Dalam penelusuran
Rakyat Merdeka, mencari lokasi Kebun Sayur Ciracas gampang-gampang susah. Warga Ciracas, Jakarta Timur, lebih mengenal wilayah tersebut dengan nama Kebun Bayam. Dari Jalan Ciracas Raya, lokasinya pun juga harus masuk ke dalam gang sempit. Hanya muat mobil ukuran kecil.
Patokannya, bak truk sampah dan tumpukan karung barang rongsokan. Gerbang masuk Kebon Sayur Ciracas memang kecil. Tapi lumayan mencolok. Lantaran dicat warna warni dan ada tulisan 'Kampung Wisata, Selamat Datang Di Kebon Sayur Ciracas Sejuta Warna'. Begitu memasuki wilayah itu, mata akan bertemu rumah dan banguÂnan yang dicat berwarna-warni. Dinding bangunan pun tidak seragam. Ada yang dari seng, triplek, semen batako, hingga anyaman bambu. Ada dinding yang rapi dan masih bagus. Tapi banyak dinding yang meÂnyatakan bangunan sudah tidak layak huni.
Di dekat gerbang, ada pos ronÂda dan ruang pertemuan warga. Jadwal ronda warga, malah kaÂlah ukuran dengan spanduk dan pamflet caleg hingga capres.
Letak bangunan pun tidak beraturan. Misalnya, satu rumah menghadap selatan, tetangganya malah menghadap ke tenggara. Kontur tanah pun juga bergelomÂbang. Di wilayah yang rendah ada air tergenang, mirip kolam.
Jalanan dalam Kebun Sayur Ciracas juga tidak tertata. Ada yang diberi konblok, ada yang di semen, dan ada yang masih tanah. Hanya sepeda motor dan gerobak yang bisa masuk ke dalam.
Beberapa gerobak barang rongsokan berseliweran. Empat pria sibuk merapikan barang rongsokan ke dalam karung. Kegiatan yang sama juga berlanÂsung di rumah-rumah lainnya.
Sejumlah warga juga membuÂka warung kebutuhan sehari-hari di rumahnya. Beberapa warga yang duduk di depan rumah meÂnatap tajam setiap orang asing yang masuk. Maklum mereka sering diintimidasi preman yang berusaha menguasai wilayah tersebut.
Seorang warga Kebun Sayur, Reli Silalahi bercerita, sudah puluhan tahun dirinya bertahan hidup di lahan tersebut. "Kami tidak sanggup membeli rumah. Jadilah kami menempati lahan tidur di Kebun Sayur berpuluh tahun lalu," kisahnya.
Pada 2009, Perum PPD mengÂklaim lahan tersebut. Warga jelas resah, mereka terancam digusur. Apalagi mereka tidak bisa menunjukan bukti kepemiÂlikan tanah.
Sebagian besar warga datang dan menempati lahan tersebut sejak 1980-an. Mulanya mereka adalah petani yang menggarap lahan untuk kebun sayur. Saat itu tidak ada yang mempermasalahkan atau mengaku memiliki lahan tersebut.
Warga lainnya, Daniel, menÂgaku sudah menggarap lahan di Kebun Sayur sejak 1993. Saat lahannya diklaim Perum PPD, dirinya dan perwakilan warga mengadu ke LBH Jakarta. Dari upaya penyelesaian sengketa dan mediasi terungkap pihak PPD tidak dapat membuktikan kepemilikan sertifikat lahan .
Pada 2017, warga makin terÂjepit karena PPD mengadakan kerjasama dengan PT Adhi Karya tentang penggunaan lahan Kebun Sayur untuk pembanÂgunan apartemen LRT City. "Jangankan diajak berunding dan bermusyawarah, untuk mengakses informasi mengenai status tanah dan proyek saja kami tidak bisa karena dianggap tidak berhak," keluhnya.
Mengadu ke Komnas HAM pun sudah dilakukan tapi belum ada hasilnya. Sementara surat pengosongan wilayah Kebun Sayur Ciracas sudah keluar sejak era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.