Berita

Pelantikan Presiden Soeharto usai Tragedi 1965. (Foto: Dokumentasi Kemlu)

Politik

Penyintas 1965: Soeharto Tak Pantas jadi Pahlawan Nasional

SELASA, 04 NOVEMBER 2025 | 19:49 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Penolakan terhadap wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI Soeharto terus disuarakan oleh para penyintas Peristiwa 1965. 

Salah satunya datang dari Utati, korban langsung yang pernah ditahan selama 11 tahun di Penjara Wanita Bukit Duri.

“Saya bilang tidak pantas kalau bapak presiden kedua kita itu diangkat menjadi pahlawan nasional,” tegas Utati kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 4 November 2025. 


Ia lantas menceritakan bagaimana dirinya bersama tahanan perempuan lainnya harus berjuang bertahan hidup di balik jeruji besi selama lebih dari satu dekade.

“Kami yang ada di situ jelas tidak mau mati konyol tapi berusaha untuk bertahan bisa hidup keluar dengan akal yang masih waras,” ujarnya.

Selama di tahanan, Utati menyebut tak ada tahanan yang meninggal dunia, kecuali satu orang karena sakit. Namun, setelah dibebaskan, ia mengaku belum benar-benar merasakan kebebasan.

“Saya tidak bisa mengatakan bebas ya, karena sampai sekarang pun saya belum merasakan kebebasan itu betul-betul. Kecuali ada dukungan-dukungan dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan teman-teman lain yang sangat peduli dengan kami,” tuturnya.

Usai Reformasi 1998, Utati baru berani bertemu dengan mantan tahanan politik dan berkumpul kembali. Sebelumnya, kehidupan mereka dibatasi oleh berbagai aturan diskriminatif, termasuk label “tidak bersih lingkungan”.

“Mungkin paling menyakitkan ya untuk saya, karena ada "bersih lingkungan". Bersih lingkungan itu anak kami, kami yang ditahan langsung, anak kami, cucu kami itu dianggap tidak bersih lingkungan. Larangannya banyak, nggak boleh ini, nggak boleh itu,” ungkapnya.

Meski sudah pulang dari penjara, ia mengaku masih diawasi oleh aparat. 

“Setiap gerak kami itu diawasi, karena mau pergi ke luar kota harus lapor, dan lain sebagainya, banyak hal,” kenang Utati.


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya