Berita

Ketua Caretaker Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Brahma Aryana. (Foto: RMOL/Ahmad Satryo)

Politik

KIPP Dorong Evaluasi Sistem Proporsional Terbuka Demi Demokrasi yang Lebih Matang

JUMAT, 10 OKTOBER 2025 | 09:27 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Pemilihan Umum (Pemilu) secara langsung atau kerap disebut Sistem Proporsional Terbuka, harus dievaluasi untuk mematangkan demokrasi ke depan. 

Ketua Caretaker Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Brahma Aryana, menilai bahwa representasi rakyat di lembaga legislatif perlu dikaji secara mendalam pasca Pemilu Serentak 2024. Banyak suara pemilih yang dikonversi menjadi suara partai politik (parpol) untuk masuk parlemen justru terbuang sia-sia.

“Fakta politik Indonesia hari ini menunjukkan hal sebaliknya. Representasi parpol kecil yang tidak mendapatkan kursi parlemen justru diakomodasi dalam kabinet pemerintahan saat ini,” ujar Brahma kepada RMOL, Jumat, 10 Oktober 2025.


Untuk memperbaiki sistem kontestasi agar lebih adaptif terhadap perkembangan zaman serta menghadirkan keadilan yang berintegritas, Brahma—yang akrab disapa Bram—mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemilu.

"Sebagai republik yang terus berupaya mematangkan konsolidasi demokrasinya, dibutuhkan rekonstruksi sistemik yang lebih fundamental," sambung Brahma.

Salah satu aspek yang sangat jelas mesti dievaluasi, menurut Bram adalah terkait penerapan sistem proporsional terbuka yang telah berjalan belasan tahun. "Evaluasi terhadap sistem proporsional terbuka (SPTb) yang kita anut telah melahirkan insentif bagi individu untuk bersaing satu sama lain memperebutkan suara, yang seringkali mengesampingkan kompetensi, integritas, dan koherensi ideologi demi modal finansial," tuturnya.

Sarjana hukum dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) itu menambahkan, mekanisme persaingan antar-kandidat dari partai yang sama dalam sistem proporsional terbuka turut berimplikasi pada tingginya biaya kampanye dan suburnya praktik politik uang.

Akibatnya, proses seleksi calon cenderung bergeser dari berbasis meritokrasi menjadi berbasis modal, yang akhirnya menghasilkan parlemen yang didominasi oleh segmen masyarakat dengan kekuatan finansial besar.

“Karena itu, pergeseran ke sistem proporsional tertutup menjadi keniscayaan strategis untuk mengatasi akar permasalahan tersebut,” jelasnya.

Menurut Bram, dampak sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini membuat parlemen menjadi ringkih secara substansi dan kehilangan legitimasi demokratisnya, karena tidak lagi mencerminkan aspirasi rakyat secara otentik.

Populer

Stop Sensasi Energi: Negara Harus Tegas soal Bahan Bakar “Bobibos”

Selasa, 11 November 2025 | 21:37

Aspri Hotman Paris Mangkir dari Panggilan KPK

Jumat, 14 November 2025 | 18:42

Pelajaran dari Taipei-Taichung: Rasionalitas yang Hilang di Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Jumat, 07 November 2025 | 14:51

Dua Wajah Sherly

Senin, 10 November 2025 | 08:15

Analisis Hukum Normatif atas Kasus Delik Ijazah Jokowi

Senin, 10 November 2025 | 01:36

Dalang Jokowi dan Bobby Nasution Mainkan Wayang KPK

Jumat, 14 November 2025 | 12:59

Tersangka Korupsi Minyak

Kamis, 06 November 2025 | 05:02

UPDATE

KPK Abaikan Perintah Hakim Tipikor Periksa Bobby Nasution, Takut Siapa?

Minggu, 16 November 2025 | 21:52

White House Dipasangi Pita Kuning TKP Kejahatan

Minggu, 16 November 2025 | 21:38

JK Kantongi Legalitas Lahan 16,4 Hektare yang Diduga Dicaplok Lippo

Minggu, 16 November 2025 | 20:57

Persib Didenda Rp115 Juta Buntut Laga Lawan Bali United

Minggu, 16 November 2025 | 20:14

Istri Wiranto Meninggal Dunia

Minggu, 16 November 2025 | 19:43

Mantan Pelapor Khusus PBB Ditahan Otoritas Kanada Dalih Keamanan Nasional

Minggu, 16 November 2025 | 19:35

Budi Arie Ditolak Gerindra-PSI karena Kasus Judi Online

Minggu, 16 November 2025 | 19:12

Lewat Program Magang, Kemenkop Dorong Kopdes Bangun Kemitraan Bisnis

Minggu, 16 November 2025 | 18:36

Ajang Teladan Metropolitan City Rally 2025 Dongkrak Indeks Kota Global Jakarta

Minggu, 16 November 2025 | 18:26

Kesejahteraan Petani Kunci Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Minggu, 16 November 2025 | 18:15

Selengkapnya