Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dutabesar Sudan Elsiddieg Abdulaziz Abdalla: Afrika (Kembali) Melihat Indonesia

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-5'>TEGUH SANTOSA</a>
OLEH: TEGUH SANTOSA
  • Selasa, 08 Oktober 2019, 08:25 WIB
Dutabesar Sudan Elsiddieg Abdulaziz Abdalla: Afrika (Kembali) Melihat Indonesia
Dutabesar Sudan Elsiddieg Abdulaziz Abdalla dan CEO RMOL Teguh Santosa/RMOL
INDONESIA kembali memainkan peranan penting dalam hubungan dengan negara-negara di benua Afrika. Di tahun 1955 silam, Presiden Sukarno mengundang bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang baru merdeka di akhir Perang Dunia Kedua untuk berkumpul di Bandung. Dalam Konferensi Asia-Afrika itu dirumuskan satu dokumen politik yang diberi nama Dasa Sila Bandung, yang dalam prinsipnya mendoronga agar negara-negara yang baru merdeka di Asia dan Afrika mengembangkan kerjasama yang positif dan konstruktif dengan sesama mereka.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Kini, giliran Presiden Joko Widodo yang mengambil inisiatif merapatkan kembali hubungan Indonesia dengan benua Afrika. Di tahun 2018, Kementerian Luar Negeri menggelar Indonesia-Africa Forum (IAF). Di tahun 2019, pembicaraan ditingkatkan ke level yang lebih konkret dalam pertemuan Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID).

Republik Sudan, seperti negara-negara Afrika lainnya, menyambut baik inisiatif Indonesia ini. Dalam wawancara dengan redaksi Majalah Republik Merdeka, Dutabesar Republik Sudan untuk Republik Indonesia Elsiddieg Abdulaziz Abdalla menyampaikan kekagumannya atas inisiatif pihak Indonesia itu. Dia menjelasakan berbagai potensi yang terpampang di depan yang dapat dimanfaatkan k edua negara untuk meningkatkan kerjasama dan mendapatlan nilai tambah dari kerjasama tersebut.

Dubes Abdalla adalah diplomat karier. Pria kelahiran Abufrou, 1 Januari 1958, ini sebelum bertugas di Indonesia pernah menjadi Dubes di Harare, Zimbabwe pada 2009-2012. Selain itu, Dubes Abdalla juga pernah bertugas sebagai Kepala Perwakilan Sudan di Markas PBB di Jenewa pada 2003-2006.

Berikut kutipan wawancara tersebut:


Bagaimana Anda melihat Indonesia?

Sejak bertugas di Indonesia saya telah mengunjungi banyak tempat dan kota di Indonesia. Saya bahkan ke Solo untuk menghadiri pernikahan putri Presiden Joko Widodo. Kunjungan-kunjungan itu saya lakukan untuk melihat berbagai peluang yang dapat kita gunakan demi mengembangkan kerjasama kedua negara. Selain itu, kami juga membangun kerjasama dengan pemerintah di sejumlah provinsi.

Dapat saya katakan bahwa berbagai kunjungan ini memberikan kesempatan kepada saya untuk lebih mengetahui situasi Indonesia. Saya berusaha memahami bagaimana masyarakat Indonesia melihat dunia, juga bagaimana mereka melihat hubungan kedua negara. Dalam kunjungan ini saya juga mendapat kesempatan untuk mendapatkan gambaran mengenai potensi ekonomi Indonesia. Dengan itu, selanjutnya kita dapat menyusun rencana dan program untuk memperkuat kerjasama.


Apakah Anda dapat menikmati suasana di Indonesia?

Saya suka. Tetapi ketika cuaca tidak baik, saya tidak suka. (Tertawa)

Anda tahu, saya datang dari daerah dengan iklim yang kering. Jadi, saat Anda pindah ke daerah tropis yang lembab seperti di sini kadang-kadang Anda merasa tertekan. Tetapi kalau Anda pergi berkunjung ke banyak tempat di luar Jakarta, Anda akan menyadari bahwa Anda seperti sedang berada di surge. Pemandangan yang indah dan udara yang baik. Dengan orang-orang yang juga baik.


Apa yang Anda harapkan dari periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, khususnya yang terkait dengan hubungan bilateral kedua negara?

Kami melihat Presiden Jokowi dari kacamata Afrika. Beliau adalah satu-satunya Presiden Indonesia yang melihat Afrika dengan cara pandang yang sangat ambisius. Anda ingat dalam salah satu kampanye, dia mengajak untuk melihat Afrika, dan ia sangat ingin meningkatkan hubungan dengan Afrika. Itu sebabnya, tahun lalu ia mengundang kami untuk menghadiri Indonesia-Afrika Forum (IAF 2018), di mana menteri-menteri dan pemimpin dari banyak negara Afrika datang ke Bali. Bulan Agustus ini kami kembali akan mengadakan pertemuan, Indonesia-Afrika Infrastructure Dialogue (IAID 2019). Semua ini adalah bagian dari program kerjanya.

Indonesia akan menjalin hubungan dagang dan ekonomi dengan hampir 52 negara di Afrika. Afrika memiliki sumber daya alam yang sangat besar. Penting bagi Indonesia untuk menjalin hubungan dengan Afrika, termasuk menjalin pertukaran para ahli (experts). Indonesia memiliki penduduk 260 juta jiwa. Berapa banyak ahli yang dimiliki Indonesia yang dapat memberikan kontribusi pada pembangunan Afrika. Go to Afrika.

Kita harus mewujudkan “Kerjasama Selatan-Selatan”. Hubungan baik di bidang politik tidak cukup. Kita harus bekerja keras untuk menata pondasi hubungan ekonomi. Kini kami memiliki hubungan politik yang sangat baik dengan Indonesia. Kami juga memiliki hubungan kebudayaan yang tinggi dengan Indonesia. Tetapi, sejujurnya, hubungan ekonomi kami dengan Indonesia masih tertinggal.


Mengenai hubungan bilateral kedua negara, bagaimana keadaanya sejauh ini? Misalnya dalam hal perdagangan antara kedua negara…

Mari kita berterus terang. Beberapa waktu yang lalu hubungan ekonomi kedua negara lebih baik dari saat ini. Ketika itu, di era 1980an dan 1990an ada komunitas bisnis Sudan yang sangat aktif di Indonesia. Saat itu Indonesia merupakan salah satu sumber utama tekstil, obat-obatan, dan produk pertanian bagi negara kami.

Ketika itu ada upaya Indonesia mengimpor daging dari Sudan. Perlu Anda ketahui, Sudan merupakan salah satu supplier daging untuk Timur Tengah dan beberapa negara Eropa. Sudan memiliki lebih dari 120 juta sapi dan kambing.

Kami tahu bahwa Indonesia mengimpor daging dari banyak negara lain. Namun Sudan dapat menjadi salah satu sumber yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan daging impor Indonesia. Tentu saja ada standar dan peraturan yang harus dipenuhi. Saat ini ide untuk mengimpor daging dari Sudan masih ada, namun kita belum bisa merealisasikannya. Tetapi kami masih sangat optimistis.

Sekitar tiga atau empat bulan lalu delegasi bisnis Indonesia berkunjung ke Sudan dan mereka mendiskusikan tentang hal ini, bagaimana agar mereka bisa mengimpor daging dari Sudan.

Seperti Anda tahu, ini salah satu area bisnis yang sangat sensitif. Dibutuhkan banyak persyaratan, selain perlu meyakinkan publik bahwa daging yang diimpor dari negara tertentu dalam kondisi sehat. Ini bukan bisnis yang mudah, kita tidak bisa langsung lompat dan melakukannya. Tetapi, kita perlu waktu untuk menyusun peraturan yang memungkinkan bisnis ini berkembang.


Saat ini produk apa saja yang didatangkan Indonesia dari Sudan?

Saat ini, Indonesia mengimpor kacang-kacangan dan gom Arab. Gom Arab digunakan secara luas dalam industi kesehatan dan makanan. Sudan adalah sumber gom Arab terbesar di dunia. Ini produk alami yang digunakan dalam banyak produk, termasuk minuman berwarna. Semua minuman berwana memiliki setidaknya 5,5 persen gom Arab.

Gom Arab sangat relevan dalam industri makanan. Semua orang tengah melawan produk kimia dalam industri makanan. Karena itu, ini adalah area bisnis yang luas. Dan kami tahu bahwa Indonesia memiliki populasi yang sangat besar, hampir sebanyak 260 juta jiwa. Ini adalah pasar yang besar untuk produk ini.

Juga perlu saya sampaikan, hampir semua produk pertanian dapat diimpor Indonesia dari Sudan. Karena kami adalah negara agraris dengan sumber air yang melimpah.

Sementara bagi kami, Indonesia adalah salah satu sumber sparepart mobil. Sudan merupakan pasar yang besar bagi mobil dari Indonesia. Selama ini kami mengimpor semua sparepart mobil kami dari luar, umunya Jepang. Selanjutnya kami juga mengimpor produk-produk kayu Indonesia.

Dalam catatan sejarah, Sudan merupakan salah satu negara dengan jalur kereta api terpanjang di dunia. Indonesia adalah adalah sumber utama kayu yang digunakan sebagai bantalan rel kereta api. Indonesia mungkin satu-satunya sumber jenis kayuan ini di dunia. Kayu jenis ini sangat kuat, sangat keras.

Bersama itu, Indonesia juga merupakan sumber utama plywood dan furniture. Indonesia dapat menjadi sumber utama plywood dan furniture untuk seluruh Afrika, khususnya Sudan.

Selama ini kami mengimpor furniture dari Eropa. Kalau Anda membandingkan harga dan kualitas antara  produk Indonesia dan Eropa, Anda tidak dapat membandingkannya. Karena produk dari Indonesia lebih baik, dan  harganya lebih terjangkau. Jadi misalnya, bagi saya lebih baik  mengimpor furnitur dari Indonesia daripada mengimpor dari Italia. Ini karena kualitas, harga, dan juga desain produk itu.


Anda menyampaikan hal ini bukan karena Presiden Jokowi sebelumnya adalah tukang meubel?

Tentu tidak. (Tertawa)

Tetapi ya, Presiden Jokowi melakukan banyak hal untuk memfasilitasi bisnis antara Indonesia dan negara kami. Ia adalah presiden pertama di Indonesia yang mengatakan: Anda harus berkunjung ke Afrika.

Hal itu dikatakan Presiden Jokowi tahun lalu. Sekarang ini ia mendorong pelaku bisnis Indonesia untuk berkunjung ke Afrika.

Ini juga sebabnya mengapa pada tanggal 20 dan 21 Agustus ini akan diselenggarakan Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID 2019). Hampir semua negara Afrika akan mengirimkan wakilnya ke Bali untuk mendiskusikan bagaimana caranya Indonesia dapat berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur di Afrika. 

Sampai sekarang Afrika masih berada jauh di belakang kawasan ini dalam hal pembangunan infrastruktur. Kami membutuhkan jalur kereta api, kami membutuhkan jalanan, kami membutuhkan bangunan dan kota-kota. Kami melihat Indonesia sebagai salah satu negara yang maju di kawasan ini, dan dapat membantu kami.

Itu sebabnya kini Afrika melihat Indonesia. Pemerintah dan sektor swasta Indonesia juga mengarah ke Afrika.


Kalau Anda membutuhkan proyek infrastruktur, mengapa tidak ke Republik Rakyat China yang dinilai lebih mampu. Bukankah Indonesia juga meminta bantuan dari China…

Mengapa tidak Indonesia? Kami tahu bahwa banyak proyek yang dikerjakan insinyur-insinyur Indonesia. Dengan menyatukan upaya yang saat ini dimiliki Indonesia dan yang kami capai di Afrika, kita bisa melakukan sesuatu. Dan tentu saja Afrika tidak boleh hanya tergantung pada China. Anda harus mendiversifikasi sumber yang Anda punya.


Apakah Anda tidak melihat China sebagai sebuah ancaman?

Ancaman? Anda lihat, orang-orang sekarang ini banyak yang membicarakan tentang China. Banyak di kalangan pemimpin negara-negara Afrika yang melihat China memiliki perbedaan karakteristik dengan kekuatan Barat tertentu. Mereka (China) tidak memiliki agenda politik. Mereka tidak mempraktikkan politik dalam kerjasama ekonomi dengan negara lain. Sebaliknya, negara-negara Barat selalu meminta syarat-syarat. China tidak melakukan hal itu.

Kami sangat percaya Indonesia juga seperti itu (China). Indonesia tidak memiliki ambisi di Afrika, tidak punya agenda politik di Afrika. Kami merasa negara seperti Indonesia dan China percaya pada apa yang kita sebut sebagai win-win situation.

Juga jangan lupa, sejak Konferensi Bandung tahun 1955, pemimpin-pemimpin negara dunia ketiga bertemu di negara ini dan mereka menggaungkan slogan “Kerjasama Selatan-Selatan”. Jadi bagi kami, bagi Afrika, setiap kali kita membicarakan kerjasama Indonesia dan Afrika, kami ingin slogan “Kerjasama Selatan-Selatan” ini menjadi jelas dalam pikiran dan praktik kita. Kami ingin melihat Kerjasama Selatan-Selatan menjadi kenyataan. Kami tidak ingin ia hanya menjadi slogan di masa lalu.


Banyak mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Sudan…


Saat ini ada lebih dari 1.500 mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Sudan, baik under graduate maupun post graduate program.


Apakah kebanyakan dari mereka belajar bidang agama?

Tidak juga. Ini tergantung pada yang ingin mereka pelajari. Kalau mereka ingin mempelajari ilmu kedokteran, ada Fakultas Kedokteran. Kalau Anda ingin belajar Bahasa Arab, tentu akan mengambil jurusan Bahasa Arab. Ini tergantung pada kebutuhan.

Satu hal yang jelas adalah pasar Arab dan Indonesia sekarang tumbuh subur. Banyak pengusaha dari dunia Arab yang datang ke Indonesia untuk mengembangkan bisnis. Ini berarti Anda membutuhkan seseorang yang bisa berbahasa Arab. Juga, jangan lupa bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, sekitar 90 persen. Tentu saja mereka perlu mengetahui Bahasa Arab. Sebab kalau Anda tidak tahu Bahasa Arab, Anda akan kesulitan memahami agama Anda.

Mereka menuntut ilmu di Sudan karena kehidupan di sana cukup mudah, tidak ada masalah. Pelajar-pelajar dari Indonesia tidak merasa asing di tengah komunitas Sudan. Mereka hidup dengan nyaman, tidak ada kekerasan.

Sekarang bayangkan, revolusi sedang terjadi di Sudan selama empat bulan terakhir. Saya tidak tahu bagaimana mengatakannya, tidak ada seorang pun pelajar dari Indonesia yang menjadi korban dan tersakiti. Ini menjelaskan mengapa pelajar Indonesia menuntut ilmu ke Sudan. Karena negaranya aman bagi mereka. Mudah untuk berinteraksi dengan masyarakatnya. Dan, big percentage dari pelajar-pelajar Indonesia itu adalah wanita.

Grup pelajar terakhir yang dilepas Kementerian Agama, dan saya ikut hadir untuk menyampaikan ucapan selamat jalan, hampir 50 persen adalah pelajar wanita. Ini memberikan gambaran kepada Anda bagaimana mereka merasa aman dan nyaman berada di Sudan. Bila keadaan tidak aman, tentu pemerintah Anda tidak akan memberikan izin kepada mereka.

Banyak juga mahasiswa S-2 dan S-3 terutama untuk bidang-bidang yang jarang ahlinya, seperti bidang zakat. Ada beberapa lembaga pendidikan tinggi di Sudan yang fokus pada bidang-bidang yang spesifik ini.


Apakah juga ada mahasiswa Sudan yang belajar di Indonesia?


Kita memiliki perjanjian kerjasama di bidang kebudayaan antara Pemerintah Sudan dan Pemerintah Indonesia. Bagi kami, di Indonesia mahasiswa kami bisa mendapatkan program pendidikan post graduate yang baik. Itu sebabnya kami ingin, dan itu disebutkan dalam perjanjian kerjasama, agar Indonesia menyediakan kesempatan (pada mahasiswa dari Sudan) untuk menuntut ilmu di bidang tertentu, khususnya bidang pertanian dan perikanan. Karena Indonesia diakui sebagai negara yang memiliki kemampuan lebih di sektor ini. Indonesia hampir menjadi negara yang memimpin di area ini.

Saat ini hampir 60 pelajar dari Sudan yang sedang belajar di Indonesia. Ini di luar pelajar Sudan yang mengambil pendidikan S-1 yang sifatnya pribadi.


Apakah Anda berharap semakin banyak pelajar Sudan yang menuntut ilmu di Indonesia?


Tentu saja, saya berharap semakin hari semakin banyak. Saat ini banyak universitas di sini yang meminta kepada kami agar mengirimkan lebih banyak mahasiswa. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA