Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Satu Dekade Wafatnya Gus Dur: Sekelumit Kisah Penjaga Marwah NU

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/arief-gunawan-5'>ARIEF GUNAWAN</a>
OLEH: ARIEF GUNAWAN
  • Senin, 30 Desember 2019, 13:35 WIB
Satu Dekade Wafatnya Gus Dur: Sekelumit Kisah Penjaga Marwah NU
Tokoh NU KH. Idham Chalid/Net
KOLONEL Maulwi Saelan yang mendengar pengakuan pelaku penembakan Sukarno saat shalat Idul Adha di Istana, tahun ‘62, mengaku heran. Luputnya Sukarno dari percobaan pembunuhan itu ternyata ada mistisnya.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

"Waktu diperiksa si penembak ngaku melihat Sukarno ada dua. Dia bingung mau nembak yang mana. Akhirnya tembakannya meleset," kata Maulwi.

Tembakan meleset kena bahu Ketua DPR Zainul Arifin, dan nyerempet tokoh terkemuka Nahdlatul Ulama (NU), KH. Idham Chalid, yang jadi imam shalat.

Waktu keadaan terkendali shalat diteruskan. Nasution naik mimbar bacakan khotbah.

"Peluru lewat leher saya sebelah kiri. Lebih dekat kepada saya daripada kepada presiden," kenang Nasution, Menteri Pertahanan saat itu, yang waktu kejadian di samping Sukarno.

Ada pun Maulwi Saelan perwira senior detasemen kawal pribadi, salah satu pendiri Resimen Tjakrabirawa. KH. Idham Chalid sendiri luka ringan. Kaget jatuh dari mimbar.

Idham Chalid salah satu tokoh NU kesayangan Sukarno. Pandai bawa diri dan sanggup memelihara marwah dan kehormatan NU. Pernah jadi Wakil Perdana Menteri di Kabinet Ali Sastroamidjojo dan Kabinet Djuanda.

Di masa Soeharto Idham Chalid jadi Menteri Kesra dan Sosial, Ketua MPR/DPR, hingga Ketua DPA. Waktu jadi Ketua Umum PBNU usianya 34. Tokoh terlama yang pegang jabatan tersebut selama 28 tahun. Digantikan oleh Gus Dur (1984) yang membawa NU ke Khittah '26. Menegaskan NU ormas yang tiada terlibat politik praktis, tiada berafiliasi ke partai manapun.

Di bawah Gus Dur yang pluralis NU menemukan kembali gairahnya sebagai penyeimbang. Berdiri di tengah sebagai patriot yang cinta tanah air. Gus Dur yang dekat dengan berbagai kalangan, sering minta agar para intelektual NU senantiasa istiqomah. Antara lain kepada Dr. Rizal Ramli, ekonom pro kerakyatan, pengusung konsepsi ekonomi pro wong cilik dan pro Nahdliyin.

Waktu Pemilu '55 NU partai politik terbesar ketiga setelah PNI & Masyumi.

Menjelang '65 NU ada di kabinet "jagain" Sukarno dan bangsa supaya tak terseret PKI dan China Komunis.

"Komunisme itu seperti halnya anjing, adalah najis. Tapi Sukarnoisme tidaklah najis, karena dia bukan komunisme. Paling banter Sukarnoisme itu adalah seperti anjing laut, dan sebagaimana Anda tahu anjing laut menurut Islam tidaklah najis," kata Idham Chalid, dikutip Maulwi Saelan di dalam bukunya Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa: Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 65.

Aidit & PKI jengkel pada KH. Idham Chalid. Sehingga sering berdebat. Misalnya waktu Sukarno mau bikin Kabinet Kaki 4, yang mengajak PKI. Menyusul PNI, Masyumi, dan NU. Idham Chalid menolak keras.

Ayah Gus Dur, KH. Wahid Hasyim, Menteri Agama pertama RI, sahabat dan tempat bertanya Sukarno soal-soal Islam dan ketatanegaraan yang toleran. Undang-undang Dasar '45, Pancasila, adalah hasil gentleman's agreement dari para Bapak Bangsa seperti mereka.

Ada banyak tokoh besar NU, dan dari organisasi besar ini bangsa besar ini masih mengharapkan kembali hadirnya tokoh-tokoh besar, bukan tokoh-tokoh kerdil yang pragmatis, yang mengabaikan marwah, wibawa dan kehormatan Nahdlatul Ulama untuk kepentingan yang sempit. rmol news logo article

Penulis adalah wartawan senior Republik Merdeka.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA