Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hidayat Nur Wahid: Maknai Perjuangan Pahlawan Dalam Koridor Empat Pilar

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 13 November 2018, 23:29 WIB
Hidayat Nur Wahid: Maknai Perjuangan Pahlawan Dalam Koridor Empat Pilar
Para pembicara diskusi Empat Pilar MPR dengan tema Memaknai Perjuangan Para Pahlawan/Humas MPR
rmol news logo Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai dalam memaknai perjuangan para pahlawan, tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini sangat beragam.

Menurut Hidayat masa lalu dan masa kini bisa berbeda. Namun dalam konteks kepahlawanan tetap dalam koridor Pancasila, UUD, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

"Prinsip yang telah diwariskan para pahlawan tetap menjadi tantangan. Untuk menghadirkan pahlawan-pahlawan di era milenial tetaplah harus merujuk pada Empat Pilar yang menjadi program dari MPR RI," katanya dalam diskusi Empat Pilar MPR bertema 'Memaknai Perjuangan Para Pahlawan' di Media Center MPR/DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/11).

Hidayat memberi contoh tantangan tersebut, misalnya, eksistensi Pancasila dalam perkembagan dunia sekarang. Kemudian keberagaman Bhinneka Tunggal Ika di tengah media sosial, globalisasi. Belum lagi masalah gerakan sparatisme yang didasari demokrasi.

"Tantangannya apakah Pancasila bisa tetap eksis atau tidak. Pancasila untuk tetap dilaksanakan agar bisa membingkai bangsa dan negara," jelasnya.

Di kesemaptan yang sama, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengatakan hikmah yang bisa diambil dari Hari Pahlawan adalah mewaspadai adanya politik divide et impera pada masa sekarang.

Pada masa lalu, Indonesia dijajah oleh lima bangsa. Salah satunya Belanda yang menggunakan strategi politik pecah belah atau divide et impera. Antar kesultanan dan kerajaan diadu domba agar kekuatan nusantara menjadi lemah.

Menurut Basarah, saat ini, strategi politik pecah belah itu berubah bentuk menjadi sistem yang tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia, yaitu sistem demokrasi liberal. Sistem demokrasi liberal ini cenderung menimbulkan suasana kurang kondusif ketika ruang publik diwarnai dengan saling fitnah, saling menghina di antara elit politik.

"Kita harus menyadari adanya politik divide et impera pada masa sekarang melalui teknologi informasi seperti gadget, untuk menyebarkan fitnah, hoax dan permusuhan," ujarnya.

Basarah menambahkan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia bukan peperangan konvensional melainkan peperangan yang menggunakan strategi proxy war. Peperangan yang tujuannya memecah belah bangsa Indonesia, mengadu-domba komponen bangsa Indonesia.
 
"Sekarang ada tuduhan golongan Islam tidak nasionalis, dan kelompok nasionalis tidak religius. Menurut fakta sejarah, dan suri tauladan kepahlawanan kita, tuduhan itu tidak berdasar," ujarnya memberi contoh.

Basarah mengingatkan syuhada para pejuang bangsa telah menitipkan negeri ini dengan seperangkat ideologi yang menjadi pemersatu bangsa.

"Negeri inilah yang kita serahkan kepada anak cucu di kemudian hari agar mereka bisa hidup di alam kemerdekaan yang di dalamnya ada masyarakat yang terdiri atas suku, agama, etnis, dan warna kulit dalam identitas ke-Indonesiaan," ucapnya. [nes]
 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA