Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Buruh Kasar Dari Tiongkok Harusnya Tak Kerja Di NKRI

Pemerintah Diminta Tidak Menutup Mata

Rabu, 25 April 2018, 11:01 WIB
Buruh Kasar Dari Tiongkok Harusnya Tak Kerja Di NKRI
Foto/Net
rmol news logo Dari Negeri Tirai Bambu, ribuan tenaga kerja kasar ilegal masuk. Ratusan ton narkoba dipasok. Sembako beracun disebarkan dan marak di Tanah Air, hingga intervensi Perundang-undangan kian menindas bangsa sendiri. Pribumi Indonesia menjerit.

Pemerintah didesak segera memutuskan hubungan diplo­matik dengan Cina. Desakan itu disampaikan Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo), lantaran banyaknya intervensi regulasi dan hukum yang dilakukan Negeri Tirai Bambu itu kepada Indonesia.

Selain itu, hal-hal buruk yang memperlemah Indonesia terus menerus di-suply dari Cina ke Indonesia.

Presiden Geprindo Bastian P Simanjuntak mengatakan, dari sekian banyak hal buruk dari Cina ke Indonesia, paling tidak ada tiga hal pokok yang harus segera dipertimbangan pemer­intah untuk segera mengakhiri hubungan diplomatik tersebut.

Menurutnya, ketiga hal terse­but diperparah dengan intervensi hukum yang dilakukan Cina terhadap Indonesia. "Sangat jelas intervensi itu, ketika keja­dian penangkapan kapal Cina di Natuna," ujarnya.

Menyoroti penyeludupan tenaga kerja kasar dari Cina ke Indonesia, Bastian menjelaskan, berdasarkan perundang-undangan di Indonesia, yang boleh masuk hanya tenaga kerja yang posisinya tidak bisa diisi tenaga kerja lokal. Faktanya, hampir mayoritas tenaga kerja asing (TKA) dari Cina yang masuk tidak memenuhi perizinan. "Yang masuk Indonesia adalah tenaga-tenaga kerja kasar. Itu tidak ada ruangnya dalam kesepakatan dagang apapun," tegasnya.

Serbuan TKA, khususnya asal Cina, membuat Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) kelabakan. Buktinya, lanjut Bastian, di akhir 2016 lalu, Dirjen Imigrasi Ronny Sompie mengungkap adanya persoalan diimigrasi dengan masuknya TKA Cina ke Indonesia secara ilegal.

Terkait hal ini, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono menyam­paikan, penggunaan TKA oleh banyak investor dari Cina, tidak seharusnya terjadi dan dibiarkan. "Khususnya dalam bidang per­tambangan. Masuknya TKA Cina itu ternyata hanya untuk ngakalin dan ngerampok hasil sumber daya alam Indonesia dengan harga mu­rah meriah," ungkapnya.

Terkait penyelundupan narko­ba, Bastian juga menambah­kan, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri beber­apa waktu lalu menemukan 1,62 ton sabu yang diselundupkan di kapal dari Cina. Akhir Januari 2018 lalu, sebanyak 150 ton bahan baku narkoba asal Cina yang masuk melalui Dili, gagal diselundupkan ke Indonesia set­elah ditangkap aparat keamanan di negara Timor Leste.

Pada 21 Maret 2018, lanjutnya, Balai Karantina Pertanian Kelas IDenpasar, Bali, menggagalkan penyelundupan benih sayuran asal Cina seberat 13,5 kilogram di Bandara Internasional IGusti Ngurah Rai.

Lalu awal Desember 2016, 2 kilogram benih cabai, 5000 batang tanaman cabai, satu ki­logram benih bawang daun dan sawi hijau asal Cina dimusnah­kan dengan dibakar menggu­nakan incinerator di Instalasi Karantina Hewan Kantor Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta.

"Ketiga masalah ini tentu sangat merugikan Indonesia, dan itu terkait dengan tidak tegasnya pemerintah di bawah rezim Jokowi," ujar Bastian.

Selain tidak tegas, lanjut dia, Jokowi juga cenderung didikte Cina, sehingga regulasi soal ten­aga kerja malah menguntungkan asing, terutama Cina. "Sebaliknya, merugikan tenaga kerja lokal. Tentu akan muncul kecurigaan, rezim Jokowi dipenuhi oknum pro Cina," ingat Bastian.

Dia juga mengingatkan, agar Jokowi segera sadar, bahwa Indonesia negara berdaulat, yang merdeka. Karenanya memiliki kewajiban melindungi kepentin­gan bangsa Indonesia. "Itu bisa diartikan pelecehan atas bangsa Indonesia oleh Cina, sehingga harus dihentikan. Salah satu caranya, memutuskan hubungan diplomatik," tegas Bastian.

Bila pemerintah tidak memu­tuskan hubungan diplomatik dengan Cina, kata dia lagi, rakyat Indonesia akan menga­lami kerugian besar. Karena pe­merintahan yang lebih pro Cina dari pada rakyatnya sendiri.

"Ini tidak bisa ditolerir. Pilihan Jokowi hanya dua, putuskan hubungan diplomatik dengan Cina, maka akan dicintai rakyat. Atau, silakan tetap mesra dengan Cina, tapi akan menjadi musuh rakyat," pungkas Bastian.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA