Bank Indonesia. (Foto: Istimewa)
Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi global pada 2025 akan mencapai 3,2 persen. Angka ini naik dari proyeksi sebelumnya sebesar 3,1 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, perbaikan ekonomi global di akhir tahun sedikit membaik terutama ditopang oleh menguatnya kinerja perekonomian Jepang dan India. Penguatan tersebut didorong oleh konsumsi rumah tangga yang solid serta dukungan stimulus fiskal.
Sementara itu, prospek ekonomi kawasan Eropa dinilai masih cukup baik, didukung konsumsi domestik, investasi, serta kondisi ketenagakerjaan yang relatif terjaga.
“Perekonomian global dalam jangka pendek sedikit membaik, namun dengan ketidakpastian yang masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 diperkirakan menjadi sekitar 3,2 persen,” ujar Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu 17 Desember 2025.
Di sisi lain, perekonomian Amerika Serikat (AS) pada 2025 diperkirakan tetap melambat. Perlambatan tersebut dipengaruhi dampak sementara kebijakan penutupan pemerintahan (government shutdown) serta melemahnya pasar tenaga kerja. Selain itu, prospek ekonomi China juga terus melambat seiring lemahnya permintaan domestik.
Sementara memasauki 2026, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global kembali melemah ke kisaran 3 persen. Pelemahan ini dipengaruhi dampak lanjutan kebijakan tarif resiprokal AS serta meningkatnya kerentanan rantai pasok global.
Di pasar keuangan internasional, suku bunga acuan AS atau Fed Funds Rate telah turun 25 basis poin pada Desember 2025, sehingga ruang penurunan lanjutan dinilai semakin terbatas.
Sementara itu, imbal hasil US Treasury tenor dua tahun cenderung meningkat, sedangkan yield tenor 10 tahun tetap tinggi seiring bertambahnya beban utang pemerintah AS.
Kondisi tersebut, kata Perry akan membuat indeks dolar AS (DXY) bertahan di level tinggi dan aliran masuk modal asing ke negara berkembang, termasuk emerging market, masih terbatas.
Ke depan, masih kata Perry, ketidakpastian perekonomian global diperkirakan tetap tinggi dengan prospek pertumbuhan ekonomi dunia yang masih lemah.
"Kondisi ini memerlukan kewaspadaan serta penguatan respons kebijakan untuk menjaga ketahanan ekonomi domestik dari dampak perlambatan global dan mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi di dalam negeri,” tandasnya.