Penerbang pesawat tempur dari TNI Angkatan Udara sebelum melakukan demonstrasi udara di HUT ke-80 TNI di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat pada Minggu, 5 Oktober 2025 (Foto: Dispenau)
Tema HUT ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI) yakni "TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju" nampaknya bukan hanya slogan biasa. Sebab berangkat dari kata "Prima" modernisasi di TNI harus nyata dan tidak boleh hanya diukur dari besarnya anggaran atau banyaknya unit baru yang dibeli, namun lebih kepada integrasi dan interoperabilitas, sistem serta sikap para prajurit.
Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Tantan Taufiq Lubis, mengatakan, sebuah kapal selam canggih tidak akan berarti banyak tanpa sistem komando, kendali, komunikasi, komputer, intelijen, pengintaian, dan pengawasan yang mumpuni yang menghubungkannya dengan pesawat tempur dan pasukan darat.
"Transformasi yang sesungguhnya terjadi ketika TNI Angkatan Darat, Laut, dan Udara tidak lagi beroperasi sebagai 'kerajaan' sendiri-sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan tempur gabungan yang sinergis dan seamless. Inilah ujian sebenarnya dari 'TNI Prima'," kata Tantan dalam keterangan resmi yang diterima redaksi di Jakarta, pada Senin, 6 Oktober 2025.
Lanjut Tantan, lewat slogan 'Prima', TNI juga harus berani melampaui domain tradisional darat, laut, dan udara. Dua domain baru telah menjadi penentu kedaulatan masa depan, ruang siber (cyberspace) dan ruang angkasa (space). Kehadiran Pusat Siber TNI adalah langkah yang tepat, namun kapasitasnya perlu terus ditingkatkan secara signifikan. Sebab, ancaman cyber attack terhadap infrastruktur kritis bisa melumpuhkan negara tanpa satu tembakan pun dilontarkan.
"Meski belum mampu meluncurkan satelit sendiri, kemampuan untuk memanfaatkan dan melindungi aset di ruang angkasa (seperti satelit komunikasi dan pengintai) sudah menjadi keharusan. 'TNI Prima' adalah TNI yang memiliki visi jauh ke depan, mempersiapkan diri untuk pertempuran yang mungkin bahkan belum kita bayangkan sepenuhnya hari ini," jelas Tantan yang juga Founder OIC Youth dan Asian African Youth Government.
Untuk menuju "TNI Prima", Tantan mengakui jalannya tidaklah mulus beberapa tantangan yang perlu diwaspadai dan harus dimitigasi.
Pertama, ketergantungan teknologi dimana modernisasi Alutsista yang tinggi berisiko menciptakan ketergantungan pada negara pemasok. Oleh karena itu, penguatan defense industry dalam negeri melalui transfer teknologi dan riset mandiri harus menjadi prioritas.
"Kedua konsistensi anggaran, yakni modernisasi membutuhkan pendanaan yang besar dan berkelanjutan, yang seringkali bersaing dengan kebutuhan pembangunan sektor lain. Diperlukan komitmen politik yang kuat dari pemerintah dan DPR untuk menjamin
konsistensi anggaran pertahanan.
Terakhir, perubahan mindset birokrasi yakni transformasi seringkali terhambat oleh birokrasi dan budaya lama yang resisten terhadap perubahan. Inovasi dan kelincahan birokrasi internal TNI sendiri menjadi kunci. TNI telah menunjukkan niat dan langkah konkret dalam perjalanan ini. Keberhasilan mewujudkan
"TNI Prima tidak hanya akan menentukan kemampuan TNI dalam memenangkan perang, tetapi lebih dari itu, dalam mencegah perang itu sendiri (deterrence). Sebuah TNI yang Prima, profesional, dan modern akan menjadi pilar penopang yang kokoh bagi terwujudnya cita- cita 'Indonesia Maju'," kata Tantan.
"Dengan demikian, komitmen pada "TNI Prima" adalah komitmen pada masa depan Indonesia yang berdaulat, damai, dan sejahtera," tegasnya.