Tercatat di tahun 2018, impor beras Indonesia mencapai 2,25 juta ton. Kala itu, Enggar tetap ngotot untuk melakukan impor beras, sekalipun para petani sedang panen raya.
Politisi Partai Nasdem itu tidak mengindahkan kritik yang menyebut impor akan membuat Indonesia kelebihan beras dan akan berujung sia-sia karena beras akan busuk.
Sementara di satu sisi, beras Bulog yang sebelumnya dilepas untuk Program Beras Sejahtera (Rastra) berubah. Program bantuan sosial diganti dengan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), sehingga alokasi beras Bulog ke masyarakat mengalami penurunan drastis.
Langkah Kementerian Perdagangan era Enggar yang tidak ikut mengimbangi perubahan kebijakan itu dipertanyakan oleh analis politik dari Universitas Islam Syech Yusuf, Adib Miftahul.
Menurutnya, alasan impor beras besar-besaran di saat ada transisi perubahan alokasi beras Bulog harus diurai secara mendetail.
“Kebijakan impor oleh Mendag terdahulu (Enggartiasto Lukita) harus dilihat lagi, ada penyimpangan tidak. Kenapa impor terus dilakukan, sementara penyaluran beras impor sudah dikurangi kuantitas jumlahnya, ini ada apa?†tanyanya kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (4/12).
Adib mendesak KPK untuk tidak tinggal diam. Agus Rahardjo cs harus mengusut apakah impor beras yang dilakukan oleh Enggar saat diamanahkan menjadi Menteri Perdagangan sudah sesuai dengan regulasi. Apalagi impor beras juga dilakukan di saat petani sedang panen.
“Bukti sudah ada ada 20 ribu ton beras tidak terpakai kerugian negara jelas ada sekitar Rp 160 miliar, KPK jangan ragu, usut pemburu rente mafia impor beras,†pungkas Adib.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: