Berita

Suasana sidang kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor LPEI di Pengadian Tindak Pidana Korupsi PN Jakarta Pusat, 7 November 2025.

Hukum

Pidana Kasus LPEI-Petro Energy Mengganggu Iklim Investasi dan Keuangan Nasional

SENIN, 10 NOVEMBER 2025 | 23:24 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Pakar hukum kepailitan dan bisnis dari Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Hadi Shubhan menyampaikan sistem hukum kepailitan di Indonesia bertujuan bukan untuk menghukum tetapi untuk recovery atau pemulihan posisi kreditur dan debitur.

Selain itu, utang yang timbul dari hubungan pembiayaan dapat diambil alih atau dijamin oleh pihak ketiga, bahkan setelah debitur dinyatakan pailit, tanpa memerlukan persetujuan kurator. 

"Tugas kurator hanya mengurus dan membereskan harta debitur, bukan kewajiban atau utang. Jika ada pihak ketiga yang mau membayar, itu justru bentuk itikad baik yang luar biasa,” kata Hadi saat menjadi saksi ahli di sidang perkara korupsi terkait pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada PT Petro Energy di Pengadian Tindak Pidana Korupsi PN Jakarta Pusat, 7 November 2025. 


Pada persidangan Hadi turut menjelaskan bahwa tingkat recovery rate dalam perkara kepailitan di Indonesia hanya sekitar 11,8% sehingga jika ada inisiatif dari pihak ketiga untuk melunasi kewajiban debitur merupakan langkah positif yang patut diapresiasi, bukan dikriminalisasi. 

Dia juga menekankan bahwa pailit tidak menghapus kewajiban pembayaran, dan terlebih sudah ada proses restrukturisasi atau perdamaian antara pihak-pihak terkait, maka proses pidana seharusnya menunggu penyelesaian perdata selesai. 

Ia membandingkan dengan kasus restrukturisasi Garuda Indonesia, di mana penyelamatan melalui mekanisme PKPU menjadi bukti bahwa penyelesaian perdata dapat memberikan manfaat ekonomi nasional. Menurutnya, penyelesaian kasus LPEI secara pidana berpotensi mengganggu kepastian hukum bisnis dan menimbulkan dampak negatif terhadap iklim 
investasi dan keuangan nasional.

“Hukum pidana adalah ultimum remedium yaitu jalan terakhir, bukan alat utama. Kalau masih bisa diselesaikan melalui restrukturisasi dan itikad baik, seharusnya negara mendukung pemulihan, bukan menghukum,” ujar Hadi.

Sejalan dengan keterangan Prof Hadi Subhan, pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dr Chairul Huda menjelaskan bahwa esensi dari Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor sejatinya adalah pengembalian/recovery uang negara. Sehingga, hukum pidana seharusnya menjadi source terakhir (ultimum remedium) jika penyelesaian secara perdata dan administrasi gagal dilaksanakan. 

Chairul menegaskan bahwa tindakan pihak ketiga yang mengambil alih dan mencicil utang merupakan bukti itikad baik, bukan perbuatan melawan hukum. Dalam konteks pertanggungjawaban pidana korporasi, ia menjelaskan bahwa seseorang baru bisa dimintai tanggung jawab pribadi jika terbukti melampaui kewenangan sesuai Anggaran Dasar dan Undang-Undang Perseroan Terbatas.

"Orang yang punya itikad baik tidak mungkin punya mens rea atau niat jahat. Justru tindakan membayar dan mengambil alih utang menunjukkan tanggung jawab, bukan kejahatan,” ujar dia yang juga dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan.

Chairul Huda juga menyoroti aspek formil dalam proses penetapan tersangka. Ia menilai ada kejanggalan dalam tahapan penyidikan karena Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPKP diterbitkan setelah penetapan tersangka dilakukan, padahal hasil audit merupakan salah satu alat bukti penting dalam perkara dugaan kerugian keuangan negara.

Dalam perkara sektor keuangan, Chairul menegaskan bahwa seharusnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga yang berwenang menentukan ada atau tidaknya pelanggaran di sektor jasa keuangan, bukan BPKP.

“Dalam tindak pidana korupsi, kerugian negara harus dibuktikan dengan hasil audit resmi. Jika audit baru muncul setelah penetapan tersangka, berarti penetapan tersebut tidak memiliki dasar bukti yang relevan,” jelas Chairul.

Ia juga menyoroti ketidakseimbangan penuntutan antara pihak swasta dan penyelenggara negara. Menurutnya, secara prinsip hukum pidana, pelaku utama atau pihak penyelenggara negara seharusnya dituntut terlebih dahulu, kecuali dalam kondisi tertentu seperti kekebalan diplomatik atau status buron.

Kasus tuduhan korupsi pembiayaan LPEI kepada PT Petro Energy ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Perkara ini menjerat tiga terdakwa dari PT Petro Energy, yakni Newin Nugroho (Direktur Utama), Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan), serta Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy).

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya