Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Membandingkan Pemindahan Ibukota RI Dan Relokasi Pusat Administrasi Pemerintahan Malaysia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Kamis, 22 Agustus 2019, 15:57 WIB
Membandingkan Pemindahan Ibukota RI Dan Relokasi Pusat Administrasi Pemerintahan Malaysia
Ilustrasi Jakarta/Net
1. PM Malasysia saat itu Mahathir memindahkan pusat pemerintahan ke Putrajaya karena alasan efisiensi, yaitu agar rapat-rapat kementerian dan pejabat-pejabat negara dapat efektif dan efisien dari sisi waktu. Sehingga biaya pemerintahan juga dapat ditekan. Saat itu kemacetan di KL dan terpisah-pisahnya gedung kantor kementerian menjadi kendala setiap rapat dan koordinasi.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

2. KL tetap menjadi Ibukota Malaysia dan menjadi pusat bisnis. Semua kementerian terpusat di Putrajaya kecuali Kementerian Perdagangan dan Investasi yang harus dekat dengan pusat bisnis di KL.

3. Lokasi Putrajaya hanya berjarak 25 km dari KL, sehingga hubungan antara pusat bisnis dan pusat pemerintahan relatif dekat. Selain itu Putrajaya tetap gunakan akses bandara KL. Tidak perlu bangun bandara internasional baru.

4. Seluruh biaya pembangunan Putrajaya seluas 46 km2 menggunakan uang pemerintah, Rp 85 triliun selama 5 tahun pembangunan (1994-1999). Nilai yang lebih besar dari APBN RI 1995/1996 Rp 78 triliun. Hal ini karena Mahathir ingin merealisasikan anggaran untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, saat itu ekonomi Malaysia sedang jaya. Bahkan saat krismon 1997 Mahathir menolak bantuan dana IMF yang dipercaya bahwa dana IMF akan memperburuk ekonomi Malaysia.

Pembangunan Putrajaya tidak lepas dari kritik karena dianggap proyek ambisius prestisius. Tetapi Mahathir menjawabnya dengan "mahal atau murah bukan ditentukan nilainya, tapi dari kemampuannya mengeluarkan uang sebanyak itu." Bahkan periode itu Mahathir juga membangun Menara Kembar Petronas.

Rekomendasi:

1. Pemindahan Ibukota RI bukan hal yang mendesak, mengingat ekonomi negara sedang sulit di tengah ekonomi global tak menentu dan banyak pihak memperkirakan sedang menuju krisis global.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berputar di angka 5 persen. Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi tak mencapai target. Ekonomi hanya tumbuh 5,17 persen, sementara target APBN ditetapkan 5,24 persen. Sementara pada tahun 2019, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan belanja pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak cukup kuat menggerakkan perekonomian. Porsi APBN hanya berkontribusi 20 persen terhadap angka pertumbuhan ekonomi.

2. Jika kebutuhan akan efisiensi kerja kementerian dan pejabat negara sudah dianggap mendesak dengan mempertimbangkan kondisi kemacetan Jakarta, yang mengharuskan lingkungan kerja yang terpusat agar terjadi efisiensi kerja dan koordinasi antarlembaga, maka pilihan yang masuk akal mempertimbangkan biaya dan efetivitas kerja adalah lokasi yang tidak jauh dari Ibukota Jakarta.

Dengan konsep relokasi pusat administrasi pemerintahan dan bukan memindahkan Ibukota, maka bisa dipilih lokasi yang tidak jauh dengan pusat bisnis di Jakarta. Seperti wilayah di Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Pusat pemerintahan tetap dapat menggunakan akses Bandara Soetta, dan bisa dilengkapi dengan MRT dari lokasi baru pusat pemerintahan ke Bandara Soetta. rmol news logo article

Gde Siriana
Direktur Eksekutif Government & Political Studies (GPS)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA