Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Karen Amstrong, Confucius Raja Tanpa Mahkota

Minggu, 23 Juni 2019, 09:58 WIB
Karen Amstrong, Confucius Raja Tanpa Mahkota
Confucius/Net
INTERNATIONAL Conference on Cohesive Societies disingkat ICCS, saya rupanya satu-satunya ilmuan Khonghucu yang beruntung bisa diundang pada acara ICCS di Singapura pada 19-21 Juni 2019.

Hampir 700 orang dari berbagai organisasi di seluruh dunia diundang menghadiri acara ini yang dibuka oleh Presiden Singapura yang seorang perempuan itu  bernama Halima Jacob dan juga konon katanya keturunan Padang, Indonesia.

Akhirnya saya ke Singapura juga dalam waktu yang lumayan lama, empat hari. Biasanya jika ke Singapura paling-paling hanya numpang transit.

Di Singapura saya berkesempatan berjumpa dengan Karen Amstrong yang terkenal itu, ia banyak menulis tentang makna agama/keyakinan. Salah satu bukunya yang terkenal berjudul 'A History of God' (Sejarah Tuhan).

Karen berbicara tentang hubungan antaragama dengan kontek global societies dengan yang berbeda keyakinan.

Saya kagum ketika Karen begitu banyak mengutip kata-kata Confucius a.k.a Zhisheng Kongzi. Karen mengatakan begini: "Look into your heart, discover what gives you pain and do not invoke that onto others" (Lihatlah ke dalam hatimu, temukan apa yang membuatmu kesakitan dan jangan memohon itu kepada orang lain).

Betapa fasihnya Karen bicara tentang Confucius dan bagaimana Confucius bisa sangat membimbing kita untuk membuat ikatan bersama bagi seluruh agama di dunia.

Karen mengatakan "Confucius was the first person to formulate the Golden Rule, as far as we know, 500 years before Christ." (Confucius adalah orang pertama yang merumuskan Himbauan bernilai Emas, sejauh yang kita tahu, 500 tahun sebelum Kristus)

And his disciples said "Which of your teachings can we put into practice all day and every day?" (Dan murid-muridnya berkata, 'Yang mana dari ajaranmu yang dapat kami praktikkan sepanjang hari dan setiap hari?)

And he said "Never treat others as you would not like to be treated yourself." (Dan dia berkata, Jangan pernah memperlakukan orang lain karena kamu tidak ingin diperlakukan sendiri).

Prinsip inilah yang membuat MATAKIN menjadikan logo Muduo (Boktok) dengan menuliskan kalimat Zhongshu (satya tepasalira) di tengahnya menjadi lambang komunitas Khonghucu di Indonesia. Di mana kalimat itu diharapkan menjadi pedoman hidup dan pegangan bagi seluruh komunitas Khonghucu di Indonesia.

Karen mungkin tidak tahu bahwa Confucius di Indonesia tidak hanya dianggap sebagai guru atau filsuf semata. Melainkan Confucius dianggap sebagai 'Mesias' penyelamat bagi seluruh umat manusia.

Komunitas Khonghucu di Indonesia mengikuti ajaran Dong Zhongshu versi 'new text'  (今文經學) yang diaplikasikan oleh Kaisar Wu dari dinasti Han Barat sebagai ideologi resmi negara dan menjadi interpretasi resmi untuk seluruh ajaran Khonghucu zaman dinasti Han.

Pemikiran ini menganjurkan penafsiran holistik Khonghucu klasik dan memandang Confucius sebagai nabi yang karismatik, visioner, seorang bijak yang menerima Mandat dari Langit (Mandate of Heaven), tetapi kerajaannya meliputi seluruh semesta dan semua umat manusia melewati batas-batas negara dan geografi. Maka Confucius disebut sebagai Raja Tanpa Mahkota (Uncrowned King).

Bagi saya Confucius seperti halnya teman-teman Kristen memandang Jesus Kristus sebagai tempat curhat, tempat mengadu, tempat bertanya dan lainnya.

Bagi keluarga saya Confucius sebagai leluhur mulia bagi kami yang mampu memberikan semua solusi terhadap permasalahan kehidupan dengan syarat kita mau mengikuti semua apa yang ia ajarkan tanpa kemunafikan.

Confucius seorang penyelamat seluruh umat manusia. Ialah orang yang tahu apa yang ia ketahui dan tau apa yang ia tidak ketahui. Maka ia benar-benar orang yang mengetahui segala hal.

Mungkin berlebihan, tapi ini soal keyakinan dan ini tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Yang merepotkan ialah ketika kita merasa yang paling benar, ketika kita merasa hanya kita saja yang merasa yang paling dekat dengan Tuhan, ketika kita hanya merasa bahwa kebenaran hanya milik kita sementara orang lain tidak memiliki.

Menurut Confucius dalam meyakini suatu ajaran kita sebetulnya tidak perlu mengklaim sebagai pihak yang paling benar atau bahkan merasa sebagai satu-satunya yang paling benar.

Kita sepatutnya merasa senang apabila jalan yang ditapaki oleh pihak lain pun sama benarnya dengan kita. Bukankah semakin banyak pihak yang menemukan jalan yang benar kita akan menjadi semakin bergembira.

Karena kita ingin agar semua manusia selamat bahkan tidak ada yang tertinggal walaupun hanya satu orang saja.

Confucius mengatakan bahwa manusialah yang harus mengembangkan agama, bukan sebaliknya. Maksudnya manusia diberikan tanggung jawab untuk turut merumuskan panduan menuju ketertiban pribadi dan masyarakat. Karena Tuhan telah memberikan kebenaran yang telah tertanam pada fitrah manusia, aktualisasinya menjadi tugas kita sebagai manusia.

Maka dari itu seorang manusia yang baik akan mengetahui secara persis dengan apa yang diyakininya (know what you believe) dan menyadari serta memahami dengan sepenuhnya mengapa ia mempercayai sesuatu (why you believe). Dengan begitu, seseorang barulah dapat menjadi individu yang matang dan independen yang dapat berinteraksi secara arief dan cerdas, karena ia telah memiliki iman yang dapat dipertanggung jawabkan (accountable faith).

Mencius suatu kali memuji Confucius, saya menafsirkan kira-kira bunyinya begini Sebelum Confucius lahir belum ada orang yang sebesar dan sehebat Confucius.

Setelah Confucius wafatpun saya menduga tidak akan ada lagi orang yang sebesar dan sehebat Confucius. Maka Confucius ialah seorang Nabi Agung yang lengkap dan sempurna. Ialah Sang Raja Tanpa Mahkota.

Terima Kasih Singapura dan ini bukan Singapur (Sisi Gunung Kapur).rmol news logo article


Kris Tan

Ketua Umum Forum Masyarakat Kelenteng Indonesia (Formakin) Kris Tan.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA