Karakter merupakan tabiat, sifat, watak yang berbeda satu dengan yang lain. Manusia tak berkarakter adalah ia yang tidak jelas watak atau sifatnya. Ambiguitas adalah penghancur karakter.
Dalam agama sering disebut karakter itu dengan akhlak dan Rosulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak “
innama buitstu liutamima makaarimal akhlak†yakni mengubah karakter "jahiliyah" menjadi "islamiyah" baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat. Kelak juga bernegara dan pergaulan dunia.
Para pemimpin bangsa memiliki problem dengan karakter ini. Krisis akhlak adalah kemerosotan karakter. Di samping korupsi yang merajalela juga hutang yang bertumpuk di berbagai BUMN dengan tidak menunjukkan kesehatan pembayaran.
Watak salah urus dapat membawa krisis ekonomi yang parah. Para Menteri yang pintar pintar tapi berkarakter "tidak pintar". Tak mampu memimpin, bermental kacung, nepotis, dan kolutif. Berjejer dalam barisan orang orang tidak jujur. Berwajah culas karena berada dalam komunitas yang dikendalikan oleh penguasa dan para pengusaha yang juga culas.
Menteri menteri dari partai pada umumnya berperan sebagai "petugas" yang memiliki tugas untuk berkontribusi bagi partai. Kementrian yang dipimpinnya harus menjadi sarana bagi penggemukan partai. Celakanya prioritasnya adalah mengisi kas atau dana partai. Ini sama saja dengan tugas untuk mencuri uang lewat kementrian.
Bila korupsi tertutup maka yang terbuka adalah kolusi. Bermitra dengan pemasok dana lewat proyek, kerjasama atau "bantuan" lainnya. Rakyat mencurigai atasan sebagai dirijen permainan. Kalem tapi menghanyutkan. Sangat potensial untuk menenggelamkan.
“
Character building†kini mesti dikampanyekan sebab rasanya kerusakan bangsa ini sudah sangat parah. "revolusi mental" sudah menguap dan hilang entah kemana. Karena yang bobrok mental justru yang pidato dan teriak teriak itu.
Ngeri jika mendengar, membaca, dan menerima informasi perilaku pejabat yang berkolusi dengan pengusaha. Jabatan telah dijadikan batu "loncatan katak" untuk menumpuk kekayaan dan memeras rakyat dengan kenaikan harga, tarif dan pajak.
Pragmatisme telah menghancurkan karakter bangsa. Memereteli nilai nilai moral dan agama. Semua seolah bisa dibeli dan dinilai dengan uang. Sulit mencari pemimpin yang jujur, amanah dan berintegritas.
Negara pun dijadikan bahan mainan dan panggung drama. Sementara rakyat bengong menonton para pemain yang berperan menyebalkan.
M Rizal Fadillah
Pemerhati politik
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.