Kegiatan penguatan HAM di Aula Keuskupan Agung Kupang, Sabtu 20 Desember 2025. (Foto: RMOL)
Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) menyoroti maraknya kasus perdagangan orang di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia (HAM).
Staf Khusus Menteri HAM bidang Pemenuhan HAM, Yosef Sampurna Nggarang, menegaskan bahwa praktik perdagangan orang di NTT berakar dari tidak terpenuhinya hak dasar warga, terutama akses terhadap kehidupan dan pekerjaan yang layak.
“Karena tidak ada pilihan kerja dengan upah layak di daerah asal, masyarakat memilih merantau ke luar daerah bahkan ke luar negeri. Namun sayangnya mereka justru terjerumus dalam mafia perdagangan orang sehingga yang terjadi 'kita kirim tenaga kerja ke luar negeri, tapi yang pulang justru peti mati'," ujar Yosef dalam kegiatan penguatan HAM bagi masyarakat rentan di Aula Keuskupan Agung Kupang, Sabtu 20 Desember 2025.
Karena itu, ia menekankan pencegahan harus dimulai dari keluarga. Yosef mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur tawaran kerja bergaji tinggi dengan proses rekrutmen yang mencurigakan.
“Harus dicek siapa yang mengajak, bagaimana prosesnya, dan apakah lembaganya kredibel,” katanya.
Menurut Yosef, para korban sejatinya sudah menjadi korban sejak meninggalkan rumah. Dampaknya bukan hanya pada individu, tetapi juga keluarga yang ditinggalkan.
Ia juga menegaskan komitmen Presiden Prabowo Subianto terhadap isu perdagangan orang sebagai bagian dari penegakan HAM.
“HAM menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan pembangunan. Itu sebabnya Kementerian HAM berdiri sendiri, terpisah dari Kementerian Hukum,” jelas Yosef.
Selain itu, penguatan HAM ditempatkan pada poin pertama Asta Cita Prabowo-Gibran, sejajar dengan penguatan ideologi Pancasila dan demokrasi. “HAM menjadi payung seluruh kebijakan pembangunan di era Presiden Prabowo,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Hukum dan HAM Keuskupan Agung Kupang, RD Vinsen Tamelab, Pr, menegaskan bahwa migrasi atau merantau adalah hak setiap orang yang tidak bisa dibatasi negara. Namun ketika di kampung tidak tersedia pekerjaan yang layak maka orang terpaksa bermigrasi.
Dan Vincen menilai banyak perantau tidak memahami hak-haknya sehingga rentan dieksploitasi. Dia menekankan pentingnya penyadaran HAM sebelum merantau, disertai kompetensi kerja dan kesiapan mental.
“Tanpa kemampuan, orang akan diperlakukan sebagai barang, bukan manusia,” tegasnya.
Ia juga mendorong pemerintah memfasilitasi migrasi yang legal melalui pelatihan keterampilan dan pengurusan dokumen resmi agar masyarakat tidak terjebak jalur ilegal.
Data Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTT yang dirilis Antara mencatat, hingga Agustus 2025 terdapat 93 pekerja migran asal NTT meninggal di luar negeri. Pada 2024 tercatat 125 orang, dan pada 2023 sebanyak 143 orang. Mayoritas korban merupakan pekerja migran ilegal.