Berita

Ilustrasi (Foto: Artificial Intelligence)

Bisnis

Ashmore Optimistis 2026 Jadi Tahun Pemulihan Pasar

SENIN, 03 NOVEMBER 2025 | 08:56 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Bursa saham Indonesia menutup perdagangan pekan terakhir Oktober 2025 dengan pelemahan IHSG sebesar 0,25 persen ke level 8.164, meski investor asing mencatat arus masuk sebesar 265 juta Dolar AS.

Menurut laporan mingguan Ashmore Asset Management Indonesia yang dikutip Senin 3 November 2025, kinerja sektor Kesehatan bertambah 3,34 persen, begitu juga dengan  Teknologi yangt meningkat 1,71 persen. Sementara Industri berkurang 5,94 persen dan Properti melemah 2,6 persen. 

Saat ini, fokus pasar global tertuju pada rapat FOMC di AS. The Fed kembali memangkas suku bunga, namun pernyataan Ketua Jerome Powell bernada hati-hati, membuat pasar ragu apakah pemangkasan lanjutan akan terjadi pada Desember. Akibatnya, yield obligasi AS sempat naik, 10 tahun di 4,1 persen dan 2 tahun di 3,6 persen. Ashmore menilai tekanan untuk memangkas suku bunga tetap ada, selama inflasi dan tenaga kerja tidak melonjak.


Ashmore mencatat Bank Indonesia menahan suku bunga, membuat yield obligasi pemerintah (IndoGB) sedikit terkoreksi; 10 tahun ke 6,08 persen dan 2 tahun di 4,9 persen. Yield obligasi global Indonesia (INDON) juga turun tipis.

Ashmore melihat kondisi ini sebagai peluang akumulasi obligasi jangka panjang, karena beberapa hal seperti; penerbitan obligasi pemerintah tahun depan diperkirakan rendah, kebijakan ekonomi tetap pro-pertumbuhan, serta potensi pemangkasan suku bunga BI masih terbuka.

Ashmore pun merekomendasikan untuk obligasi Rupiah sebaiknya pilih ADON (imbal hasil optimal jangka menengah) dan untuk obligasi Dolar, sebaiknya pilih ADUN (durasi panjang dengan potensi yield lebih baik).

Ashmore menilai kinerja laba emiten kemungkinan mencapai titik terendah pada kuartal III-2025, lalu pulih 10-12 persen pada 2026 yang  didorong oleh stimulus fiskal dan pertumbuhan kredit.

Dari sisi valuasi, saham-saham besar (big caps) masih diperdagangkan di bawah rata-rata historis, sehingga peluang re-rating masih terbuka.

“Kami tetap memilih saham dengan fundamental kuat dan valuasi wajar,” tulis Ashmore.

Ashmore melihat kondisi pasar saat ini masih fluktuatif, tapi bukan sinyal negatif. Di pasar obligasi, potensi penurunan yield memberi peluang beli. Sementara di pasar saham, valuasi yang murah dan dukungan kebijakan pemerintah bisa mendorong pemulihan ekonomi dan laba korporasi tahun depan.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya