Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menyoal 20 Tahun Reformasi

Minggu, 27 Mei 2018, 18:42 WIB
Menyoal 20 Tahun Reformasi
Ilustrasi/Net
BARU-baru ini pemberitaan dan pembahasan mengenai 20 Tahun Reformasi di Indonesia marak kita lihat di berbagai media cetak dan elektronik. Hal ini karena gerakan Reformasi tahun 1998 memang dikatakan mencapai puncak kemenangannya pada tanggal 21 Mei 1998, yakni ketika Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan sebagai Presiden kepada Wakil Presiden Habibie.

Refleksi 20 tahun Reformasi yang marak dibahas dalam beberapa hari terakhir pada dasarnya mengarah pada satu isu yang sama, yaitu apakah perkembangan yang terjadi di Indonesia selama orde Reformasi 20 tahun terakhir telah benar-benar merefleksikan tujuan Reformasi 1998.

Reformasi 1998

Pembahasan 20 Tahun Reformasi memang cukup menarik diikuti, namun sebetulnya kita pun patut mempertanyakan pada diri masing-masing apakah perlu sekali kita merefleksikan 20 tahun berjalannya Reformasi ini.

Jika kita melihat kembali apa yang terjadi ketika gerakan Reformasi mengambil panggung politik nasional selama tahun 1998, maka sesungguhnya kita pun dapat mengambil kesimpulan bahwa Reformasi ternyata bukanlah sesuatu hal yang ingin diwujudkan hanya oleh segelintir orang atau kelompok di Indonesia.
Reformasi dalam kenyataannya adalah sesuatu hal yang ingin diwujudkan oleh berbagai orang dan kelompok masyarakat di Indonesia, baik itu para pejabat pemerintah, politisi, agamawan, cendekiawan, pebisnis, karyawan, profesional, mahasiswa, pekerja informal, bahkan ibu-ibu rumah tangga. Namun, berbagai orang dan kelompok masyarakat tersebut ingin mewujudkan Reformasi sesuai dengan pemahaman dan kehendak mereka masing-masing.

Pemahaman dan kehendak yang ingin diwujudkan dalam Reformasi itu sendiri sangat beragam macamnya, bisa saja sama antara yang satu dengan yang lainnya, bisa sedikit berbeda, bahkan bisa berbeda sama sekali.

Presiden Soeharto pun pada saat itu ternyata menginginkan juga terjadinya Reformasi karena sudah menyiapkan terbentuknya Komite Reformasi. Namun, pemahaman dan kehendak Presiden Soeharto terhadap Reformasi yang ingin diwujudkan tentu berbeda dengan pemahaman dan kehendak yang ingin diwujudkan Amien Rais, cendekiawan yang dikenal orang sebagai tokoh Reformasi.

Demikian juga halnya Reformasi yang ingin diwujudkan Amien Rais berbeda dengan pemahaman dan kehendak para mahasiswa kelompok nasionalis terhadap Reformasi yang ingin mereka wujudkan. Para Menteri yang menolak masuk dalam Kabinet Reformasi yang dibentuk Presiden Soeharto juga memiliki pemahaman dan kehendak yang berbeda dengan Presiden Soeharto mengenai Reformasi yang ingin diwujudkan.

Para pebisnis, pekerja, karyawan, dan ibu-ibu rumah tangga pun kemudian turut mendukung Reformasi, karena masing-masing juga memiliki pemahamannya sendiri terhadap Reformasi yang dikehendaki. Pada saat para mahasiswa bergerak menyuarakan Reformasi di tahun 1998, mereka bersatu namun mereka pun sesungguhnya berasal dari beragam latar belakang dan punya pemahaman dan harapannya masing-masing terhadap Reformasi.

Ada yang anaknya pejabat-pejabat pemerintahan yang sedang berkuasa saat itu, ada yang anaknya orang berada, ada yang dari keluarga yang pas-pasan ekonominya, ada yang aktivis kerohanian, ada yang dari aktivis organisasi kemahasiswaan, ada yang mahasiswa terancam drop-out, dan lain sebagainya. Sulit diterka apa yang dipahami dan dikehendaki oleh tiap orang dan kelompok masyarakat terhadap Reformasi ini. Namun pada dasarnya pemahaman dan kehendak tersebut dipengaruhi oleh apa yang menjadi kepentingannya masing-masing.

Merefleksikan Reformasi?

Lantas, jika akhir-akhir ini banyak dilakukan refleksi 20 Tahun Reformasi, apa sebetulnya yang ingin dicapai? Kita berhak bertanya seperti itu karena apa dan bagaimana perkembangan politik, ekonomi, hukum, dan sosial di Indonesia selama orde Reformasi 20 tahun terakhir sesungguhnya merupakan perwujudan dari pemahaman dan kehendak orang-orang yang menjalankan kekuasaan pemerintahan dan politik selama ini terhadap Reformasi yang ingin mereka capai.

Presiden Habibie, Presiden Gus Dur, Presiden Megawati, Presiden SBY, dan sekarang Presiden Jokowi, beserta para menteri pembantunya dan birokrasi pemerintahan, partai politiknya, dan juga para simpatisannya, tentu telah berupaya mewujudkan Reformasi yang tepat menurut pemahaman dan kehendak mereka.

Oleh karena itu, sesungguhnya kita tidak perlu membahas apakah Reformasi saat ini telah melenceng atau telah berjalan pada jalurnya, karena semuanya berpulang pada Reformasi seperti apa yang telah dan sedang diwujudkan oleh orang-orang yang menjalankan kekuasaan selama orde Reformasi ini. Tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah. Semuanya relatif.

Selanjutnya, jika masyarakat ingin melihat bagaimana orde Reformasi ini diisi di tahun-tahun mendatang, maka masyarakat sebaiknya meneliti orang-orang yang akan berkontestasi dalam Pilkada, Pilpres, dan Pileg, baik yang maju sebagai calon ataupun yang menjadi tim suksesnya. Orang-orang inilah pada akhirnya yang akan menjalankan kekuasaan pemerintahan dan politik di negara kita ketika memenangkan Pilkada, Pilpres, dan Pileg.

Dengan meneliti latar belakangnya dan pendapatnya terhadap berbagai permasalahan sosial, politik, ekonomi, dan hukum Indonesia, masyarakat bisa mengetahui apa dan bagaimana pemahaman mereka tentang Reformasi dan kehendak yang ingin mereka wujudkan dalam orde Reformasi ini. Selanjutnya, masyarakat akan bisa memprediksi Reformasi seperti apa yang akan diisi oleh orang-orang tersebut selama menjalankan kekuasaannya.

Dengan demikian, masyarakat pun akan menjadi pemilih yang rasional dalam Pilkada, Pilpres, maupun Pileg, karena masyarakat akan memilih orang-orang yang memiliki pemahaman dan kehendak Reformasi yang serupa dengannya. Kelak, 5 atau 10 tahun mendatang kita tidak perlu lagi menyoal apakah Reformasi yang sudah berjalan 25 atau 30 tahun ini sudah mengarah pada tujuan Reformasi 1998 atau belum.

Karena sesungguhnya Reformasi 1998 bukanlah Reformasi yang memiliki satu pemahaman dan tujuan yang sama. Reformasi 1998 di Indonesia adalah Reformasi yang unik, bahkan membingungkan bagi orang-orang yang kurang memahaminya. [***]

Juang Bakara
(Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA