Raja Maroko, Mohammed VI (Foto: MAP)
Raja Maroko Mohammed VI menyatakan dimulainya babak baru dalam sejarah Sahara Barat, menyusul pengakuan dan dukungan kuat dari DK PBB terhadap inisiatif otonomi yang diajukan Maroko.
“Kita memulai babak baru dalam proses konsolidasi Maroko di Sahara, dan mengakhiri, untuk selamanya, konflik yang direkayasa ini, dalam kerangka solusi konsensual berdasarkan Inisiatif Otonomi,” ujarnya dalam pidatonya di peringatan 50 tahun Gerakan Green March dan 70 tahun kemerdekaan Maroko, seperti dikutip pada Minggu, 2 November 2025.
Sang raja menyebut Resolusi Dewan Keamanan PBB terbaru sebagai momen bersejarah yang menandai titik balik dalam perjuangan kedaulatan Maroko.
“Ada masa sebelum 31 Oktober 2025, dan ada masa setelahnya. Saatnya bagi Maroko yang bersatu—dari Tangier hingga Lagouira—untuk berdiri tegak atas hak dan batas sejarahnya,” tegasnya.
Raja Mohammed VI mengungkapkan bahwa saat ini dua pertiga negara anggota PBB telah mengakui Inisiatif Otonomi Maroko sebagai satu-satunya kerangka yang realistis untuk menyelesaikan sengketa Sahara Barat.
Ia juga menyoroti peningkatan pengakuan ekonomi terhadap kedaulatan Maroko di wilayah selatan, terutama setelah langkah positif dari Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia, Spanyol, dan Uni Eropa yang mendorong investasi di kawasan tersebut.
Dalam kesempatan itu, sang raja menyampaikan rasa terima kasih kepada negara-negara sahabat atas dukungan diplomatik mereka.
“Saya ingin menyampaikan penghargaan kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump, serta sahabat-sahabat kami di Inggris, Spanyol, dan khususnya Prancis, atas dukungan mereka dalam menempuh jalan damai ini,” tuturnya.
Meski menyambut kemajuan besar ini, Raja Mohammed VI menegaskan bahwa Maroko tidak akan menganggap situasi tersebut sebagai kemenangan satu pihak.
Ia menekankan pentingnya solusi yang menjaga martabat semua pihak, sembari menyerukan kepada warga di kamp Tindouf agar memanfaatkan kesempatan bersejarah ini untuk kembali bersatu di bawah naungan Maroko.
Menutup pidatonya, Raja Mohammed VI menyerukan persatuan nasional dan semangat pembangunan di wilayah selatan.
“Ini berarti provinsi selatan kita sekarang dapat menjadi pusat pembangunan dan stabilitas, dan pusat ekonomi utama di kawasan ini, termasuk Sahel dan Sahara,” pungkasnya.
Dalam pemungutan suara DK PBB yang digelar Jumat 31 Oktober 2025, 11 negara mendukung resolusi yang menyatakan otonomi sejati di bawah kedaulatan Maroko menjadi satu-satunya solusi yang paling layak untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di wilayah kaya fosfat itu.
Sementara Rusia, China, dan Pakistan abstain. Aljazair, yang menjadi pendukung utama Front Polisario, menolak keras keputusan itu.
Sebelumnya wilayah ini diklaim oleh Maroko dan Front Polisario, yang beroperasi dari kamp-kamp pengungsi di Aljazair barat daya dan mengklaim mewakili masyarakat Sahrawi yang merupakan penduduk asli wilayah yang disengketakan.