Berita

Kedeputian Bidang Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Pelindungan Pekerja Migran Kemenko Pemberdayaan Masyarakat, Leontinus Alpha Edison, di lokakarya konsultasi kedua bersama Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia dan Balai Latihan Kerja/Lembaga Pelatihan Kerja. (Foto: dok. Kemenko PM)

Politik

Kemenko PM Rancang Ulang Perpres PMI

SENIN, 15 DESEMBER 2025 | 17:27 WIB | LAPORAN: WIDODO BOGIARTO

Pemerintah mulai pasang badan. Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) tancap gas merombak Peraturan Presiden tentang Pekerja Migran Indonesia (PMI). Targetnya jelas, menghentikan praktik pemerasan berkedok biaya penempatan dan putus mata rantai perdagangan orang.

Langkah awal dilakukan lewat Lokakarya Konsultasi kedua yang digelar Kemenko PM bersama Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) serta Balai Latihan Kerja/Lembaga Pelatihan Kerja (BLK/LPK), Senin, 15 Desember 2025 di Jakarta. Sebelumnya, Kemenko PM sudah lebih dulu menyerap aspirasi masyarakat sipil dan komunitas pekerja migran pada September–Oktober 2025.

Deputi Kemenko PM, Leontinus Alpha Edison, tak menutup-nutupi borok lama. Menurutnya, Perpres Nomor 130 Tahun 2024 memang memuat komitmen negara melindungi PMI, tapi praktik di lapangan masih jauh panggang dari api.


"Evaluasi menunjukkan adanya tantangan struktural, termasuk praktik overcharging dan maraknya migrasi non-prosedural yang meningkatkan kerentanan PMI terhadap penipuan dan tindak pidana perdagangan orang. Oleh karenanya diperlukan regulasi baru sebagai dasar kebijakan yang berkelanjutan," ujar Leon.

Karena itu, kata Leon, perlu ada Perpres baru yang lebih tegas, berkelanjutan, dan relevan dengan dinamika pasar kerja global serta arah pembangunan nasional 2025–2029. Apalagi kontribusi PMI ke negara tidak kecil. Tahun 2024 saja, remitansi tembus Rp253,3 triliun.

"Perlu diimbangi dengan tata kelola yang komprehensif dan berorientasi pada martabat kemanusiaan. Bukan malah membiarkan PMI diperas sejak berangkat," sentil Leon.

Lokakarya ini, lanjutnya, dirancang sebagai forum dialog terbuka berbasis data. P3MI dan BLK/LPK sengaja diundang karena mereka tahu betul problem di lapangan. Biaya penempatan selangit, kurikulum pelatihan tak nyambung dengan pasar global, hingga lemahnya penindakan terhadap migrasi ilegal.

Isu paling lainnya soal biaya penempatan. Banyak PMI masih dibebani placement fee yang tak masuk akal. Praktik overcharging ini akan dibahas serius, termasuk rencana standardisasi biaya oleh asosiasi P3MI seperti APJATI.

Ancaman TPPO juga jadi sorotan tajam. Pengawasan lintas negara yang lemah membuat PMI rentan dijebak sindikat. Kementerian Hukum dan HAM ikut turun tangan membahas penguatan penegakan hukum, sementara IMCAA menyoroti maraknya penempatan ilegal awak kapal perikanan.

Masalah lain tak kalah penting adalah kualitas dan sertifikasi. Banyak PMI belum memenuhi standar global sehingga harus tes ulang atau pelatihan tambahan di negara tujuan. Akibatnya, biaya bertambah dan posisi tawar melemah. Asosiasi pelatihan seperti P4MI dan OPPPI didorong menyelaraskan kurikulum dengan kebutuhan pasar internasional.

Upaya ini juga mendapat sokongan internasional. International Organization for Migration (IOM) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Indonesia.

?"IOM mendukung penuh inisiatif Pemerintah Indonesia, melalui koordinasi Kemenko PM, untuk memperkuat tata kelola migrasi yang adil, etis, dan berbasis hak asasi manusia," kata Jeffrey Labovitz, Kepala Misi IOM untuk Indonesia.  

Menurutnya, memastikan calon PMI berangkat lewat jalur resmi, bebas biaya ilegal, dan punya akses perlindungan hukum adalah kunci memerangi TPPO.

"Memastikan bahwa setiap Calon PMI ditempatkan melalui jalur yang aman, tanpa dibebani biaya ilegal, dan memiliki akses bantuan hukum yang optimal adalah kunci untuk memerangi TPPO dan mewujudkan migrasi yang bermartabat," tambahnya.

Leon berharap hasil lokakarya menjadi dasar perancangan Peraturan Presiden baru yang berkelanjutan untuk periode 2025 dan seterusnya, selaras dengan lima tujuan strategis dalam Perpres sebelumnya.  

"Kami ingin rencana aksi konkret, bukan sekadar jargon. PMI harus terlindungi dari hulu ke hilir," tandasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya