Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Buya Syafii, Sang Suluh

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/sudarnoto-a-hakim-5'>SUDARNOTO A HAKIM</a>
OLEH: SUDARNOTO A HAKIM
  • Sabtu, 01 Juni 2019, 16:30 WIB
Buya Syafii, Sang Suluh
Buya Syafii Maarif/Net
PENULIS mengenal Buya Syafii melalui karya-karyanya dimulai akhir tahun 1970-an saat penulis masih kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi yang membahas tentang Ki Bagus Hadikusumo tahun 1984 kemudian mengharuskan penulis membaca berbagai literatur penting, antara lain karya Buya Syafii.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Mencermati analisis dan pandangan Buya yang sangat tajam, khususnya terkait dengan hubungan Islam dan Pancasila dan bagaimana pergumulan umat Islam dalam panggung politik nasional, penulis berkeyakinan sumbangan umat Islam bagi bangsa Indonesia tidaklah diragukan.

Melalui karya-karyanya, Buya selalu bersemangat untuk menegaskan sumbangsih Islam bagi masyarakat dan peradaban. Karena itu, umat harus dicerahkan agar Indonesia menjadi bangsa yang besar dan dihormati. Secara intelektual dan moral pada tahun-tahun itu Buya telah mengajarkan penulis agar terus membaca dengan baik tentang Islam dan Indonesia dan meringankan hati tanpa beban untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa.

Beruntung, penulis menjadi murid langsung Buya selama 6 bulan saat penulis terpilih menjadi salah seorang di antara 20 orang dosen muda dari berbagai IAIN seindonesia sebagai peserta Program Pembibitan Dosen IAIN angkatan pertama yang diselenggarakan oleh Departemen (sekarang Kementerian) Agama RI tahun 1988.

Program ini dimaksudkan untuk men-training calon-calon dosen IAIN secara intelektual agar bisa merebut peluang beasiswa internasional di berbagai universitas terbaik di Australia, Eropa dan Amerika. Beruntung penulis memperoleh peluang skolarship di McGill University, juga atas rekomendasi Buya meskipun tak sempat bertemu kembali menjadi muridnya saat Buya bertugas sebagai visiting professor.

Ada sejumlah  mentor  saat itu yang secara intensif melatih ketajaman intelektual dan Bahasa Inggris kami, yaitu  Prof. Sjafri Sairin, Buya Syafii Maarif dan Prof. Djamaluddin Darwis. Beberapa diantaranya adalah narasumber tamu antara lain (alm) Prof. Parsudi Suparlan dan Prof. Bernard Lewis.

Perdebatan tajam tentang berbagai isu sosial,  keagamaan dan politik dihidupkan di bawah asuhan Buya dan pak Sjafri. Buya, sebagai mentor,  dengan gaya khasnya memperpanas perdebatan kelas. Kami diajari untuk membangun sikap kritis tapi tetap respek, toleransi, rendah hati , tidak jumawa dan menjaga kebersamaan di tengah perbedaan pandangan dan sikap. Kami diteguhkan hati dan kepribadian serta tidak perlu sesak nafas dan kehilangan kendali jika memghadapi perbedaan dan kritik.

Buya meminta penulis untuk menyusun makalah tentang M. Natsir. Kawan-kawan yang lain juga ditugaskan untuk menulis berbagai topik yang terkait dengan Indonesian Islam untuk diperdebatkan di kelas. Melalui penulisan dan perdebatan tentang M.Natsir, Buya ingin menunjukkan khususnya kepada penulis berbagai pelajaran intelektual, moral dan kepribadian M. Natsir yang masih sangat relevan dan bermakna bagi kehidupan berbangsa yang perlu dipetik.

Penulis didorong mengenal dan memahami gagasan-gagasannya tentang kompatibelitas Islam, Pancasila dan demokrasi dan berbagai isu lainnya tentang politik kenegaraan. Kontribusi monumentalnya yang dikenal dengan Mosi Integrasi Natsir juga kami perdebatkan di kelas. Bahkan mengapa Indonesia tidak memilih menjadi negara Islam, juga menjadi topik pembahasan hangat di bawah hentakan intelektual Buya Syafii.

Kepada kami, tahun 1988, Buya dengan penuh gairah mendorong untuk membangun cara berpikir out of the box, bersedia menerima dan menghargai perbedaan pandangan dengan siapapun sepanjang tidak melanggar martabat dan prinsip kemanusiaan, toleran dan bersikap adil kepada siapapun. Pandangan dan spirit keislaman neo-modernis gurunya di Chicago, Prof. Fazlurrahman,  Buya tularkan meskipun tak semua dari kami yang berdua puluh bisa memahami dan menerimanya untuk berbagai alasan.

Bagi kami yang berasal dari latar belakang ormas kemahasiswaan Islam (HMI, IMM dan PMII)  yang berbeda dan sering berbenturan untuk urusan yang remeh temeh, ajakan Buya untuk bersikap terbuka dan jangan partisan nampak sulit diterima. Ini tentu  juga kesulitan yang dihadapi oleh kelompok-kelompok partisan lainnya apakah itu berbasis atau menggunakan  sentimen keagamaan, ideologi, etnis,  budaya dan ormas maupun politik untuk mencerna gagasan Buya.

Pandangan keislamannya yang didedikasikan kepada kemanusiaan menjadi salah satu tema sentral Buya dan ini juga yang sering menjadi perdebatan. Seorang muslim sejati tidak boleh membiarkan adanya diskriminasi atas nama apapun. Kritik bahkan cercaan banyak orang atas pembelaan Buya kepada Ahok yang dinilai telah menista Islam, misalnya, adalah salah satu contoh kesulitan banyak kalangan untuk memahami pandangan dan sikap Buya.

Apalagi, jauh sebelumnya, Buya juga menolak penerapan Syariah Islam jika ide ini diarahkan kepada kembalinya Piagam Jakarta dan Negara Islam. Bagi Buya ide ini sama sekali tidak realistis untuk Indonesia. Atas pandangan dan sikapnya, Buya dianggap sebagai orang yang tidak mengerti Islam dan bahkan anti Islam. Kemudian, sebagai contoh lain, kritik pedasnya kepada FPI dan kelompok ekstrim yang mengatas namakan kesucian agama melakukan teror dan bahkan bom bunuh diri di mana-mana menegaskan sikapnya bahwa tindakan kekerasan dan teror adalah musuh bersama,  musuh semua orang agama apapun.

Mereka adalah "orang-orang yang berani mati,  tapi takut hidup;" orang-orang yang putus asa. Masyarakat dan bangsa tidak akan bisa berharap kepada orang-orang yang berputus asa. Buya begitu kokoh menjaga prinsip atas kebenaran yang ia yakini.

Buya kokoh karena beriman dan bertaqwa dengan cara yang benar dan cerdas. Dia sudah selesai dengan dirinya tidak memiliki pretensi meraih kecukupan material,  kemewahan dan kegandrungan kekuasaan serta kegilaan kehormatan. Karena memang bukan itu yang dicari. Yang Buya harapkan, sebagaimana yang telah diurai di atas, adalah kesadaran semua orang untuk menjunjung tinggi martabat manusia, menghargai perbedaan,  terbuka,  bersikap adil baik bagi kehidupan personal  maupun sebagai bangsa dan negara.

Semua ini,  prinsip-prinsipnya telah tersedia dalam al-Qur'an dan contoh empiriknya terwujud di era kepemimpinan Muhammad Rasulullah berdasarkan kepada Piagam Madinah.

Itulah mengapa kemudian prinsip-prinsip Piagam Madinah menjadi sumber inspirasi penting bagi banyak orang untuk mengembangkan konsep Masyarakat Madani atau civil society. Buya termasuk salah seorang tokoh penting sebagai pemikir dan sekaligus pejuang yang mengembangkan dan memperkuat civil society muslim di Indonesia melalui Persyarikatan Muhammadiyah.

Melanjutkan para pemimpin terdahulu, Buya membawa Muhammadiyah sebagai organisasi sekaligus gerakan penting memperkokoh demokrasi substantif yang menjunjung tinggi kerahmatan,  kemanusiaan, keadilan, kedaulatan dan kedamaian Indonesia.

Tidak mudah menjaga dan  merawat Muhammadiyah dengan amal usaha kongkritnya di bidang pendidikan,  sosial dan kemanusiaan yang sudah berkembang pesat. Apalagi di tengah gelombang dan dinamika politik kebangsaan yang sering sangat keras, Muhammadiyah tak jarang berada di pusaran tarik menarik dan tensi politik para elit.

Beruntung, Muhammadiyah tangguh tak bergeming tetap menjadi gerakan amar makruf nahi munkar. Sebagai pemimpin Muhammadiyah dan bangsa, Buya Syafii senantiasa hadir dalam situasi sulit sekalipun dan usia senja untuk senantiasa membela kepentingan dan martabat kemanusiaan; membela agama agama; membela Muhammadiyah; membela Pancasila; membela negara dan bangsa sepanjang semuanya membela kebenaran. Buya, engkaukah Sang Suluh Munawwir yang tak pernah padam menerangi kita semua, di tengah kebencian yang nampak terus dihembuskan oleh para pecundang yang tak tahu malu merampas kesucian agama dan Pancasila.

Selamat berulang tahun guru intelektual dan bangsaku, semoga senantiasa menghidupkan dan mencerahkan, amin. rmol news logo article

Penulis Ketua Komisi Pendidikan dan Kaderisasi MUI dan Asisten Stafsus Presiden RI.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA