Berita

Sidang kasus impor sianida ilegal di PN Surabaya, Rabu 8 Oktober 2025 (Foto: RMOLJatim)

Publika

Sianida Terdakwa Mangkir

KAMIS, 09 OKTOBER 2025 | 15:58 WIB

SIDANG kasus impor sianida ilegal terlambat dari jadwal. Di website Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu 8 Oktober 2025, sidang dimulai pukul 09.05 wib. Dengan agenda pemeriksaan saksi. Nyatanya sidang baru dimulai sekitar pukul 12 siang. 

Seperti biasa, kasus sianida yang pernah menghebohkan jagat Indonesia pada 8 Mei 2025 itu, sidangnya sepi dari awak media. 

Saat sidang awal dibuka, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan terdakwa Steven Sinugroho. Namun majelis hakim tiba-tiba membuat suasana nampak 'mencekam'. 


Baru saja dimulai, majelis hakim menanyakan keberadaan salah satu terdakwa lain yakni Sugiharto Sinugroho, tak lain ayah dari Steven Sinugroho. 

"Di mana terdakwa satunya?" tanya hakim. Pertanyaan itu jelas ditujukan kepada JPU.

Namun jaksa nampak kebingungan. Reaksinya plonga plonga dan melihat ke arah pengacara terdakwa yang juga hadir di situ. 

Maklum saja jika jaksa bingung, sebab keberadaan terdakwa seharusnya menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi sebaliknya, terdakwa malah mangkir dari persidangan.

Plonga plongo jaksa kemudian dialihkan ke pengacara terdakwa. "Terdakwa satunya mana?" JPU menoleh ke arah pengacara terdakwa dan menanyakan pertanyaan serupa. Kali ini yang dibuat plonga plongo pengacara terdakwa. 

Dengan ragu-ragu pengacara terdakwa menjawab bahwa kliennya masih dalam perjalanan. "Masih dalam perjalanan, sudah sampai Bawean (Jalan Bawean)," balasnya.  

Ini kejadian lucu. Hakim bertanya, jaksa kebingungan. Mangkirnya Direktur Utama PT Sumber Hidup Chemindo (SHC) dari sidang dan keberadaannya tidak diketahui oleh JPU, membuat seiisi ruangan bertanya-tanya, apakah terdakwa  selama ini tidak ditahan? Padahal peran Sugiharto sangat vital dalam kasus impor sianida ilegal. 

Tanpa menunggu terdakwa yang mangkir, sidang tetap dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari JPU.

Namun kejadian aneh kembali terulang. Dua saksi ahli JPU yang dihadirkan tidak datang.

Dua saksi ahli itu dari hukum pidana dan analisis perdagangan. 

Sidang bukannya ditunda tapi tetap dilanjutkan dengan pembacaan kesimpulan untuk terdakwa Steven Sinugroho. Terus saksi ahli dari JPU tadi bagaimana nasibnya? Sepertinya langsung di-skip dan dilanjutkan sidang berikutnya dari saksi ahli terdakwa.

Kasus penyelundupan dan perdagangan sodium cyanide atau sianida secara ilegal dalam jumlah besar ini menjadi perhatian publik sejak Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipiter) Bareskrim Polri melakukan penggerebekan di gudang PT SHC di Jalan Margomulyo Indah, Surabaya, pada 14 April 2025 lalu.

Polisi mengklaim bahwa PT SHC bukan merupakan importir produsen yang berhak melakukan impor atas barang berbahaya tersebut.

Dalam kasus ini, JPU dari Kejati Jatim, yakni Darwis dan Suwarti, menyeret nama Direktur PT SHC, Steven Sinugroho dan Sugiharto Sinugroho, Direktur Utama PT SHC sebagai terdakwa.  

Dalam penggerebekan itu, polisi menemukan ribuan drum sianida dari berbagai merek. Bahkan, beberapa di antaranya telah dilepas stikernya. Bukti itu sebagai puncak dari penyelidikan yang dimulai sejak April 2024.

Saat sidang awal terungkap PT SHC bergerak di bidang distribusi bahan kimia sejak 2001 dan hanya memiliki izin sebagai Distributor Tetap Bahan Berbahaya (DT-B2). Sehingga, izin itu membatasi mereka tidak diperbolehkan melakukan impor bahan berbahaya secara langsung.

Untuk menyiasati hal itu, Steven Sinugroho menjalin kerja sama dengan PT SPM di Pontianak yang memiliki izin Importir Produsen Bahan Berbahaya (IPB2). Padahal, izin impor tersebut seharusnya hanya digunakan untuk kebutuhan produksi internal PT SPM.

Mereka kerjasama yang dimulai pada November 2023 awalnya berkedok proyek penambangan emas. Skema ini disebut sebagai pintu masuk bagi PT SHC untuk menggunakan perizinan PT SPM demi mengimpor Sianida dari perusahaan di Tiongkok, yaitu Guangan Chengxin Chemical Co Ltd. dan Hebei Chengxin Co Ltd. 

Sementara pengurusan izin impor atas nama PT SPM dilakukan oleh seorang makelar bernama Holyanto. Berdasarkan mutasi rekening, Sugiarto Sinugroho mentransfer uang senilai total Rp1,6 miliar kepada Holyanto untuk memuluskan proses perizinan dan pengeluaran barang di pelabuhan.

Total 494,4 ton Sianida, setara dengan 9.888 drum, berhasil diimpor oleh PT SHC dalam tujuh kali pengiriman antara Mei 2024 hingga April 2025. Dan, setelah barang tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Sianida tersebut dikirim ke gudang PT SHC di Surabaya.

Meski awalnya akan digunakan untuk proyek penambangan emas, terdakwa Sugiarto dan Steven Sinugroho akhirnya menjual kembali sianida impor tersebut karena hasil percobaan produksi tidak bagus (rugi). Sianida itu dijual ke berbagai konsumen dengan harga antara Rp4,2 juta hingga Rp4,6 juta per drum.

Penjualan ini dilakukan melalui telepon dan dikirim ke kantor jasa pengiriman, termasuk ke Kantor Cabang PT SHC di Sulawesi Utara dan Gorontalo. 

Modus impor dan perdagangan ini merupakan pelanggaran berat. Pasalnya, Peraturan Menteri Perdagangan menegaskan bahwa perusahaan seperti PT SPM, yang memiliki izin IPB2, dilarang memperjualbelikan bahan berbahaya yang diimpornya. Karena PT SPM merupakan importir produsen.

Dalam penggerebekan itu, Bareskrim Polri berhasil mengumpulkan banyak bukti di gudang PT SHC, termasuk ribuan drum sianida dari Tiongkok, surat jalan, nota, dan buku catatan stok barang, stiker/label merek sianida yang telah dilepas, invoice dan bukti pembayaran yang menunjukkan impor atas nama PT SPM. 

Selain itu, hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Polda Jawa Timur mengonfirmasi bahwa seluruh barang bukti tersebut adalah kristal Sodium Cyanide (NaCN).

Kasus ini sempat membuat heboh Indonesia. Namun begitu masuk  persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya, kasusnya langsung tenggelam. 

Pemberitaan media nyaris tidak ada. Kalau pun ada hanya segelintir media yang memberitakan. Untuk media-media online yang sudah memberitakan, sebagian sudah terhapus beritanya. Mesin pencarian Google, sulit menemukan berita sidang sianida kecuali berita saat penggerebekan. 

Berita sidang kasus sianida ilegal dengan nomor perkara:1791/Pid.Sus/2025/PN Sby itu sejak awal memang terkesan 'disterilkan' dari awak media.

Noviyanto Aji
Wapemred RMOLJatim

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya