Berita

Ilustrasi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

Politik

Mahalnya Air Kemasan Tanda Ada yang Salah dalam Tata Kelola

SENIN, 10 NOVEMBER 2025 | 14:35 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

Persoalan tata kelola air baku bagi industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) disorot Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Hendry Munief.

Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan jajaran Kementerian Perindustrian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 10 Noveber 2025, Legislator PKS ini menilai harga air yang semakin mahal menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam pengelolaan sumber daya air nasional.

Hendry merujuk pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan 15 Agustus lalu terkait Pasal 33 UUD 1945 dan menekankan pentingnya perhatian terhadap ayat (2) yang mengatur cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak. 


“Harga air kita hari ini sangat mahal. Dua liter bisa mencapai Rp10.000. Itu berarti sekitar Rp5.000 per liter, atau Rp5 juta per meter kubik. Sementara di Eropa hanya sekitar Rp80.000. Ini harus menjadi perhatian serius,” ujar Hendry.

Dalam forum tersebut, Hendry mengusulkan serangkaian rekomendasi strategis kepada Kementerian Perindustrian, termasuk reformasi tata kelola air baku AMDK, penyusunan peta neraca air (water balance) pada setiap kawasan sumber air utama, serta pengawasan ketat agar pengambilan air baku tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. 

“Pengambilan air baku tidak boleh membuat pertanian kering. Prioritas air untuk masyarakat dan sektor pangan harus dijamin,” tegasnya.

Hendry juga menekankan perlunya regulasi ekstraksi air yang adaptif terhadap musim kemarau dan musim panen. Selain itu, pemerintah diminta mewajibkan perusahaan AMDK melakukan reinvestasi sosial-lingkungan melalui konsep water positive, yakni memastikan air yang dikembalikan ke alam minimal setara dengan volume yang diambil.

“Perusahaan AMDK harus menerapkan rasio minimal 1:1:1. Air yang dikembalikan ke alam tidak boleh lebih kecil dari yang diambil. Prinsip ini harus menjadi standar,” kata Hendry.

Dia mendesak percepatan integrasi Sistem Neraca Air Nasional sebagai dasar formulasi kebijakan pengelolaan air baku di seluruh Indonesia. Ia berharap pertemuan ini dapat menghasilkan rekomendasi konkret yang dapat ditindaklanjuti pemerintah.

“Kita perlu regulasi yang jelas, komprehensif, dan berpihak kepada kepentingan publik. Sistem neraca air nasional harus benar-benar dibahas dan ditetapkan,” pungkasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

RUU Koperasi Diusulkan Jadi UU Sistem Perkoperasian Nasional

Rabu, 17 Desember 2025 | 18:08

Rosan Update Pembangunan Kampung Haji ke Prabowo

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:54

Tak Perlu Reaktif Soal Surat Gubernur Aceh ke PBB

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:45

Taubat Ekologis Jalan Keluar Benahi Kerusakan Lingkungan

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:34

Adimas Resbob Resmi Tersangka, Terancam 10 Tahun Penjara

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:25

Bos Maktour Travel dan Gus Alex Siap-siap Diperiksa KPK Lagi

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:24

Satgas Kemanusiaan Unhan Kirim Dokter ke Daerah Bencana

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:08

Pimpinan MPR Berharap Ada Solusi Tenteramkan Warga Aceh

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:49

Kolaborasi UNSIA-LLDikti Tingkatkan Partisipasi Universitas dalam WURI

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:45

Kapolri Pimpin Penutupan Pendidikan Sespim Polri Tahun Ajaran 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:42

Selengkapnya