Berita

Ilustrasi/RMOL via AI

Bisnis

Kebijakan Impor Barang Murah di Kawasan Berikat Bikin Boncos Negara

RABU, 29 OKTOBER 2025 | 01:03 WIB | LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK

Dampak sistemik dari perubahan fungsi Kawasan Berikat (KB) di Indonesia akhirnya menjadikan distorsi pasar dan persaingan tidak adil yang merugikan Industri Dalam Negeri (IDN) serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) non-KB.

Kebijakan relaksasi regulasi terutama melalui peningkatan kuota penjualan domestik (TLDDP) menjadi 50 persen (PMK 131/2018) dan celah perhitungan pajak (PMK 65/2021), telah mentransformasi KB dari simpul industri berorientasi ekspor menjadi koridor utama masuknya barang impor murah secara masif ke pasar domestik.

Kebijakan Kawasan Berikat yang mulanya dirancang sebagai fasilitas penangguhan Bea Masuk (BM), PPN, dan PPh Pasal 22 untuk bahan baku yang diolah untuk tujuan ekspor. Dengan melalui serangkaian relaksasi regulasi, fungsi KB telah berubah secara fundamental.


Meskipun kebijakan ini berhasil menarik investasi Rp 221,53 triliun, tetapi bikin boncos negara karena tak seimbang dengan perekonomian dalam negeri. 

Misalnya, kebijakan insentif pajak yang ditangguhkan oleh Kawasan Berikat mencapai Rp 69,63 triliun, jumlah yang 137 persen lebih besar dari total penerimaan Bea Masuk negara. Sudah pasti ini kerugian fiskal yang sangat serius.

Korban utama yang sudah tumbang akibat kebijakan ini sektor Tekstil dan Garmen (TPT). Buktinya di sektor ini sudah lebih dari 80 ribu tenaga kerja yang di-PHK selama tahun 2024. 

Akibat kebijakan ini juga menjadi ancaman nyata pada sektor UMKM. Pengrajin lokal dan UMKM terdesak karena produk impor dari KB/PLB dapat dijual 30 persen hingga 35 persen lebih murah, menyingkirkan produk-produk yang dibuat UMKM yang membayar pajak penuh.

Ditambah rendahnya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di KB yang rata-rata hanya 45 persen dari target 64 persen ini mengonfirmasi bahwa insentif pajak secara struktural lebih menguntungkan penggunaan bahan baku impor dari pada produk lokal.







Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya