Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sumringah, Ekspor Salak Naik 28 Persen

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 11 Februari 2019, 22:36 WIB
Sumringah, Ekspor Salak Naik 28 Persen
Bibit salak Kecamatan Tempel/RMOL
rmol news logo Kementerian Pertanian gencar mendorong ekspor berbagai komoditas unggulan, salah satunya adalah salak.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Salak atau snack fruit tumbuh subur di Indonesia dan tidak dimiliki negara lain. Dengan berbagai jenis varietas yakni Salak Pondoh, Nglumut, Gula Pasir, Padang Sidempuan, dan Sari Intan 48.

"Ekspor salak untuk mengisi pasar di Asia dan beberapa negara lainnya. Dari data BPS, ekspor salak 2018 sebesar 1.233 ton, naik 28 persen dibandingkan 2017 sebesar 965 ton," jelas Dirjen Hortikultura Suwandi saat mengunjungi sentra produksi salak Kecamatan Tempel, Sleman, Senin (11/2).

Mengacu data Badan Pusat Statistik, negara tujuan ekspor salak yakni Tiongkok, Kamboja, Malaysia, Singapura, Thailand, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Timor Leste, Belanda, Qatar, Hongkong, Jerman, dan Inggris.

"Luas lahan salak 2018 seluas 23.204 hektare dengan produksi 983 ribu ton tersebar di sentra di Kabupaten Sleman, Magelang, Banjarnegara, Tapanuli Selatan, Karangasem dan daerah lainnya," kata Suwandi.

Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman Edy Sri Harnanto menambahkan, terdapat 2.300 hektare tanaman salak di wilayahnya yang melibatkan 11.500 rumah tangga petani.

Produksi 10 kilogram per pohon per tahun yang jenisnya seperti Salak Pondoh Super kualitas ekspor dan Pondoh Menggala untuk pasar domestik.

"Diharapkan ekspor salak Sleman tahun depan meningkat lagi seiring perawatan kebun dan sudah ada packaging house-nya," ujarnya.

Sementara itu, Haryanto dari Kelompok Tani Sumber Rejeki, Desa Mardikorejo, Kecamatan Tempel mengatakan bahwa satu kelompok tani di wilayahnya mengelola 10 hektare salak. Bahkan kelompok taninya bersama asosiasi sudah bermitra dengan eksportir untuk mengirim ke Tiongkok dan Kamboja mencapai 200 hingga 400 ton per tahun.

"Harga di petani Rp 7.500 sampai 8.000 per kilogram untuk grade B, isi 14 sampai 16 butir per kilogram, ini sudah kelas ekspor. Untuk grade A isi 12 butir per kilogram lebih mahal lagi, sedangkan untuk grade borongan bisa lebih murah," papar Haryanto. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA