Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Umat Di Era Disrupsi

Kamis, 06 Juni 2019, 07:34 WIB
Umat Di Era Disrupsi
Ilustrasi/Net
TANPA disadari, perubahan bentuk kehidupan terjadi pada banyak sisi kehidupan kita. Sisa kebiasaan di masa lalu, tergantikan oleh berbagai pola baru. Sentuhan teknologi menjadi pemicunya.

Sekurangnya, kita kini mengenal istilah Revolusi Industri 4.0 bahkan sudah mulai bertransformasi menuju terbentuknya Society 5.0. Situasi yang berubah ini, menurut (Schwab, 2019) terkategori melalui indikator, (a) kecepatan -proses yang semakin cepat, (b) kedalaman dan keluasan atas perubahan terjadi, dan (c) dampak sistemik -konsekuensi perubahan.

Begitu juga, sekelumit paparan Khatib Salat Ied, yang menyebut bahwa kita harus bersiap diri selepas Ramadan. Menjadi manusia bertakwa dengan sebenar-benarnya, yang telah terlatih melalui proses menahan diri selama bulan suci tersebut.

Menariknya, urusan duniawi harus ditambatkan pada tujuan ukhrawi, karena pada arah tujuan tersebut kita akan kembali mudik ke kampung halaman sesungguhnya.

Meski begitu, kita dituntut untuk tetap mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam aspek horizontal -lokus sosial, meski tetap tidak terlepas dari kaitan vertikal -lokus keimanan.

Selaras dengan itu, sang Khatib menyebut era 4.0 harus dibarengi dengan kebutuhan untuk menambahkan kompetensi baru 4C, agar umat muslim mampu menjadi pemimpin perubahan, bukan sekedar menjadi objek eksploitasi semata.

Di antara penjelasan 4C itu, (a) Communication pemenuhan proses interaksi sosial, (b) Collaboration menjalin kerjasama, (c) Critical Thinking membangun tradisi pemikiran kritis, hingga (d) Creativity mendorong proses kreatif.

Kebaharuan Relasi Sosial

Sebagai catatan, Khatib juga menyampaikan bahwa dalam kepentingan menyucikan diri, maka memberi permaafan adalah kemampuan terbesar dalam mengendalikan ego individual. Pun termasuk, disebutkan berkenaan dengan kontestasi politik domestik yang masih berintonasi tinggi.

Idul Fitri diharapkan dapat meluruhkan tensi dan kembali menyatukan, merekat kembali hubungan sosial yang sempat terbelah. Relasi sosial, termasuk dalam persoalan politik ini, memang masih kerap tertinggal dibahas dalam kajian terkait era 4.0.

Konsekuensi dampak ekonomi dan perilaku manusia menjadi objek studi, tetapi relasi sosial politik nampak luput diprediksikan. Era baru diisi oleh para digital native, para milenial menjadi penentu arah yang berbeda dari generasi pendahulunya.

Suasana tersebut terpotret melalui (Yuswohady, 2019), seluruh ranah kehidupan terdisrupsi secara cepat dan mendasar, dengan milenial sebagai agen perubahan.

Memahami generasi baru yang berbeda ini dalam proyeksi masa depan, adalah keharusan. Setidaknya hal itu pula harus dicerminkan dalam konteks pengelolaan sosial politik di abad digital. Pemerintah terpilih, jelas harus memiliki komitmen untuk merangkul lebih erat.

Secara spesifik, millenials terlihat berada dalam banyak ambigu. Nampak pasif untuk urusan sosial politik secara langsung, tetapi sesungguhnya update dengan isu-isu sosial politik secara digital. Terlihat dalam kesendirian, meski aktif dalam kegiatan komunitas maya. Karakteristiknya unik.

Umat Terdigital

Pada bahagian penutup, Khatib mengingatkan bahwa perlu melakukan penyaringan informasi agar tidak mudah terpapar informasi palsu dan bohong alias hoax, serta ancaman radikalisme online.

Akses internet yang semakin mudah, memang menghadirkan keberlimpahan informasi yang tidak terbendung. Umat harus kembali ke dasar paling utama, yakni untuk mampu mengendalikan diri, sekaligus melakukan pembelajaran kembali, melalui proses telaah secara teliti.

Pada kajian (Skinner, 2019) maka manusia memang telah masuk dalam algoritma komputasi, dari manusia konvensional yang beradab dan bersosialisasi, kini menjadi manusia yang terdigitalisasi yang bergerak berdasarkan alur kontinu stimulus-respon digital.

Jika dikaitkan dengan potensi digital, maka situasi abad teknologi dan informasi ini, menghadirkan tantangan berganda bagi kemanusiaan. Ada peluang, sekaligus dampak atasnya. Pertama: tantangan atas gelombang digital, dan Kedua: tantangan untuk mempertahankan kemanusiaan.

Secara keseluruhan, Ramadan kali ini diakhiri dengan mengikis ketamakan, mengendalikan diri, mereduksi kesombongan. Peluang digital berjalan seiring dengan hal tersebut, umat manusia akan mampu mencapai kemajuan yang tidak terbayangkan dari berbagai episode peradaban sebelumnya, dengan syarat utama mampu berbagi mengatasi kerakusan kepentingan pribadi.rmol news logo article

Yudhi Hertanto
Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA