Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pilpres Dan Konstelasi Ruang Media Massa

Minggu, 09 September 2018, 09:20 WIB
KETERPILIHAN Erick Thohir sebagai ketua Tim Kampanye Nasional pada Koalisi Indonesia Kerja, membawa tafsir yang berbeda.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Kompetensi serta prestasi sebagai pengusaha dengan berbagai protofolio tidak dipungkiri lagi, termasuk sebagai ketua Inasgoc pada perhelatan besar olahraga se-Asia yang telah berlalu, mungkinkah sukses itu akan bisa dibawa ke ranah politik?

Agak terbata Jokowi menerangkan Erick, dan yang identifikasi pertama yang dinyatakan adalah bila Erick adalah pemilik media. Tentu semua mahfum, Erick adalah personifikasi Republika dan semua produk media yang terasosiasi dengan Mahaka Group, mulai dari kepemilikan di berbagai industri media, termasuk televisi, radio, media luar ruang, hingga percetakan dan penerbitan.

Dengan demikian, titik tekan keberadaan posisi sebagai TKN menjadi strategis dan signifikan, terlebih kemudian secara individu, Erick Thohir dikategorikan mampu memiliki kedekatan untuk berinteraksi dengan kelompok milenial.

Industri media memang dekat dengan industri kreatif berbasis anak muda pada keahlian multiskill di bidang multimedia maupun broadcasting.

Meski selama ini, Erick tidak pernah bersentuhan langsung dengan politik, tetapi pada ranah industri media, positioning politiknya terbaca melalui Republika yang menjadi brand yang dikenal publik milik Mahaka Media. Keberadaan Republika, sejak awal pendiriannya memang ditujukan bagi upaya penguatan basis kelompok masyarakat Islam yang menengah dan modern, dipelopori ICMI.

Pada tengah perjalanan Republika, Erick kemudian masuk menjadi pemilik. Kehadiran Erick, membawa profesionalisme dunia bisnis, sehingga mampu membuat Republika tidak hanya survive sebagai sebuah entitas bisnis, tetapi sekaligus membawa peran yang netral dan independen bagi arah pemberitaan yang berpihak bagi kelompok muslim modern serta moderat.

Jadi, posisi Erick Thohir sebagai ketua TKN di KIK tentu sebuah upaya untuk memastikan dukungan media terhadap Jokowi. Dalam komunikasi politik, peran media teramat vital, menjadi amplifikasi pesan untuk memberikan pengaruh secara meluas kepada publik. Dan posisi media nasional kini memang ada pada pengusung Jokowi, sebut saja keberadaan figur Surya Paloh -Nasdem, Metro TV & Media Indonesia maupun Harry Tanoe -Perindo, RCTI Group dan Sindo.

Media massa memiliki kemampuan untuk melakukan kerangka yang sistematik dalam membentuk agenda setting -penentuan agenda dalam upaya membangun opini publik, baik melalui pendekatan framing -penempatan bingkai kerangka pesan, maupun priming -mengarahkan fokus.

Lalu di mana peran media yang independen dan netral? Hanya ada diberbagai buku literatur komunikasi saja.

Apakah tidak diperbolehkan media berpihak? Tentu saja diperkenankan dalam demokrasi. Media adalah pilar keempat demokrasi setelah triaspolitika -legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Dan pada realitas terkini, pemilik media media bertindak sekaligus sebagai politisi bahkan memiliki partai politik, jadi media yang bersifat partisan adalah sebuah kewajaran, selama menempatkan kode etik jurnalistik sebagai panduan dalam memberikan dukungan.

Tidakkah hal itu berbahaya bagi demokrasi? Karena bisa jadi pengaruh pemberitaan yang bisa jadi asimetris dan berpotensi hanya menjadi alat propaganda dan pencitraan.

Problemnya, propaganda memang kini seolah terlecehkan, seolah menjadi upaya manipulatif. Padahal propaganda bisa ditujukan untuk berbagai hal positif, yang mendorong terciptanya aksi dan tindakan nyata.

Bagaimana dengan citra? Prinsip utama citra dalam konteks komunikasi bisa disederhanakan menjadi (1) melebihkan informasi, (2) menampilkan informasi apa adanya, (3) mereduksi informasi dan (4) mengeliminasi -menyembunyikan informasi. Sekali lagi hal ini terbilang wajar saja, memang media massa dapat dipergunakan untuk berbagai hal tersebut. Apakah kehadiran Erick di kancah politik kali ini, bisa dimaknai sedemikian? Tentu saja tidak bisa diasosiasikan dalam kerangka korelasional.

Mengenal Milenial


Kita perlu menunggu bagaimana Erick mampu memainkan peran ketua TKN KIK, dengan memisahkan kedua area politik dan bisnis media secara diametral. Termasuk melakukan pencermatan, atas upaya apa yang akan dilakukan untuk memperkuat hasil pada target sasaran yakni milenial?

Karena kelompok digital native ini memiliki preferensi untuk mengakses informasi multiplatform, melalui digital device yang dimilikinya.

Selain itu, milenial kerap berlaku anomali, tampak acuh dan apolitis. Meski mencermati trending topic linimasa sosial media, kerap berpartisipasi dalam area politik secara online. Jagad maya adalah realitas lifeworld bagi milenial, tetapi kerap sepi justru di dunia sesungguhnya. Di sini nantinya ruang strategi pemenangan harus dimainkan dan dimenangkan, memainkan kombinasi online dan offline.

Bagaimana dengan koalisi Prabowo-Sandi? Meski tidak teridentifikasi kelompok media yang terdapat dalam koalisi ini, setidaknya identifikasi tipikal menempatkan TvOne Group sebagai pendukung, atau setidaknya selaras dengan pasangan kandidat ini.

Meski memang akan tampak berbeda bila menilik Aburizal Bakrie sebagai pemilik, yang afiliasi politiknya ada di Partai Golkar, sebagai barisan partai pengusung Jokowi-Ma’ruf Amin.

Ketidakseimbangan dukungan media massa ini apakah akan berpengaruh? Bisa iya dan tidak secara sekaligus. Keberadaan internet, website dan sosial media tidak bisa dipandang remeh, aplikasi berbagi hingga forum chatting seperti Whatsapp, Line, BBM dan Telegram adalah sarana baru sebagai kanal komunikasi yang mumpuni.

Dengan demikian, publik dapat menjadi konsumen sekaligus produsen informasi. Kemampuan untuk melibatkan sebanyak mungkin audiens menjadi opinion leader bagi komunitasnya adalah langkah yang penting, bukan sekedar penempatan jurubicara dan jurukampanye semata. Sejauh mana sebuah strategi kampanye berhasil merasuki aspek perilaku pemilih, dari mulai aspek kognitif -pengetahuan, afeksi -emosi hingga konasi -tindakan dibilik suara nantinya.

Pembentukan pesan dan tema kampanye, disertai dengan penetapan jargon yang sesuai target sasaran khalayak akan sangat menentukan kemudian. Saluran media, baik media mainstream maupun new media adalah alat perluasan jangkauan.
Konten adalah penentu, crowd dalam noise media mungkin saja bisa terukur sebagai indikator awal, tetapi dunia yang semakin digital kali ini akan menghadirkan keterlibatan teknologi bot dan kemampuan tim siber dalam mendukung kerja kampanye.

Teruntuk kedua pasang kandidat bersama dengan pengusungnya, maka pesta demokrasi kali ini harus membawa nilai edukasi publik, lebih dari sekedar akrobatik dan manuver politik melalui media massa dan online media, hanya untuk target sesaat yakni pemenangan kursi kekuasaan. Semoga! [***]


Yudhi Hertanto

Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA