendorong promosi dan jalan keluar dari ketegangan tersebut.

Hegemoni Amerika yang secara terbuka melakukan tindakan penyerangan, perlu diberikan peringatan pada tingkat dunia. Arogansi tersebut jelas menciderai prinsip world living in harmony. Patut dicatat sebagai tindakan tercela.

Sementara itu secara bersamaan kita pula tengah berhadapan dengan tantangan teritori batas wilayah kedaulatan di laut Natuna. Insiden coast guard China, juga menstimulasi hal yang tipikal dengan apa yang dilakukan Amerika meski pada konteks berbeda.

Apa sebaiknya yang harus dilakukan? Protes kah? Unjuk gigi patroli militer? Misi diplomasi? Ataukah multi kombinasi seluruh kegiatan tersebut?

Insiden wilayah laut Natuna mengembalikan kewaspadaan teritori perairan kita. Meski menyatakan diri sebagai negara maritim, kapasitas kita masih menempatkan laut sebagai pemisah pulau. Dengan demikian, kita abai menjaganya.

Kembali pada diktum: perang adalah politik dengan pertumpahan darah, sedangkan politik adalah perang minus tertumpahnya darah. Peran politik di kancah internasional perlu dimainkan secara aktif.

Pilihan strategi perlu dipertimbangkan sesuai dengan bobot kepentingan prioritas domestik. Saat ini, adalah periode yang tepat untuk menunjukkan kepiawaian tersebut. Seperti gilang gemilang Soekarno dalam merumuskan gerakan Non Blok, untuk menjadi perimbangan baru dari kekuatan kutub dunia saat itu.

Semoga damai dunia menjadi resolusi bersama di 2020 ini. rmol news logo article

Penulis sedang menempuh Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA