(Foto: Dok. Telkom Indonesia)
PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk mempertegas fokus bisnis di sektor infrastruktur digital. Fokus ini diwujudkan melalui pemisahan sebagian bisnis dan aset wholesale fiber connectivity kepada anak usahanya, PT Telkom Infrastruktur Indonesia (TIF).
Langkah tersebut ditandai dengan penandatanganan conditional spin-off agreement (CSA) di Jakarta, pada Senin 20 Oktober 2025.
Melalui aksi korporasi ini, para pemangku kepentingan diharapkan mendapatkan nilai tambah melalui optimalisasi aset, peningkatan efisiensi operasional dan investasi, serta monetisasi infrastruktur dan kemitraan strategis.
Pemisahan aset, kata Direktur Utama Telkom Dian Siswarini, menjadi tonggak penting dalam perjalanan transformasi Telkom menuju strategic holding yang berorientasi pada penguatan fondasi bisnis infrastruktur digital nasional.
“Keberadaan TIF tidak hanya memperkuat posisi Telkom Group sebagai penyedia infrastruktur digital utama di Indonesia, tetapi memungkinkan kami menghadirkan layanan generasi terbaru yang lebih kompetitif serta memberikan pengalaman yang lebih baik kepada pelanggan,” ujar Dian dalam keterangan tertulis, Jumat 24 Oktober 2025.
Strategi pemisahan tersebut sejalan dengan praktik terbaik yang telah diterapkan sejumlah operator global, seperti Telstra (Australia), Telecom Italia (TIM), Telefonica, O2, dan CETIN (Republik Ceko).
Langkah serupa terbukti meningkatkan efisiensi, valuasi, serta potensi kemitraan strategis melalui pembentukan entitas pengelola infrastruktur yang berdiri sendiri.
“Langkah strategis yang sejalan dengan tren global ini diharapkan dapat memungkinkan TIF untuk menghadirkan struktur bisnis yang lebih fokus, transparan, dan kompetitif,” kata Dian.
Direktur Utama PT TIF I Ketut Budi Utama menambahkan, pihaknya siap menjadi tulang punggung konektivitas digital Indonesia.
Ia menyebut pemisahan ini sebagai momentum penting bagi TIF untuk beroperasi lebih fokus dan efisien dalam mengelola infrastruktur jaringan nasional.
“Kami berkomitmen untuk memperluas cakupan infrastruktur dan mendorong inovasi berkelanjutan sehingga dapat menghadirkan layanan wholesale connectivity yang andal, transparan, dan kompetitif, dan sekaligus membuka ruang kolaborasi yang lebih luas bagi pelaku industri telekomunikasi,” kata Ketut.
Setelah pemisahan rampung, TIF akan mengelola lebih dari 50 persen aset jaringan fiber Telkom yang mencakup segmen access, aggregation, backbone, serta infrastruktur pendukung lain dengan nilai transaksi mencapai Rp 35,8 triliun.
Meski Telkom masih memegang lebih dari 99,9 persen saham TIF, entitas baru ini akan beroperasi secara netral.
TIF akan menyediakan layanan wholesale fiber connectivity bagi pelanggan eksternal ataupun internal TelkomGroup guna memastikan ketersediaan konektivitas berkualitas tinggi dan berdaya jangkau luas.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, TIF akan menggunakan nama InfraNexia sebagai identitas korporasi.
Nama tersebut merupakan singkatan dari “infrastruktur konektivitas Indonesia” dan mencerminkan komitmen TIF sebagai penggerak optimalisasi jaringan fiber nasional.
Melalui produk wholesale fiber connectivity yang mencakup Metro-E, SL-WDM, Global Link, IP Transit, Passive Access, VULA, dan Bitstream, TIF juga tengah mengembangkan layanan white label FTTX untuk menjawab kebutuhan pelanggan wholesale.
“Kami memastikan bahwa kehadiran TIF mampu memberikan nilai tambah yang nyata, tidak hanya bagi pelanggan wholesale, tetapi juga bagi ekosistem digital nasional secara keseluruhan,” imbuh Ketut.
Setelah penandatanganan CSA, rangkaian tahapan persiapan pemisahan sebagian bisnis dan aset wholesale fiber connectivity akan segera berjalan.
Telkom Group memastikan seluruh tahapan berlangsung transparan dan sesuai ketentuan hukum, termasuk peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).