Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)

Tamliha Desak Pemerintah Evaluasi Kebijakan Bebas Visa

Laporan: | Selasa, 20 Desember 2016, 10:36 WIB
Tamliha Desak Pemerintah Evaluasi Kebijakan Bebas Visa

Syaifullah Tamliha/Net

. Kebijakan bebas visa dinilai sebagai penyebab maraknya tenaga kerja asing (TKA) ilegal yang mencari pundi-pundi kekayaan di negeri ini. Padahal, warga negara Indonesia (WNI) sendiri masih kesulitan memperoleh pekerjaan untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

Anggota Komisi I DPR RI Syaifullah Tamliha mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan bebas visa tersebut.

"Ya itu mesti dievaluasi," desaknya ketika dihubungi, Selasa (20/12).

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengusulkan, sebaiknya bebas visa itu diberlakukan hanya untuk paspor diplomatik dan ‎paspor dinas (service passport) saja. Sementara, yang tidak memiliki paspor diplomat service passport menurut dia semestinya harus memiliki visa.

"Seperti negara Kazakstan. Itu paspor diplomatik dan service passport, service passport itu istilahnya paspor dinas, itu tidak menggunkan visa, sementara warga negara biasa harus gunakan visa agar memudahkan intelijen kita memantau keberadaan orang yang berada di Indonesia," jelasnya.

TKA ilegal yang masuk ke Indonesia sebenarnya menurut dia bukanlah problem serius, namun yang lebih serius menurut dia jika kebijakan bebas visa membuka pintu yang lebar bagi ancaman negara.

"Itu yang mesti dievaluasi, kalau misalnya orang China mau wisata, ya wisata, jangan kerja," tegasnya.

Karenanya, tambah Tamliha, pihak imigrasi jangan tutup mata, sebab bisa saja negara lain sengaja memanfaatkan kebijakan bebas visa pemerintah untuk membuat teror.

"Kita harus miliki intelijen yang kuat, jadi setiap orang datang ke sini, intelijen udah tahu, TKA ilegal atau wisatawan, ini bisa dideteksi, kita jangn sebatas cuap-cuap teroris itu bukan dari ISIS saja, bisa aja negara lain membuat teror. Misalnya‎ yang nanam cabe rusak tanaman, itu kan terorisme namanya, itu udah masuk kategori terorism, itu membahayakan pangan," pungkasnya menjelaskan. [rus]
1xx

Kolom Komentar

Artikel Lainnya

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)