Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Permintaan Keadilan Ekonomi

Senin, 01 April 2019, 02:34 WIB
Permintaan Keadilan Ekonomi
Jokowi/Net
ANALIS politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelaskan tentang latar belakang mengapa Pilpres 2014 memenangkan Joko Widodo.

Argumentasinya adalah Joko Widodo secara lahiriah menyajikan simbul-simbul merakyat. Maknanya adalah amanat tersirat dari rakyat arus bawah adalah Joko Widodo diharapkan berhasil mengubah struktur perekonomian, agar bersifat lebih adil. Meningkatkan status sosial dan perekonomian rakyat lapisan bawah.

Jumlah penduduk bekerja di Indonesia per Agustus 2019 terbanyak berada pada sektor pertanian, kehutanan, dan perkanan, yang sebesar 38,70 juta orang. Yang terbanyak kedua adalah sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 23,55 juta orang.

Persoalannya adalah jumlah penduduk miskin terbanyak se-Indonesia berada di Pulau Jawa sebesar 13.190,22 ribu orang dan Pulau Sumatera 5.919,31 ribu orang. Penduduk terbanyak dan pekerjaan terbanyak itulah yang berpotensi menentukan kemenangan Pilpres 2019.

Komoditi yang memberi sumbangan besar terhadap garis kemiskinan di perdesaan dan perkotaan ternyata adalah beras, yaitu sebanyak 25,51 persen dan 19,54 persen.

Kenyataan kebijakan yang disajikan adalah pemerintahan Joko Widodo memberlakukan penertiban harga beras eceran kualitas medium. Sementara itu, pembentukan harga beras eceran lebih besar dan lebih efektif ditentukan oleh peran pedagang beras dibandingkan peran petani produsen.

Keragaan ini tidak berubah, sekalipun petani mempunyai gerakan kelompok tani. Juga dibandingkan kekurangefektivan kebijakan harga pembelian gabah dan beras yang ditetapkan pemerintah.

Kekurangan keberpihakan pemerintah adalah pengadaan beras Bulog berbasiskan beras impor, yang harga beli impor lebih murah dibandingkan harga jual gabah dan beras petani produsen dalam negeri.

Dominansi petani berlahan sempit dan perilaku kelembagaan bagi hasil petani padi kualitas medium menimbulkan harga jual gabah dan beras di tingkat petani produsen relatif lebih mahal dibandingkan beras impor. Namun harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras lebih rendah dibandingkan harga pasar di dalam negeri. Rumus tani tadi “membelenggu”  kesejahteraan petani produsen padi dalam negeri.

Akibatnya adalah dalam komunitas keragaan padi tadi menjadi komunitas jumlah penduduk miskin terbanyak dan beras adalah penyumbang terbesar kemiskinan di tingkat petani produsen (dan buruh tani). Demikian pula dengan jumlah penduduk miskin terbanyak adalah konsumen beras di perkotaan, yang bekerja terbanyak pada sektor perdagangan dan eceran.

Sementara itu, persentase pengangguran terbuka paling banyak berada di provinsi Jawa Barat (8,17 persen) dan Banten (8,52 persen), yang termasuk provinsi lumbung padi utama di Indonesia.

Pada sisi yang lain, penduduk di Pulau Sumatera bergantung pada harga jual tanaman perkebunan, yang harga jualnya turun dan dapat lebih rendah dibandingkan biaya produksi variabel rata-rata.

Akibatnya adalah pekebun merugi “tanpa” keberdayaan peran pemerintah. rmol news logo article

Sugiyono Madelan

Peneliti Indef dan pengajar Universitas Mercu Buana

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA