Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Ki Bagus, menjelaskan pada Sabtu, 26 September lalu, Forum Petani Anti Tambang Desa Selok Awar-Awar mengajukan pemberitahuan untuk aksi unjuk rasa menolak tambang.
Namun aksi belum dimulai tapi yang terjadi malah pembunuhan pejuang lingkungan yang menolak penambangan pasir yang merusak lingkungan dan lahan pertanian mereka. Aktivis petani Salim Kancil dibunuh.
"Ketika pertambangan besar susah masuk ke suatu wilayah untuk melakukan eksploitasi, maka pertambangan-pertambangan liar ini didorong oleh perusahaan untuk melancarkan proses eksploitasi kedepan. Tambang-tambang liar juga akan dijadikan tempat cuci tangan oleh perusahaan-perusahaan besar," ujarnya di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (28/9).
Sejumlah organisasi masyarakat sipil seperti Jatam, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) melaporkan kasus pembunuhan dan pelecehan terhadap petani penolak tambang di Desa Awar-Awar ke Komnas HAM.
Dia berharap Komnas HAM bisa segera melakukan investigasi bukan hanya tentang pro kontra perusahaan pertambangan dan masyarakat, tapi juga bisa menyelesaikan permasalahan hingga ke akar-akarnya.
Ken Yusriansyah dari Konsorsium Pembaruan Agraria atau KPA juga mengatakan, peristiwa ini telah menambah deretan panjang korban agraria dan kejahatan tambang Indonesia dan petani menjadi salah satu aktor yang kerap menjadi korban.
Aktivis Jatam, Walhi, KPA serta KontraS dan organisasi sipil lainnya sudah terjun ke lapangan dan saat ini sedang melakukan investigasi.
[zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: